Harganya tak Sebanding dengn Masam-Manis Madu Kelulut * Dulu Hama, Sekarang Mesin Uang
Kelulut dikenal orang sebagai
hama yang bisa saja bersarang di tiang rumah terbuat dari kayu atau bambu. Bagi
sebagian masyarakat koloni lebah tak bersengat ini dihalau dengan cara membakar
atau merusak sarangnya karena sering memburu rambut. Kelulut dikenal dengan
nama latin trigona ini tak
dipedulikan orang karena madunya sedikit dan rasanya agak asam. Namun madu sekarang
kelulut menjadi idola dan harga per liternya selangit.
TANGAN Sendy Nuari Kamisa SST dengan cekatan mengangkat satu log (tual kayu) berdiamter 15 inchi
dengan panjang kurang lebih 50 centimeter. Di atas log tersebut sudah terdapat toping berbentuk bundar dan bertutup
dengan terpal berwana biru. Di
tengah-tengah log tersebut tersembul
sebentuk pipa bercorong namun lunak__ dari lubang corong tersebut berterbangan
beratus-ratus koloni sebentuk lebah berukuran mini hilir mudik.
Awalnya sepintas lalu melihat log-log berukuran sedang ini mungkin bagi
sebagian orang menyangka hanyalah tual-tual kayu untuk keindahan sekeliling
rumah, namun ternyata di dalam log-log
ini tersimpan beratus gram madu yang khasiatnya cukup tinggi.
Perlahan tangan Sendy membuka kertas
pelastik terletak di toping (penutup
kayu) yang ada di atas log. Ternyata
di dalam log tersebut sudah terdapat kantong-kantong
kecil berdiamter sebesar ibu jari menjejali setiap ruang kayu yang berdiameter
15 inchi tersebut. ‘’Di dalam inilah
madu-madu tu bang,’’ jelas pemuda
yang akrab disapa Sendy sambil jari tangannya menunjuk ke arah kantong-kantong kecil
berwarna bening kecoklatan bahkan bertingkat berisi madu dan terlihat
beratus-ratus koloni kelulut di dalamnya.
Dengan dibekali sebatang lidi,
tangan Sendy mulai mencungkil bukit-bukti kecil itu seakan membuat
lubang-lubang berdiameter pipet penyedot air teh es. Dari lubang-lubang kecil
ini terlihat jelas bening-bening madu yang sudah siap dipanen.
Awalnya kami merasa tak yakin di dalam kayu
berukuran sedang itu memiliki madu. Namun saat mengeluarkan alat penyedot
sederhana yang dibuatnya dari bekas kompresor kulkas dan diberikan selang
panjang berukuran mini. Kemudian di antara selang tersebut dibuat wadah tempat
penampung madu yang kedap udara.
Tangan Sendy yang memegang selang
langsung mengarahkan ujung selang ke lubang-lubang kecil yang dibuat dari lidi
tersebut. Mili per mili isi madu dalam kantong-kantong kecil disedot dengan
alat sederhana yang diciptakan mengalir ke wadah. Menurut Sendi beginilah cara
modren pengambilan madu kelulut. ‘’Kalau dulu warga mengambil madu kelulut
dengan cara memerasnya. Sehingga hasilnya tak maksimal dan bercampur dengan
polan dan juga sarangnya,’’ jelas Sendy ditemani Risman dan Siman.
Dikatakan dia untuk pengambilan
madu kelulut tidaklah sesulit dan beresiko terkena sengat seperti mengambil
madu lebah sialang, Cerena atau nyuan (sebutan warga tempatan). Untuk mengambil
madu lebah sialang harus menyiapkan penutup muka, pakaian harus tebal dan
berlapis-lapis agar sengat lebah tak mengenai badan. ‘’Ngambil madu kelulut
duduk-duduk dan berdiri-diri saja di samping sarang dan tak perlu takut terkena
sengat. Kalaupun menyerang koloni kelulut paling mengarah ke rambut. Paling
kita menyiapkan kapas untuk menutup telinga agar kelulut tak masuk ke telinga
saja,’’ ucapnya sambil tangannya terus beraktivitas menyedot satu per satu
kantong-kantong madu.
Dikatakan Sendi untuk pemanenan
madu kelulut ini memang memakan waktu cukup lama. Bahkan per log bisa memakan
waktu 1-2 jam dan harus menggunakan alat penyedot. Selain itu juga
kantong-kantong madunya berbeda dengan madu sialang. Kalau madu sialang atau
Cerena berbentuk sambang. Jadi setiap sambang atau sikat-seikat dan bisa
dipanen langsung. Sedangkan madu kelulut tidak, jadi hanya melubangi kantong
dan menyedot madunya.
Makanya, kata Sendy, tenggang
waktu untuk panen berikutnya cukup lama bagi lebah sialang dan cerena.
Sedangkan kelulut dalam tenggang waktu tiga sampai empat pekan usai dipanen
sudah bisa dilakukan kembali pengambilan madunya karena kantong-kantong madunya
tak diambil atau dirusak.
Mudah Dibudidayakan
Awalnya budidaya kelulut ini hanya
dilakukan beberapa orang saja di Riau. Bahkan bisa dikatakan Sandy menjadi
salah seorang yang pertama melakukan pembudidayaan hasil hutan non kayu berupa
budidaya madu kelulut di Riau. Hal ini dikarenakan belum menguasinya tata cara
pembuatan media atau mempermudah mengambil madu kelulut dan masih ada stigma
masyarakat madu kelulut tak menjanjikan dan sangat sedikit dan hanya hama saja.
Menurut Sendy, pada awal
mendapatkan log berisikan sarang
kelulut sangat mudah dan mengeluarkan biaya murah. Per log awalnya hanya seharga Rp50 ribu dan paling tinggi Rp100 ribu.
Namun sekarang tidak lagi, karena sebagian warga dan beberapa pembudidaya madu
cerena yang ada di Riau khususnya di Kabupaten Kampar sekarang mulai
membudidayakan kelulut. Untuk sekarang per lognya bisa mencapai Rp150-200 ribu.
Itu belum dibuat toping. Jika dimasukkan biaya pembuatan toping per log bisa
menghabiskan biaya Rp200-250 ribu.
Makanya untuk pembudidayaan awal
dirinya bersama teman-teman di Dusun Jawi-jawi, Desa Kotoperambahan, Kecamatan Kampar
Timur, Kabupaten Kampar memulai dengan 57 sarang atau log. ‘’Alhamdulillah hasilnya cukup maksimal.
Per log bisa menghasilkan madu di atas rata-rata 500 gram,’’ jelas Sendy yang
saat itu baru saja selesai memanenkan madu kelulut di rumah Risman atau akrab
disapa Ateng.
Setelah berhasil dirinya juga
memberikan kepercayaan kepada Ateng untuk membudidayakan kantong-kantong atau log-log berisikan kelulut. Dalam waktu
tiga bulan Ateng sudah menyelesaikan 27 log
sarang kelulut. Untuk panen perdana, kata Ateng dirinya hanya mendapatkan 600
gram. ‘’Harganya membuat saya terkejut. Panen perdana langsung mendapatkan
sekitar Rp350 ribu. Makanya membuat saya semangat bang,’’ jelas Ateng.
Bahkan untuk bulan pertama dimusim
bunga durian, Rabu (14/9) kemarin dari tiga log
yang dipanennya mendapatkan dua liter madu. ‘’Ini belum semua bang. Sebab
yang lain masih berumur di bawah satu bulan setelah diberikan toping. Yakin
dalam dua tiga pekan lagi sudah bisa dipanen lagi,’’ jelas Ateng saat itu
didampingi temannya Siman.
Selain di Kabupaten Kampar
dirinya juga telah melakukan budidaya madu kelulut di Desa Okura, Kecamatan
Rumbai Pesisir. Lokasinya tidak jauh dari Danau Buatan. Untuk di Desa Okura ini
Sendy telah membudidayakan 32 log.
‘’Untuk panen perdana yang baru dilakukannya beberapa bulan lalu mencapai
sembilan kilogram. Itu hasil maksimal menurut saya, karena baru berkisar 2
bulan umurnya,’’ jelas Sendi.
Selain di Pekanbaru, Kampar di
Bengkalis dan Siak juga telah ada warga membudidayakan madu kelulut. Bahkan
jumlah lognya cukup besar. Seperti di Bengkalis temannya sudah membuat 200 log
sarang kelulut. ‘’Itu kelulut yang berada di tepian sungai atau di pohon-pohon
mangrove. Pada umumnya bersarang di pohon nyirih,’’ jelas Sendi.
Dikatakan Sendi mengapa mudah
dibudidayakan, karena sarang kelulut mudah didapatkan di Pulau Sumatera ini.
Sebab sampai sekarang kualitas madu kelulut terbaik masih berada di Pulau
Sumatera dan Kalimantan. ‘’Di Pulau Jawa ada, akan tetapi jenisnya berbeda dan
koloninya kecil-kecil dan hasil madunya juga sedikit,’’ jelasnya.
Untuk lebah madu seperti kelulut
(trigona) ini selagi pakannya terpenuhi terutama nekter, polan dan air ada
diyakini koloninya akan terus bertambah dan yakin madunya akan diproduksi
terus. Makanya perlu dicari jalan agar keperluan makannya terpenuhi terutama
dari tiga unsur itu.
Mengapa lebah mudah berkembang di
tepian kebun karet, akasia, kaliandra dan tumbuhan-tumbuhan yang tak pernah
berhenti berbunga. Karena keperluan pakannya terpenuhi terutama nektar, polan dan
juga air. ‘’Kita sarankan jika ingin membudidayakan madu kelulut berdekatan
dengan lahan perkebunan karet, akasia, kaliandra dan kopi,’’ jelasnya.
Harga Mengiurkan
Budidaya lebah madu terutama
jenis trigona benar-benar menjadi incaran pasar dunia. Bahkan di Amerika
Sarikat madu kelulut atau trigona ini sudah menjadi makanan super food. Makanya
super food ini diperuntukkan untuk para atlet profesional yang ada di Amerika
Sarikat dan negara-negara belahan eropa lainnya.
Untuk harga lokal madu kelulut
per liternya mencapai harga Rp700-800 ribu. Namun bagi Sendi dirinya menjual
secara eceran per botol ukuran 250 mili liter dijualnya dengan harga Rp150
ribu. ‘’Jadi per liternya berkisar Rp600 ribu. Untuk merek yang dijualnya Atuk
Honey (madu atuk),’’ jelas Sendi.
Harga ini tentunya berbeda jauh
dengan madu cerena dan madu sialang. Untuk madu cerena per liternya berkisar
Rp75-80 ribu. ‘’Berapa kali lipat bedanya tu,’’ tegas Sendi.
Mendengar harganya awalnya bagi
pembudidaya madu lebah cerena dan sialang agak terkejut dan seakan tak percaya.
Tetapi hal ini dirinya buktikan langsung dengan Ateng yang merupakan
pembudidaya lebah cerena. Melihat hasilnya maksimal tersebut membuat Ateng juga
terpincut dan berpindah hati memelihara lebah madu kelulut.
Dikatkaan Sendi untuk harga luar
negeri per liternya madu kelulut ini bisa berkisar Rp1.200.000. Bahkan beberapa
negara jiran seperti Malaysia sudah ada memesan madu kelulut. Namun dirinya
belum bisa memenuhi pasar tersebut. Di Malaysia menurut Sandi memiliki dua agen
agar bisa menyuplai madu kelulut. Per bulannya untuk per agen meminta 40 liter
madu kelulut. ‘’Namun untuk saat sekarang saya belum bisa memenuhi itu. Bahkan
untuk stok yang ada saja tak bisa memenuhi pasar yang ada di Indonesia saat
sekarang. Selain itu saya menjualnya secara eceran dan berharap suplay
madu-madu kelulut dari teman-teman binaannya,’’ ujar Sendi.
Dengan keberadaan madu kelulut
ini bukan saja membantu masyarakat untuk menghasilkan uang tambahan akan tetapi
anggaplah log-log berisi sarang
kelulut itu tabungan. Mengapa disebut tabungan, karena kelulut tersebut tak
perlu diberi makan seperti berternak ayam, ikan, kambing dan sapi. Hanya saja
perlu dana awal untuk mendapatkan log-log dari warga yang mencarinya. ‘’Jadi
hanya mengeluarkan biaya Rp250 ribu per log bisa menghasilkan Rp300-400 ribu
per log setiap bulannya. Kan penghasilan luar biasa. Itu hitungannya kalau per
log bisa menghasilkan 500 mililiter madu kelulut kalau satu liter tentu per log
bisa mendapatkan penghasilan Rp600-700 ribu,’’ jelas Sendi.
Budidaya Karena Manfaat dan Harga
Keberdaan madu kelulut diyakini
banyak manfaat dan meningkatkan stamina bagi pengkonsumsinya. Bahkan diyakini
bisa menyebuhkan berbagai penyakit yang sulit diyakini bisa sembuh secara
medis.
Seperti dilakukan Izat warga
Jalan Karya Bakti, Kecamatan Payung Sekaki, Pekanbaru dirinya membudidayakan
sekitar enam log sarang kelulut. Paling tidak dengan enam sarang kelulut
tersebut per tiga bulannya bisa mendapatkan satu sampai tiga liter madu
kelulut. ‘’Sebenarnya membudidaya kelulut di sekitar rumah ini karena melihat
manfaatnya. Sebab terbukti kalau kena sariawan atau demam dengan mengkonsumsi
madu kelulut bisa sembuh. Selain itu untuk stamina,’’ jelasnya.
Jadi untuk sekarang, kata Izat
yang akrab disapa Moris ini mengatakan tak terpikir untuk dijual atau menjadi
mesin penghasil uang namun untuk konsumsi pribadi dulu. Semangat untuk
membudidayakan kelulut juga dikarenakan di sekitar rumahnya terdapat berbagai
jenis tanaman yang bisa memberikan asupan makanan bagi kelulut, sebab di
sekitar rumah ada pohon mangga, lengkeng, jambu air dan berbagai jenis tanaman
berbuah lainnya. ‘’Jadi kita yakin dengan asupan koloni kelulut ini ada maka
bisalah membudidayakannya. Kalau tidak ada asupan itu kita yakin koloni tak
akan berkembang dan tak mendapatkan madu yang memadai,’’ jelasnya.
Untuk menghasilkan satu sendok
madu kelulut, koloni harus mendapatkan empat juta bunga. Tapi yakinlah untuk
mendapatkan satu sendok itu bisa terpenuhi jika melihat jumlah koloni kelulut
dalam satu sarang. Sebab dalam satu sarang kelulut memiliki kurang lebih 4.000
koloni dan jarak tempuh mendapatkan nekter, polen dan air itu beradius 500
meter persegi. ‘’Jadi kalau membudidaya yakinkan kalau di radius 500 meter
persegi tersebut tersedia pakan bagi kelulut itu,’’ jelasnya.
Sendi juga menceritakan kalau
temannya membudidaya ratusan log kelulut karena manfaatnya. Bahkan sekarang
sudah ada 200 log. Hal ini dikarenakan mahalnya madu kelulut yang didapatkan
dari Provinsi Bangka Belitung dengan harga rata-rata Rp800 ribu per
liternya. Madu kelulut itu digunakannya
untuk konsumsi anaknya yang terkena penyakit lupus. ‘’Kabarnya sejak
mengkonsumsi madu kelulut penyakit lupus anaknya hampir sembuh dan tidak lagi
rutin per bulannya harus cek up di Singapura. Hal inilah membuat dirinya
termotivasi untuk membudidaya kelulut,’’ jelas Sendi.
Berbeda dengan Risman atau Ateng,
dirinya membudidaya sekitar 27 log kelulut karena melihat pangsa pasar dan bisa
menjadi hasil tambahan per bulannya. Selain itu dirinya melihat untuk
mendapatkan log sarang kelulut tersebut mudah didapatkan di daerahnya yaitu di
Dusun Jawi-jawi. Selain mudah mendapatkan log untuk pakan kelulut ada di
sekitar lingkungannya. Sebab di lingkungannya terdapat perkebunan durian,
rambutan, sawit, karet dan juga padi. ‘’Jadi kita yakin kalau kelulut akan
berkembang dengan baik di sini,’’ jelasnya.
Bapak dengan tiga anak ini juga
terus menambah log-log sarang
kelulut, seperti Rabu kemarin dirinya mendapat tambahan dua log. ‘’Dua log ini diyakini bisa
menambah jumlah madu dua bulan ke depannya,’’ jelas Ateng yang mengaku seharian
hanya bekerja sebagai penakik atau penyadap karet ini.
Dikatakan Ateng penghasilan karet
per bulannya sangat tak menjanjikan dan diyakini hanya bisa memenuhi keperluan
hidup sehari-hari. Sedangkan anak-anak mau sekolah dan keperluan rumah tangga
lainnya. Dengan penghasilan tambahan ini diharapkan terus memberi secercah
harapan dengan tetap stabilnya harga madu kelulut tersebut. ‘’Dengan harga
sekarang kita berharap terus berlanjut dan tak ada kendala lainnya. Karena
bukan kita saja diuntungkan teman-teman yang mencari sarang kelulut juga
diuntungkan,’’ kata Ateng.
Berburu Sarang Kelulut
Berburu sarang kelulut menjadi
agenda rutin bagi warga tempatan di Dusun Jawi-jawi, Kecamatan Kampar Timur,
Kabupaten Kampar. Pekerjaan tambahan ini seperti dilakukan Siman (40).
Siman setiap harinya terus
berburu sarang kelulut. Hal ini dikarenakan tingginya permintaan akan log
sarang kelulut bagi pembudidaya lebah kelulut. Baik pembudidaya yang ada di
Kampar, Pekanbaru dan daerah lainnya.
‘’Alhamdulillah hari ini dapat
dua log. Ada di batang jambu dan pohon karet. Jadi tinggal menebang pohon itu
saja. Makanya saya datang ke sini,’’ kata Siman kepada Riau Pos yang saat itu
bertandang di rumah Ateng.
Menurut Siman, harga per lognya
cukup bervariasi. Misalnya untuk Ateng memfasilitasi untuk menebang batang kayu
berisi kelulut bisa dikenakan biaya Rp75-80 ribu. Tapi kalau mengantar ke Dusun
Sungai Pinang, kata Siman, harga per lognya bisa mencapai Rp100-120 ribu.
‘’Tapi kalau kawan ada membudidaya lebih baik dikasi kawan saja,’’ jelas Siman
sambil melihat Sendi dan Ateng yang sedang memanen madu kelulut sore itu.
Dikatakan Siman dirinya tak
sendiri dalam berburu log kelulut tersebut ada beberapa teman lainnya juga
melakukan pekerjaan yang sama. Selesai menakik langsung mencari kayu-kayu ada
sarang kelulut. ‘’Nasib-nasib. Terkadang dapat satu bahkan terkadang tak dapat
sama sekali, namanya juga usaha,’’ ucapnya.
Memanfaatkan Barang Bekas
Banyaknya jumlah sarang dan
memaksimalkan hasil saat panen, Sendy Nuari Kamisa memutar otak untuk
menciptakan alat untuk memanen madu trigona. Sebelumnya alat untuk menyedot
madu dari kantong-kantong madu dalam sarang kelulut hanya menggunakan alat
suntik dan juga alat penyedot asi bayi.
Dengan dua alat penyedot tersebut
waktu pemanen madu kelulut terhitung lama dan memakan waktu berjam-jam. Namun
dengan alat sederhana ciptaannya yaitu terbuat dari kompresor kulkas bekas.
Dengan memodifikasi kompresor kemudian disambung dengan pipa kecil penghubung
dari kompresor ke wadah. Kemudian dari wadah penampung madu kembali disambung
pipa atau selang kecil untuk punca penyedot madu kelulut.
‘’Ini dicoba-coba ternyata
berhasil. Sehingga waktu pemanenan madu kelulut menjadi lebih cepat. Biasanya
satu sarang mencapai 3 jam. Tapi dengan alat sederhana ini hanya memakan waktu
satu jam saja,’’ jelasnya.
Berharap Perhatian Pemerintah
Dengan mulai bomingnya madu
kelulut di Indonesia khususnya di Riau. Diharapkan perhatian pemerintah
terhadap budidaya lebah kelulut (trigona) ini juga ditingkatkan. Terutama
pelatihan bagaimana meningkatkan mutu pengelolaan dan mutu lebah dihasilkan.
Selain itu memberikan jalan atau menunjukkan pangsa pasar madu kelulut kepada
masyarakat.
Seperti pengalaman-pengalaman
telah sudah terutama membudidaya lebah cerena perhatian pemerintah sangat
serius dalam meningkatkan penghasilan ekonomi masyarakat di Kabupaten Kampar.
Hal ini dialami langsung Risman atau Ateng. ‘’Waktu memelihara atau membudidaya
nyuan (lebah cerena) kami dulu dapat pelatihan sehingga bisa menghasilkan madu
maksimal. Begitu juga dengan madu kelulut ini diharapkan demikian juga dapat
bimbingan dan latihan. Sehingga membudidaya kelulut ini tidak sia-sia,’’
jelasnya.
Dikatakan Ateng, masih belum
adanya perhatian terhadap budidaya madu kelulut ini juga akibat dari belum
dikenal secara maksimal manfaat ekonominya di tengah masyarakat luas.
‘’Sekarang budidaya kelulut terkesan elit dan belum banyak orang
membudidayakannya. Hal ini mungkin membuat pemerintah belum memperhatikannya ke
arah sana,’’ jelas Ateng yang saat itu tengah memanen madu kelulut di halaman
depan rumahnya.
Atau sampai sekarang pemerintah
khususnya dinas kehutanan dan pertanian juga perternakan beranggapan kelulut
masih sebatas hama yang tak bermanfaat. Sehingga budidaya kelulut masih
dipandang sebelah mata. Padahal jika dilihat dari harganya dan tenggang waktu
panen madunya, dinilai sangat ekonomis dan sangat membantu masyarakat.
Terutama untuk pengembangan usaha
kecik masyarakat. Semua tahu kalau usaha kecil, kata Ateng, terkendala pada
modal awal. Walaupun punya keahlian terkadang kalau tak ada modal dan pembinaan
dari pemerintah tetap melemah juga.
Menurut Ateng, dengan tingginya
permintaan terhadap madu kelulut ini diharapkan ke depannya pemerintah respon
dan memberikan pemahaman dan paling tidak menyiapkan toping-toping untuk bahan
dasar untuk membudidayakan kelulut. ‘’Itu harapan saya, semoga ini didengar
pemerintah,’’ harapnya. ***
Comments
Post a Comment