Keindahan Mangrove dan Pantai Tak Bisa Dinikmati Wisatawan *Tradisi Zaman Berzaman Tak Pernah Hilang

Keindahan pantai berpasir Tanjung Sedekip, rimbunnya batang perepat, api-api, bakau dan belukap yang berbatas langsung dengan Sungai Kembung Luar tak bisa dinikmati para penggila hutan mangrove. Padahal keberadaan ribuan hektare hutan mangrove  dan putihnya pantai yang terletak di ujung Pulau Bengkalis ini menjadi ikon wisata yang bisa dikembangkan.

          Lagi-lagi alasan klasik yang sering muncul. Tak lain beralasan sulitnya jalur transportasi menuju pantai dan muara Sungai Kembung. Padahal keberadaan pantai dan muara sungai ini berhadapan langsung dengan negeri jiran Malaysia. Bahkan jika cuaca terang keberadaan bukit-bukit dan gunung di seberang Selat Melaka terlihat jelas. Keberadaan bukit terdapat di negeri Muar, Batupahat dan Melaka terlihat jelas dan menjadi pemandangan istimewa bagi warga yang melihatnya jika cuaca bagus.
        Keindahan pantai Tanjung Sedekip yang panjang pantainya hampir dua kilometer dari tebing ini juga dipagari batang perepat dan api-api yang berselegar besarnya. Bahkan bisa dikatakan tebing yang berada di tanjung ini tak pernah tergerus abrasi karena masih terawatnya mangrove yang membentengi tebing. Selain itu di sepanjang tebing pepohonan mangrove dengan berbagai jenis, mulai dari batang bebetak, lenggadai, bakau putih, sesup, nyirih, kedabu dan berembang tak pernah dirusak dengan penebangan liar. ‘’Kalaupun ada hanya tebang pilih. Sudah menjadi kesepakatan tidak boleh menebang kayu berukuran dibawah tiga inchi,’’ kata tokoh masyarakat Desa Telukpambang, M Sani Bakar.
         Berdekatan Tanjung Sedekip ini juga ada teluk yang dikenal dengan Tualang. Di teluk ini juga terdapat bendang (seperti tasik di atas pantai) yang kedalaman airnya mencapai 1,5 meter saat air timpas (surut terakhir). Di teluk ini menjadi tempat berkembang biak ikan, mulai dari kakap putih, bawal niur, kurau, belanak, seliap, puput banang, puput melaka, todak, rengak, sembilang, belukang, tamuk, selangat dan berbagai jenis ikan lainnya. Selain itu berbagai jenis kepiting bakau, ranjungan, kepah, kerang bulu, senteng  dan sepahat juga ada.
       Selain bendang, juga berdekatan dengan muara Sungai Kembung yang cukup terkenal kedalamannya jika dibandingkan dengan sungai-sungai yang ada di Pulau Bengkalis. Di muara Sungai tumbuh rimbun berbagai jenis mangrove dan paling dominan bakau putih (bakau rangkak) yang ribun di tepian sungai. Dari kejauhan berjarak 500-1000 meter ke darat berjaras batang mangrove yang mayoritas bakau putih, belukap dan juga tumu. Hingga sekarang muara Sungai Kembung ini ditempatkan pos angkatan laut dan polair. 
       Jika menyusuri dari muara kembung menuju ke hulunya akan terdapat berpuluh-puluh anak sungai yang kiri kanannya penuh dengan hutan mangrove. Sebut saja Anak Sungai Kembung, Sungai Limau, Sungai Selayar, Anak Sungai Selayar, Sungai Rambai, Sungai Konding, Sungai Keluang, Sungai Pancur, Sungai Ketiau, Sungai Banan, Sungai Raya dan Sungai Tasik. ‘’Pada umumnya satu kilometer ke dalam anak-anak sungai ini berisikan hutan mangrove yang hijau dan rimbun,’’ jelas Sani.
       Sungai kembung ini juga sejak lama sudah terkenal dengan tingkat perdagangan luar negeri sejak zaman kerajaan di sepanjang Selat Melaka hingga sekarang. Itu dibuktikan masih adanya aktivitas ekspor-impor   yang dilakukan warga tempatan dan menjadikan sungai ini bandar atau pelabuhan internasional walaupun tak pernah diakui negara. ‘’Kalau nakhoda Sungai Kembung ini sudah terkenal sejak lama bagi tauke di Batupahat, Muar, Melaka dan Singapura. Dulu masih maraknya penjualan kayu teki (Bakau, red) sedikitnya enam tongkang layar berlambung 20-40 ton keluar menuju Muar, Batupahat, Singapura atau Melaka. Tapi sekarang tidak ada lagi, yang ada hanya kapal pembawa kelapa bulat ekspor ke Melaka atau Batupahat,’’ jelasnya.
       Kembali ke keindahan mangrove di Sungai Kembung dan Tanjungsedekip. Bagi warga tempatan di sepanjang Sungai Kembung dan anak-anak sungainya menjadi sumber pendapatan perikanan dan hasil lautnya. Bagi warga suku akit, di sepanjang anak sungai menjadi tempat untuk mendapatkan siput sedut dengan berbagai jenis. Mulai dari siput diberinama siput timba, simput mata merah, siput gantung dan juga bongan. Bukan itu saja juga menjadi ladang untuk mendapatkan jenis kerang-kerangan, baik itu lokan, buah tanah, sepetang dan juga sebarai. Selain itu juga menjadi tujuan untuk mendapatkan kepiting bakau dengan ukuran jumbo.
      Sungai kembung juga terkenal sebagai tempat pemancingan. Hal ini disebabkan sungai satu ini tidak terpengaruh terhadap pasang naik atau pasang surut. Berbagai jenis ikan pernah didapatkan warga saat memancing. Ada ikan kakap bakau (ikan tanda, sebutan warga kampung), ikan sedak (ikan tawar),  ikan sembilang, kakap putih (siakap sebutan warga tempatan), ikan duri otik, ikan belukang dan tak jarang warga mendapatkan ikan kurau dan ikan pari.‘’Sungai Kembung memang menjadi destinasi pancing yang menarik. Hanya saja belum tergarap dengan maksimal dan sulitnya jalur transportasi darat,’’ jelasnya.

Kampung dengan Berbagai Tradisi

Selain itu berbagai iven tradisi juga tersaji di bulan-bulan tertentu di tepian Selat Melaka tersebut. Untuk di daratnya tersaji tradisi membela kampung dengan mengorbankan seekor kambing jantan di satu Muharam bulan Hijeriah. Kemudian di malam harinya dilakukan kenduri sekampung dengan menghadirkan para tokoh kampung dari berbagai dusun.
     Panitia pelaksana tradisi yang warga kampung disebut ‘’Bela Kampung’’ juga menyiapkan berbagai masakan juga menyiapkan kemenyan putih. Untuk masakan panitia menyiapkan gulai kambing, nasi kunyit, bubur lambuk dan bubur merah (bubur pulut).  Pada malam harinya berdoa bersama-sama dan diujung acara dibagikan kemenyan putih kepada tokoh masyarakat. Jadi tokoh masyarakatlah yang membagikannya kepada warga.
       Sudah menjadi tradisi di Kampung Telukpambang, jika satu Muharam, warga dilarang beraktivitas seperti menyadap karet, menebang kayu hutan hingga memetik dedaunan yang ada. Kebiasaan dan tradisi ini terus bergulir hingga ke zaman modren sekarang ini. Bahkan semua masyarakatnya mengikuti aturan tersebut. Ini dilakukan karena adanya sugesti jika ada yang melanggar aturan tersebut akan terkena bala atau hal-hal yang bisa menjadi penyakit bagi individu yang melanggarnya.
    Di bulan Muharam ini juga dilakukan ‘’Bela Laut’’. Tidak seperti membela kampung, untuk membela laut hanya menyiapkan berbagai perlengkapan seperti nasi kunyit dan melakukan berdoa bersama di tengah laut. Sedikitnya 7-10 pompong nelayan akan menuju ke tengah laut dengan membawa makanan nasi kunyit dan makanan lainnya. Sesampainya di tengah laut di ketuai satu orang pemimpin langsung melakukan doa bersama.
     Jadi jika sudah melakukan berdoa bersama di laut tak dibenarkan satu nelayanpun pada hari itu turun ke laut untuk menangkap ikan. ‘’Ini sudah tradisi turun-temurun dilakukan warga.
Berbagai tradisi atau permainan rakyat juga dilakukan warga Desa Telukpambang. Di antaranya menaikan layang wau di tepian Selat Melaka. Kemudian melakukan pertandingan gasing antar dusun dan setidaknya tingkat RW. ***


Comments

Popular posts from this blog

Gulai Ikan Salai dengan Pucuk Ubi

Keranjang Rotan Rohil Laris Manis

Bermain Layang Wau hingga Malam di Bengkalis