Berwisata Mangrove di Sungai Kembung Luar (4-Habis) *Menggali Kijing di Tepi Pantai Selat Melaka
Kijing |
Kijing menjadi menu
makanan seafood idola bagi sebagian masyarakat di Dusun Tanjung dan beberapa
dusun lainnya. Kijing merupakan makanan yang lezat jika dibuat sop dan juga
masak saos. Jenis kerang-kerangan satu ini juga tergantung musim atau
tergantung air pasang naik dan surutnya.
HARI keempat di
Dusun Tanjung, Desa Telukpambang, Kecamatan Bantan tak merasa lelah. Sebab
agenda pagi telah menunggu. Seperti pagi itu jadwal untuk mencari kijing (jenis
kerang-kerangan) sudah disiapkan.
Untuk mencari kijing ini tak perlu merapah hutan mangrove atau
bersampan seperti mencari siput dan buah tanah. Mencari kijing peralatan yang disiapkan sebilah parang, uncang
dan bakul sebagai wadahnya.
Sekitar pukul 09.00 WIB, kami bersama beberapa warga
tempatan menggunakan sepedamotor menuju tepian Pantai Tanjung, Dusun
Tanjungsari. Ternyata tepian pantai yang ditumbuhi mangrove jenis baru-baru,
bebetak, lenggadai dan bakau rangkak ini sudah terbangun empat kazebo untuk
beristirahat.
Angin laut dan deburan ombak memecah pantai pagi itu
benar-benar menyejukkan hati. Langit pagi itu benar-benar cerah dan membiru.
Sang surya pagi itu benar-benar gagah mengeluarkan sinarnya. Sesaat kami
tertegun melihat onggokan pulau menghitam di hujung Selat Melaka yang ada di
seberang sana. Kapal-kapal nelayan tampak hilir mudik di tengah selat. ‘’Entah
apalah yang sedang mereka perbuat,’’ tanya saya di dalam benak saat itu.
Sedang termenung menikmati keindahan Selat Melaka, yang
dihiasai gelombang menggulung, burung camar berterbangan menyambar anak ikan di
gigi air saya dikejutkan suara seseorang. ‘’Ha ape temenung lagi. Ayoklah cari
kijing, ’’ ucap Atik (40) sambil berjalan menelusuri tepian pantai yang agak
bersesai.
Berjalan sekitar lima menit akhirnya Atik mulai turun agak
lima meter ke dasar pantai. Dia pun mulai merajah parangnya. ‘’Ha kemarilah.
Pecahkan tanah tu. Ada kijing di dalam tu,’’ jelas Atik sambil terus merajah
dan mencungkil tanah.
Kami pun memberanikan diri dan memecahkan tanah. Dan benar
saja baru dibuka langsung terlihat kijing yang berukuran jari kelingking dan
paling besar sebesar jari telunjuk orang dewasa. ‘’Itulah kijing. Dia tak
besar-besar ukurannya,’’ jelas Atik.
Sambil berselimput, saya berusaha terus memecahkan satu
persatu tanah yang sudah digali Atik. Kurang lebih satu jam kami sudah dapat
setengah bakul atau raga yang kami persiapkan untuk wadah kijing saat itu.
Perlu diingat agar tak tersengat matahari, diharapkan saat
mencari kijing harus menyiapkan topi dan baju lengan panjang. Sebab matahari
benar-benar menyengat langsung ke tubuh kita. ‘’Ginilah kalau mencari kijing.
Harus berpanas-panas. Tapi tak apalah, walaupun berpanas, nanti kalau di rumah
baru terobati jika sudah merasa bagaimana lezat rasa kijing itu,’’ jelas Atik.
Sekitar tiga jam menggali kijing dan merasa sudah
cukup akhirnya kami putuskan pulang karena saat itu sudah kami prediksikan ada
dua kilogram kijing yang didapatkan. ‘’Ayoklah kita balek lagi,’’ ujar Atik
sambil mencari paluh (cekungan pantai berisi air) untuk membersihkan badan dari
lumpur. ***
Wah makanan ni rekomendis banget q sih suka z
ReplyDelete