Infrastruktur Masih Jadi ‘’PR’’
Masih ingat anekdot yang mengatakan
kalau naik kendaraan dan terbangun karena jalan yang berlubang merupakan
petanda memasuki Provinsi Riau. Ini yang menjadi salah satu tantangan
permasalahan infrastruktur yang masih menjadi ‘’pekerjaan rumah’’ di Bumi Melayu Lancang Kuning.
TAHUN ke tahun merupakan tahun
infrastruktur. Dinamika persoalan sarana infrastruktur mewarnai Tanah Melayu
yang kerap menarik perhatian masyarakat. Dimulai dari lubang yang menghiasi
berbagai akses jalan, permasalahan perbaikan jembatan Siak III dan IV, planning
pengembangan jalan tol Pekanbaru-Dumai yang tak kunjung dimulai hingga minimnya
alokasi dana untuk penerapan sistem rigid pada kualitas jalan yang sudah sangat
memprihatinkan.
Di Riau terdata 1.261,11 kilometer jalan nasional dan 3.033 kilometer
jalan provinsi. Dari angka tersebut angka kerusakan yang tergolong ringan,
sedang hingga berat masih tergolong tinggi. Untuk jalan provinsi misalnya,
645,41 kilometer atau 21,48 persen kondisi baik, 739,87 kilometer atau 24,39
persen kondisi sedang, 815,42 kilometer atau 26,88 persen dalam rusak ringan
dan 832,62 kilometer atau 27,45 persen rusak berat.
Sementara untuk jalan nasional, 444,79 kilometer atau 39,50 persen kondisi
baik, 477,17 kilometer atau 42,37 persen kondisi sedang, 154,90 kilometer atau
13,76 persen rusak ringan dan 49,25
persen atau 4,37 persen rusak berat.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan jalan di Riau memerlukan perhatian serius.
Pertama,
karena kondisi tanah dasar yang sebagian besar rawa gambut. Faktor lainnya
adalah kualitas jalan yang masuk dalam kategori kelas III dan sudah tergolong
tua, sehingga diperlukan peremajaan dengan peningkatan kualitas untuk dapat
dimanfaatkan secara maksimal.
Selain itu, beban lalu-lintas yang berlebihan dengan tonase kendaraan
yang melebihi kapasitas menyebabkan kerusakan jalan di Riau kian parah. Hal itu
diperparah dengan kualitas pembangunan jalan dan pemeliharaan yang kurang
memadai.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau, SF Hariyanto kepada Riau
Pos, mengatakan, kondisi tersebut memang menjadi tantangan dalam
mengoptimalkan pelayanan jasa transportasi kepada masyarakat. Untuk itu telah
dicarikan berbagai solusi, mulai dari menginventarisir kawasan yang memerlukan
perhatian ekstra hingga menerapkan sistem rigid pavement (beton) untuk
meningkatkan kualitas jalan. ‘’Kami memberikan perhatian serius untuk kerusakan
jalan itu. Kalau untuk tahan lama, memang harus dengan kualitas maksimal.
Seperti dengan penerapan sistem rigid pavement,’’ imbuh Hariyanto.
Untuk 2013, dia mengatakan proses perbaikan jalan disesuaikan dengan
porsi anggaran. Namun, dia memastikan, komitmen diperlihatkan dengan
pembangunan jalan dengan sistem rigid sepanjang 110 kilometer yang tersebar di
Riau. ‘’Kalau hanya tambal sulam, beberapa tahun sudah bisa rusak. Kami harus
serius untuk itu, sistem rigid itu sudah diterapkan di negara luar, seperti di
Filipina dan Thailand. Karena memang daerah kita ini 50 persen adalah gambut,
maka konstruksi yang paling layak itu memang rigid,’’ tegas Hariyanto.
Sepanjang 115 kilometer jalan rigid tersebut dibangun di Dumai-Lubuk
Gaung (Duman dan Kuansing), Peranap-Lubuk Kandis (Inhu), Simpang
Beringin-Maredan (Siak), Selensen-Kota Baru (Inhil), Bolak Raya-Benteng
(Inhil), Lipat Kain-Batu Sasal (Kampar.) Ini menjadi perhatian, karena ketersediaan
infrastruktur, merupakan salah satu faktor penentu daya saing bagi setiap
daerah.
Semakin banyak ketersediaan infrastruktur yang berkualitas maka semakin
tinggi pula nilai daya saing suatu daerah, sehingga semakin besar pula peluang
untuk menarik investasi ke daerah tersebut. Infrastruktur juga merupakan salah
satu motor pendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Sedangkan untuk jalan nasional, dia
mengaku tidak memiliki kewenangan untuk penanganannya. Namun, dalam pertemuan
dengan pusat, permasalahan jalan nasional yang memprihatinkan sudah disampaikan
untuk menjadi pertimbangkan. ‘’Jalan
nasional menggunakan APBN. Kami sudah inventarisir dan informasi ke pusat.
Memang selama ini, perhatian pusat masih minim. Padahal kontribusi kita ke
pusat sangat besar. Ini yang terus kita suarakan ke pusat,’’ kesalnya.
Sementara itu, pengamat perkotaan dan konstruksi Dr Ir M Ikhsan MSc
menilai salah satu faktor penyebab tingginya angka kerusakan jalan provinsi dan
nasional adalah dari sisi pemeliharaan. Untuk itu, salah satu solusi yang
diperlukan adalah dengan penerapan sistem rigid pavement.
‘’Sistem rigid itu saya pikir
sebagai suatu keharusan. Meskipun agak mahal, tetapi kualitas jalan akan lebih
baik dengan sistem rigid. Saya pikir
itu solusi baik. Ya mau tidak mau harus diterapkan. Harganya memang bisa tiga
kali lipat dari pemeliharaan jalan,’’ sambung akademisi Universitas Riau itu.
Ketua Komisi C DPRD Riau, Aziz Zainal menilai kondisi jalan di Riau
sudah tidak tepat lagi jika dilakukan dengan sistem tambal sulam. Dengan
pertimbangan itu, dia menegaskan pihak legislatif siap men-support
rencana pengembangan jalan dengan sistem rigid untuk menjawab permasalahan
infrastruktur di Riau, dengan catatan pengerjaan harus berkualitas dan terus
diawasi.
‘’Sistem rigid atau beton
memang agak mahal. Untuk rigid perkilometer diperlukan dana mencapai Rp8
miliar, sementara pengaspalan biasa cukup dengan Rp4 miliar. Tapi dari segi
kualitas sangatlah jauh berbeda, kalau pengaspalan biasa hanya bertahan 2-3
tahun. Tapi kalau rigid bisa bertahan
sampai 20 tahun,’’ ungkap pria berkacamata itu.
Pekerjaan rumah lain yang masih menjadi catatan permasalahan
infrastruktur di tahun 2013 lainnya adalah proses perbaikan jembatan Siak III.
Meskipun sempat mengalami beberapa kendala teknis yang mengakibatkan penundaan,
akhirnya jembatan yang menghubungkan pusat kota dengan Kecamatan Rumbai dan
Rumbai pesisir itu resmi ditutup untuk diperbaiki selama lima bulan.
Penundaan yang terjadi sempat menimbulkan kekhawatiran masyarakat
tentang kemampuan jembatan dalam menampung laju mobilitas yang terus mengalami
peningkatan di Kota Pekanbaru. Permasalahan lain mencul, ketika akses
transportasi itu ditutup, timbul kemacetan karan arus transportasi tertumpu
pada jembatan Siak I dan Siak II.
Menurut jadwal, pengerjaan perbaikan Jembatan Siak III itu bakal memakan
waktu 4-5 bulan. Setelah itu baru dilakukan uji coba kekuatan jembatan kembali
oleh tim teknis. Pengerjaan perbaikan jembatan dilakukan lima tahap. Untuk
tahap pertama, proses persiapan pengerjaan awal selama sepekan. Kedua
pengiriman material selama 2-3 pekan. Kemudian tahap ketiga lanjutan perakitan
dan install (pemasangan) material hanger.
Menurut dia, tiga tahapan perbaikan itu sudah dilalui. Kemudian tahap
keempat dan kelima yakni, pelaksanaan perbaikan dan monitoring serta evaluasi.
Kedua tahapan ini memang memerlukan waktu yang cukup panjang yakni 16 pekan
atau sekitar empat bulan kerja.
Untuk lebih teknisnya, proses pelaksanaan perbaikan dilakukan dengan 8
tahap pengerjaan. Setiap tahap dilakukan dengan meng-adjust 3 hanger
selama 15 hari untuk tiga hanger. Artinya pemasangan dan pengujian temporary hanger per satuan memerlukan
waktu 5 hari. Sehingga secara keseluruhan memerlukan waktu sekitar 4 bulan.
Pascapemasangan dan pengujian temporary hanger dilanjutkan dengan
tahapan finalisasi, monitoring dan penyempurnaan. Pada saat ini, seluruh hanger akan dievaluasi dan kembali diuji
beban untuk melihat kekuatan hanger
yang baru.
‘’Jadi memang cukup rumit. Pengerjaan secara teknis memerlukan waktu
yang tidak singkat, karena memerlukan kehati-hatian dan ketelitian. Untuk
diketahui, proses perbaikan ini lebih rumit dari pada pemasangan awal jembatan.
Karena sekali salah SOP-nya, dampaknya sangat luar biasa,’’ urai Kepala Bidan
Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Riau, Ahmad Ismail.
Tidak hanya itu, permasalahan infrastruktur lainnya adalah tak kunjung
tuntasnya rencana pengembangan jalan tol Pekanbaru-Dumai. Bahkan, proses ganti
rugi lahan sebagai salah satu syarat mutlak untuk pengembangan akses
transportasi bebas hambatan itu tidak tuntas di tahun 2013. Gesekan demi
gesekan terus melanda, diakhir tahun 2013 merebak isu rencana pengembangn tol
Pekanbaru-Dumai dicoret dalam blue print program prioritas pembangunan
nasional.
Hal itu dibantah Asisten II Setdaprov Riau, Emrizal Pakis saat ditemui Riau
Pos di Kantor Gubernur Riau. Penegasan itu dilakukan setelah melakukan crosscheck
langsung di Kementerian PU RI dan instansi terkait di level pusat. Hanya saja,
dia mengaku masih ada beberapa permasalahan yang perlu menjadi perhatian
bersama. Salah satu kendala teknis yang dialami adalah adalah trase jalan yang
terbuntur hutan produksi konvensi (HPK) dan Hutan Produksi terbatas (HPT).
Kondisi itu diperparah dengan kurang kooperatifnya perusahaan yang arealnya
terkena imbas pengembangan infrastruktur tersebut.
Sebagai solusi, Pemerintah Provinsi Riau bersama tim percepatan
pembangunan jalan tol Pekanbaru-Dumai telah melakukan konsultasi ke pusat,
baik dari Kementerian Pekerjaan Umum RI, BPN hingga ke aparat penegak hukum di
level pusat. Ini ditempuh agar planning
yang dirancang tidak menjadi kendala di kemudian hari.
Setelah melewati tahapan yang cukup panjang di triwulan akhir tahun
2013, proses ganti rugi lahan tol Pekanbaru-Dumai dimulai. Pemerintah pusat akhirnya menggelontorkan
dana mencapai Rp8,6 miliar untuk ganti rugi lahan tol tahap awal di daerah Minas,
Siak. Capaian itu diyakini menjadi embrio awal untuk melanjutkan proses ganti
rugi di tahun 2014 mendatang.
‘’Pasca-dirampungkan ganti rugi jalan tol Pekanbaru-Dumai dan diawalinya
pembangunan sepanjang 7 Km (Pekanbaru-Kandis), Pemprov Riau akan melanjutkan
proses untuk 10 Km lagi. Namun, proses ini terkendala, di mana salah satunya
adalah trase atau sumbu jalan tol yang harus melewati kawasan hutan,’’
imbuhnya.
Menurutnya, pihak pusat melalui Kementerian PU dan koordinasi dengan
Kementerian Kehutanan, sudah menunjuk UPT Balai Pengelolaan Kawasan Hutan
(BPKH) Kemenhut di Pekanbaru dalam menuntaskan kendala trase di wilayah hutan. Dia mengharap hal itu menjadi solusi untuk
menjawab permasalahan ganti rugi lahan tol yang sudah lama dinantikan
masyarakat.
Selain itu, persoalan klasik dalam infrastruktur di Riau yang juga
ditemukan ditahun 2013 adalah penempatan gedung baru Bank Riau-Kepri di jalan
protokol Pekanbaru yang tidak terealisasi. Gedung pencakar langit yang telah
menelan dana ratusan miliar itu hampir setahun tidak difungsikan karena
terkendala administrasi antara pihak direksi dengan kontraktor pelaksana.
Gedung yang sebelumnya diharapkan menjadi ikon baru di Bumi Melayu Lancang
Kuning seakan menjadi monumen saksi bisu karut-marutnya planning
pengembangan infrastruktur di Riau.
Informasi terakhir, Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) akan
menggelar sidang terakhir mengenai
Menara Bank Riaukepri (BRK), 15 Januari mendatang di Pekanbaru. Pemprov Riau berharap sidang ini akan
memberikan keputusan final terhadap gedung yang sudah setahun ini selesai namun
belum bisa dipergunakan.
Harapan itu disampikan Kepala Biro Ekonomi Setdaprov Riau, Syahrial Abdi
kepada Riau Pos, belum lama ini. Dia
menegaskan, BUMD milik Riau yang bergerak di bidang Perbankan sudah siap atas
segala konsekuensi dari putusan majelis hakim.
‘’Bank Riau-kepri sudah menyiapkan
anggaran, sudah siap seandainya memang harus dibayarkan. Karena hasil utang
akan diketahui secara keseluruhan sehingga bangunan benar-benar menjadi milik mereka,’’
lanjutnya.
Dia mengakui, selama ini proses pelunasan pembayaran utang bangunan
Menara Bank Riau Kepri masih terkendala.
Sebab, pihak kontraktor meminta bayaran jauh lebih besar dibanding kontrak
karena adanya anggaran perawatan. Namun hal ini diakui Syahrial dapat dituntaskan
dan sedang dalam proses penyelesaian.
‘’Kita berharap ini jadi jawaban untuk permasalahan yang selam ini
terjadi. Mudah-mudahan tuntas dan menara bisa dimanfaatkan segera,’’ harap
mantan Kepala Biro Kesra Setdaprov Riau itu.
Karut-marut situasi tersebut makin diperkeruh dengan pembatalan
penunjukan Rafjon Yahya sebagai Dirut Bank Riau-Kepri. Untuk permasalahan ini,
Pemprov Riau mengaku salah atas pembatalan Rafjon Yahya sebagai Direktur Utama
(Dirut) Bank Riaukepri yang idealnya dilantik paling lambat 3 Desember lalu.
Apakah rangkaian pekerjaan rumah infrastruktur di Riau terselesaikan di tahun
2014 mendatang? Inilah yang menjadi salah satu tantangan besar gubernur dan
wakil gubernur Riau terpilih untuk mencari jawaban atas sekelumit permasalahan
infrastruktur tersebut.***
Comments
Post a Comment