Menyebar Tetap Bersatu (Suku Akit Kepulauan Meranti)

Bakal Ada Iven Tahunan Suku Asli

Budak-budak suku asli Sokop
Keberadaan suku asli di Kabupaten Kepulauan Meranti menjadi  bagian terpenting berkembangnya kabupaten paling  bungsu di Riau tersebut. Bahkan beberapa helat budaya terkait suku asli sudah didengungkan sejak tahun 2011 lalu. Suku asli dengan kesenian joget  dangkung merauh ke seluruh Riau.

Laporan ERWAN SANI, Sokop




‘’Sebagai komunitas suku asli tetap menjadi bagian di Pulau Meranti. Warga suku asli sangat bersahabat dan pekerja keras,’’ ucap Selamat Marino kepada Riau Pos, di sela-sela peninjauan langsung Kampung Sokop Kecamatan Rangsang Kabupaten Kepulauan Meranti, beberapa waku lalu.
    
  Dirinya mengenal perkampungan suku asli di Kepulauan Meranti sejak  tahun 1996-1998. Saat itu masih di bawah naungan Kabupaten Bengkalis. Saat itu Selamat  menjadi penilik olahraga di dua kecamatan, yaitu Tebingtinggi dan Rangsang.  Dengan banyaknya berkecimpung dan ikut mengembangkan pembangunan pendidikan dan olahraga bagi suku asli dirinya paham betul keinginan dan etos kerja suku asli.
      Menurut dia keinginan tahuan dan kemauan tingggi untuk mengetahui sesuatu membuat masyarakat suku asli di Rangsang khususnya dan Kabupaten Kepulauan Meranti umumnya terus berkembang. Ini dibuktikan berkembangnya Desa Sondei dan Desa Sokop. Tahun 1990-an hanyalah perkampungan kecil dengan jumlah penduduknya saat itu berkisar 2.500 orang. Tapi perkembangan itu membuat  perkampungan itu maju, terutama dengan hasil utamanya batang sagu dan juga karetnya.
      ‘’Dulu perkampungan ini hanya ada sekolah dasar. Kalaupun ada kelas jauh untuk tingkat SMP,’’ kata Selamat Marino yang merupakan pensiunan PNS dan sekarang menjabat sebagai penasehat di PGRI.
        Sebagai mantan guru dan juga penilik di wilayah Sokop dirinya pernah bekecimpung dengan mantan Kepala Desa Sokop Khaidir. ‘’Dulu naik ke pemukiman susah, harus melintas perkebunan sagu. Sekarang sudah ada pelabuhan sendiri. Kemudian sekolah sudah lengkap ada SD dan SMP-nya. Jadi cukup maju,’’ jelasnya.
        Begitu juga dengan jumlah penduduknya saat sekarang jumlahnya sudah mencapai 3.000 lebih dan sudah pecah pula menjadi empat dusun. ‘’Dulu hanya ada dusun Sokop saja,’’ kenang Selamat Marino.
       Dirinya menemani Riau Pos dalam berbagai hal terutama bersikap kepada warga suku asli. Terutama meminta jangan menyebut suku hutan kepada warga suku asli tersebut. Kemudian bersahabat. ‘’Jangan ada cakap kasar dan sombong. Kan itu kunci berteman dengan suku manapun,’’ lanjutnya.
       Dengan sikap bersahabat dengan suku asli hingga saat sekarang dirinya cukup terkenal di kalangan suku asli yang ada di tiga pulau di Kabupaten Kepulauan Meranti.  ‘’Jadi mulai dari Pulau Padang, Merbau, Tebing tinggi dan Rangsang semua saya rambah. Jadi tahu betullah sifat orang kita suku asli itu,’’ lanjutnya.
        Suku asli sekarang sudah mau berbaur dengan siapapun. Dan sekarang suku asli tidak tertutup lagi. ‘’Dulu awal-awal sukar untuk masuk, terutama ketika mereka tak mengecap pendidikan. Tapi sekarang payah nak membedakan suku asli, orang tionghoa atau orang Melayu. Bahasa Melayu dia mantap dia daripada awak,’’ ucapnya.
        Hal serupa disampaikan Sekretaris Batin Kecamatan Merbau, Asan (35) yang berdomisili di Kudap. Menurut dia perkampungan suku asli tak lagi seperti dulu menyebar di pinggir sungai dan juga pinggir hutan. Saat sekarang sudah menyatu dengan masyarakat umum lainnya. Bahkan saat sekarang sudah memiliki rumah tetap atau permanen dan tidak berpindah-pindah. ‘’Kalau dulu rumah dari pelepah rumbia dan berdinding daun rumbia begitu juga atapnya. Sekarang anak-anak mereka sudah sekolah dan sudah ada rumah permanen dan maju,’’ lanjut Asan kepada Riau Pos.
      Untuk daerah Selat Akar, Bandul dan Tanjung Padang saat sekarang pada umumnya warga suku asli sudah menetap dan tidak berpencar-pencar lagi. Hal ini dikarenakan mereka sudah memiliki kebun sagu dan memiliki penghasilan tetap. Selain itu mereka mempertimbangkan kalau anak-anak mereka bersekolah.  ‘’Makanya tak adalagi berpindah-pindah. Akan tetapi fokus hidup menetap,’’ jelas Asan.

      Akun tokoh masyarakat Selat Akar, menegaskan untuk saat sekarang mereka sedang fokus menaikkan nama tokoh suku asli cukup terkenal, yaitu Sekoyan. Tokoh suku asli satu ini cukup terkenal di negeri Melayu. Hanya saja penulisan sejarah tokoh suku asli ini belum maksimal. Sehingga anak keturunan Sekoyan belum memahami apa-apa saja jasa beliau semasa hidup dan apa perjuangan yang dia lakukan. ‘’Ini yang sedang kita usahakan, sehingga tokoh suku asli ini benar-benar dapat nama di Kabupaten Kepulauan Meranti,’’ kata Akun yang juga keturunan suku asli dan Tionghoa ini.***

Comments

Popular posts from this blog

Gulai Ikan Salai dengan Pucuk Ubi

Keranjang Rotan Rohil Laris Manis

Bermain Layang Wau hingga Malam di Bengkalis