Pengais Untung di Tepian Suak




Jika berkerja dengan iklas dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitar kita selalu berbuah manis. Inilah yang dilakukan para penyewa sampan dan pompong dan nelayan ikan salai dibeberapa kabupaten di Riau. Bukan saja bisa memenuhi ekonomi keluarga bahkan bisa menyekolahkan anak hingga ke perguruan tinggi.




KAMPAR KIRI (RIAU)



FAJAR baru saja membercakkan cahayanya di upuk timur, namun di tepian danau tampak seorang warga sibuk mendorong dan menimba air di dalam perahu kecil. Desauan air yang dibuang dari dalam perahu berirama didengar telinga subuh itu. Bayu (34) dengan potongan jerigen di tangannya sibuk menimba air kala itu. Begitu juga Joni (35) sama halnya dengan bayu membuang air dari dalam perahu dan seketika tampak mengundurkan perahunya dari tepian tebing ke air danau yang agak dalam.
       ‘’Inilah kerja kami setiap pagi pak. Jika ada orang memerlukan perahu untuk mancing kami harus pagi-pagi sudah turun ke tepian danau,’’ kata Bayu sambil terus menimba air dari dalam perahu yang diberi mesin robin di dalamnya.
         Jika tak ada penyewa perahu robin milik mereka, Bayu dan Joni lebih memilih menangkap ikan dari bubu-bubu kecil yang telah dipasangnya di aliran kuala anak sungai maupun tepian Sungai Kampar Kiri berdekatan dengan kampung mereka. ‘’Kalau tak ada penyewa perahu robin atau sampan dayung milik kami, kami memilih mencari ikan dengan memasang pengarang (bubu,red) ke anak-anak sungai dan tepian Sungai Kampa (Kampar,red),’’ jelas Bayu.
       Subuh Rabu (5/6) merupakan hari keberuntungan bagi Bayu. Perahu robin yang baru selesai dibuat sudah ada yang menyewanya. Untuk satu perahu robin miliknya disewakan per hari Rp150.000,-. Berbeda harga jika Bayu langsung ikut maka harga per perahu robin bisa mencapai Rp200-250.000. ‘’Perahu robin ambo ko baru siap pak. Alhamdulillah langsung dapat penyewanya. Biasonyo awak menyewokan sampan kayuh ajo,’’ kata Bayu yang baru memiliki satu orang anak ini kepada Riau Pos pagi itu.
    Untuk memenuhi keperluan hidup keluarga, menyewakan perahu merupakan penghasilan utama bagi Bayu. Dari hasil penyewaan itulah dapur rumahnya terus berasap dan bisa menyekolahkan anaknya. Awalnya pengakuan Bayu dirinya hanya memiliki satu sampan kayuh. Tapi usahanya dalam satu tahun bisa menambah sampan kayuh sebanyak enam unit dan satu perahu robin. ‘’Alhamdulillah pak, tahun 2012 lalu jadi rezeki terbaik bagi sayo. Dapat membuat enam unit sampan dan satu perahu robin. Inilah jadi sandaran hidup sayo. Selain menangkap ikan dengan memasang pengarang di dalam Sungai Kampa ko,’’ lanjutnya. 
      Untuk rabu itu, Bayu bersama Joni benar-benar menuai untung besar. Dua unit perahu robin yang disewa dengan dirinya sekaligus mendapat uang sebesar Rp5.00 ribu ditambah dengan sewa sampan seharga Rp35 ribu.  ‘’Iko razaki awak pak. Awak terimolah yo,’’ ucapnya.
      Bagi warga Desa Sungai Bungo bukan saja menyewakan sampan kayuh dan perahu robin saja. Akantetapi sebagian warga seperti Irsyad (40) juga menyewakan pompong berukuran besar. Irsyad menyewakan pompong per harinya seharga Rp300-350 ribu. ‘’Maksimal empat orang pemancing pak. Kalau urang baru bisa hargonyo mencapai Rp350 ribu tapi kalau sudah langganan hanyo Rp300 ribu. Tapi minyak kito tanggung dan kito membouk sampai ke spot pancing,’’ jelas Irysad lagi.
       Itulah tuah Sungai Kampar di Desa Sungaibungo, kata Bayu, paling tidak dengan terjaganya alam dan tak merusak sungai berbuah manis bagi masyarakat yang ada di dekatnya. ‘’Ini hikmah dari Sungai Kampar Kiri. Semoga sungai ini terus berlimpah ruah ikannya,’’ harap Bayu saat pulang.
       Mengais Untung Tepian Suak Tasik Serai
Keasrian alam benar-benar berefek positif bagi warga yang tinggal berdekatan dengannya. Dari hasil penyewaan pompong dan sampan bisa berbuah manis dan bisa menghidupkan keluarga dan menyekolahkan anak. Hal ini seperti dialami Amran (38) warga Desa Tasik Serai Timur. Dengan menyewakan perahu robin miliknya dia bisa menyekolahkan anak dan bisa memenuhi keperluan hidup keluarganya.
      Siang Kamis (30/5) sibuk mengondan perahu robinnya. Kebetulan siang itu suak berdekatan dengan Tasik Serai airnya jauh surut. Sehingga perahu robin miliknya tarkering dan tak bisa menghidupkan mesin robin. ‘’Sabar ya pak. Awak mundurkan dulu robin dulu. Tak bisa naik langsung, air dangkal betul,’’ jelas Armen.
      Setelah beberapa menit akhirnya barulah perahu robinnya bisa dinaiki. Dibantu Ismail dirinya mengondan perahu. ‘’Letih jugo pak. Lumayan jauh mengondannyo. Inilah resiko kalau air kering bagi kami,’’ jelasnya.
      Menurutnya hasil dari penyewaan pompong atau perahu robin tak seberapa di dapat hanya pada hari-hari tertentu saja. Terutama hari Sabtu dan Ahad. Untuk satu pompong atau perahu robin di sewa kisaran Rp150-200 ribu per hari. Untuk perahu robin paling tinggi Rp150 ribu sudah bersama dengan pemiliknya. ‘’Pada umumnya yang menyewa para penggila mancing, yang datang dari Duri, Minas bahkan terkadang ada dari Pekanbaru,’’ jelas Amran yang memiliki tiga orang ini sambil menghidupkan mesin robin saat itu.
      Tak hanya Amran menggantungkan hidup dari tepian tasik dengan menyewakan perahu robin dan menjadi nelayan. Hal ini dilakukan Wanto (35), dirinya baru saja satu tahun mulai menekuni usaha sewa perahu robin dan menjadi nelayan. ‘’Kalau ada penyewa perahu robin kita prioritaskan, jika tak ada saya pergi menangkap ikan menggunakan bubu atau menjaring pak,’’ jelas Wanto yang baru saja beralih profesi menjadi nelayan, setelah usaha penampung buah sawitnya kolap.
        Semoga usaha ini terus mendapat perhatian dari pemerintah. Terutama memperhatikan masalah jalan menuju perkampungan nun jauh di tepian tasik ini. Dirinya yakin jika jalan bagus banyak warga berminat mancing di kampung mereka terutama di Tasik Serai. ‘’Kami hanya bisa berharap. Tapi dengan keadaan sekarang kami bersyukur juga karena banyak rezeki yang kami dapatkan dari sewa pakai perahu robin dan pompong milik kami,’’ jelasnya.
         Antar Jemput Penumpang Berbuah Manis   
Tak terpikirkan sebelumnya oleh Zamri (42), usaha melayani para pekerja keramba ikan di PLTA Kotopanjang bisa berbuah manis dengan menghasilkan banyak uang. Dengan bermodalkan stempel berukuran 1,5 meter kali empat meter miliknya perhari dia bisa meraup ratusan ribu uang.
    Pagi itu, Zamri sudah bersiap-siap dengan stempel miliknya yang sudah diberik kong (kayu persegi empat diberi terpal sebagai atapnya) sehingga para penumpang sedikit nyaman di dalamnya, terutama ketika hujan dan panas terik matahari menerpa. Sambil memutarkan stempelnya Zamri menyapa ramah para penumpangnya. ‘’Nio ke keramba copek naik,’’ ucap Zamri.
     Saat kami turun dan naik ke dalam stempel miliknya. Ketika di dalam stempel memilih duduk berdekatan dengan Zamri. Desingan bunyi mesin stempel berkekuatan 15 PK lumayan menyengat telinga. Tapi tak menjadi permasalahan bagi Zamri karena kerja mengantar jemput para penumpang menggunakan stempel miliknya sudah dijalan belasan tahun.
      Menurutnya menjadi pelayan bagi pemilik keramba dan juga para penggila strike ikan toman di PLTA menjadi kesenangan tersendiri baginya. Makanya Zamri tetap melayani dengan ramah setiap pengunjung datang di tepian PLTA Kotopanjang setiap harinya. Bahkan dirinya sanggup berulang alik untuk menjemput para pemakai jasa stempelnya setiap beberapa jam. ‘’Kalau pemakai jasa saya minta diantarkan atau mau pindah ke keramba lain awak siap melayaninyo,’’ jelas Zamri.
      Dirinya tak menyewakan stempel lebih memilih memberikan pelayanan antar jemput bagi warga yang ingin menikmati keindahan PLTA Kotopanjang dan para penghobi mancing ikan toman. ‘’Hitungannya per orang saja. Per orang bisa dikenakan Rp10-20 ribu,’’ jelas Zamri yang sudah bisa membuat keramba sendiri dari hasil mengangkut para pemancing dan pekerja keramba setiap harinya.
       Dalam satu hari puluhan pemancing dan pekerja keramba diantar jemputnya. Bagi pemancing sendiri, Zamri hanya mengantarkan spot-spot mancing yang menjadi pilihan para pemancing.  Setelah diantar Zamri langsung kembali ke suak tepian PLTA Kotopanjang yang selama ini menjadi pelabuhan untuk menaikan hasil panen ikan dari keramba-keramba di PLTA.
      Ditanya berapa dapat per hari, dengan tegas Zamri mengatakan ‘’Lumayanlah pak. Dapatlah dua tiga ratus ribu per hari,’’ jelas Zamri sambil terus menaikkan pedal gas mesin stempel berkekuatan 15 PK saat itu.
      Menurut Zamri, hasil dari melansir para pekerja keramba dan pemancing dirinya bisa menghidupi keluarga dan juga menyekolahkan anaknya. Cerita Zamri, dari hasil setiap harinya dia sudah menyekolahkan anaknya di perguruan tinggi. ‘’Sudah dua anak sayo sekolah di UIN. Ada tingkat dua dan ada tingkat tiga. Semogo copek tamat. Copek pulak anak awak bakarajo,’’ jelas Zamri.
         Selain bisa memenuhi keperluan hidup dan menyekolahkan anak hingga perguruan tinggi di Pekanbaru, Zamri juga sudah bisa meninvestasi membuat keramba. ‘’Awak ado juo buek keramba. Baru enam petak keramba awak punyo. Itulah membantu hidup keluargo dan untuk anak sekolah,’’ cerita Zamri yang ramah kepada setiap pelanggan yang datang memakai jasanya tersebut.
       Setiap hari tak pernah kosong pelanggan, apalagi untuk hari Sabtu dan Ahad, dia harus berulang alik hampir 30 menit sekali ke pelabuhan. ‘’Kalaupun istirahat salat zuhur. Setelah itu adalagi mengantar pekerja keramba atau menunda keramba ikan rayo (ikan mas,red) yang sudah siap panen. Jadi perahu ko bejalan terus,’’ ucapnya.
         Yang penting, kata Zamri, jika ada kemauan pasti ada jalan untuk mendapatkan penghasilan. Apalagi di tepian PLTA tersebut sudah belasan bahkan puluhan stempel milik warga yang bisa disewakan untuk para penggila mancing atau sekadar menikmati keindahan alam PLTA.
       Kemauan yang besar dibarengi dengan ketekunan bakal berbuah manis. Selagi ada peluang untuk mendapatkan hasil menghidupi keluarga maka tekunilah dan diyakini bakal berbuah manis diujungnya. ***

       

Comments

Popular posts from this blog

Bermain Layang Wau hingga Malam di Bengkalis

Keranjang Rotan Rohil Laris Manis

Mencari Kijing, Siput Gantung, Buah Tanah, Bongan dan Lokan (1) *Berwisata Mangrove di Kembung Luar