Bagansiapi-api Penghasil Ebi dan Udang Pepai Terbesar


Daerah penghasil  ikan terbesar di Bagansiapi-api terdapat di tiga daerah. Terutama Pulau Halang, Panipahan dan Sinaboi. Meskipun Panipahan dikatakan daerah penghasil ikan terbesar, tapi untuk  penghasilan udang tentu lebih terkenal  Pulau Halang.

PULAU HALANG

DI daerah ini terkenal dengan penghasil udang,baik itu udang merah maupun putih. Kemudian cukup terkenal dengan udang pepai dan ekaunya (sejenis udang mirip lopster).
    Untuk mencapai Pulau Halang menggunakan speedboat hanya 30 menit. Namun menggunakan kapal kayu bisa memakan waktu 2,5 jam. Untuk kapal menuju Pulau Halang ini hanya ada satu kali sehari dari Bagansiapi-api pada pagi hari dan sore dari Pulau Halang. Biaya naik feri maupun speedboat  Rp52 ribu.






   Seperti umumnya daerah-daerah pesisir di Rokan Hilir, Pulau Halang juga mayoritas dihuni warga Tionghoa. Itu tak lain karena bagansiapi-api memang punya ikatan yang sangat erat dengan warga Tionghoa. Beruntung bagi Riau Pos, Kamis (12/3) lalu, pasalnya untuk berangkat bisa menumpang speedboat milik Dinas Perikanan dan Kelautan yang membawa rombongan menuju Kota Panipahan. Namun untuk pulang ke Bagansiapi-api harus menggunakan kapal penumpang yang berangkat dari Pulau Halang pukul 13.30 WIB
     Sekitar pukul 08.00 WIB speedboat yang dikemudikan menuju jembatan yang kayu yang tak jauh dari ujung tanjung di Pulau tersebut. Deretan bang liau (gudang penyimpanan ikan) terus terlihat di Pulau Halang depan. Puluhan bang liau dan  menyapa Riau Pos di kiri kanan beton jembatan yang merupakan jalan bagi warga pesisir pantai.
       Dari kejauhan tampak buruh angkat dan penjemur udang keluar masuk bang liau, sedangkan di petia (tempat penjemuran ikan dan udang) tangan dan jari lentik para ibu-ibu sibuk menjemur dan merapikan udang dan ikan. ''Ginilah kerje para ibu-ibu disini. Ikut mengais rezeki membantu suaminya mengambil upah menjemur ikan dan menjemur udang,'' jelas Asiong pemilik bang liau dan petia udang.
    Asiong saat itu tampak sibuk menyeret box atau peti ikan yang isinya berisikan udang yang sudah di rebus. Parno (33) sambil membawa garuterbuat dari kayu mulai mengisai dan menyerakkan udang yang sudah di rebus agar terkena panas.  ''Kalau panas kuat satu hari udang rebus ini kering. Jadi setelah itu bisa dipisahkan kulit, kepala dan isinya,'' jelas Asiong penampung udang di Pulau Halang.
     Sambil memisahkan udang-udang merah berukuran besar dari dalam kotak Asiong berujar. ''Udang-udang ini dijual ke Bagansiapi-api saja. Kalau yang basah, begitu juga yang kering  jelasnya,'' kata Asiong satu dari 3.000 penduduk Pulau Halang  kepada Riau Pos.
      Untuk harga udang dirinya mengambil dari kapal-kapal nelayan  dengan harga bervariasi. Untuk ukuran A berkisar Rp25-30 ribu.  Sedangkan ukuran B per kilonya Rp15-18 ribu. ''Kalau banjir  udang harga bisa turun, kalau tak ada bisa melambung tinggi,''  lanjutnya.
      Asiong merupakan satu-satunya penampung udang berukuran besar dari kapal-kapal bubu milik warga Pulau Halang. Jadi hampir  setiap hari dirinya kebagian udang besar dan ukuran sedang.   ''Kalau udang besar dan sedang kita jual ke Asiong. Karena untuk  udang besar atau membuat ebi hanya dia di Pulau Halang ini,'' jelas  Kie Lap.
      Menurut dia, untuk penghasilan pas-pasan saja.Pasalnya untuk menjadikan udang hingga menjadi ebi memakan biaya. Pertama menurut dia harus mengupah orang untuk memilah udang yang kecil sedang atau besar. Untuk memilih ini ibu-ibu diberi upah per kilonya Rp500-700 per kilonya.  Sedangkan untuk bagi penjemur digaji per bulan. Berkisar Rp1.500.000 per bulan dan makan ditanggung.
         *Pemasaran Ebi Hingga ke Jakarta
Sambil menyerakkan udang menggunakan garuk kayu, Asiong menjelaskan kalau ebi dan udang pepai ( cepai bahasa warga Pulau Halang) di jual ke Bagan, Pekanbaru, Jambi, Palembang hingga Jakarta.
     ''Yang jelas ebi ini untuk lokal dan tidak ekspor,'' kata Asiong yang saat itu didampingi anak buahnya yang terus menyerak kepala udang kering.  
      Untuk harga udang kering cukup mahal saat sekarang ini. Untuk katagori A yang besarnya mencapai sebesar kelingking orang dewasa per kilonya Rp110.000 sedangkan untuk ukuran kecil atau katagori B berkisar Rp90.000. Sedangkan untuk udang pepai harganya berkisar Rp8-12.000 ribu.  ''Ebi ini sampingan saja, tapi kita fokus ke udang basah,'' jelasnya.
     Dulunya udang basah tersebut dibawa ke luar negeri akan tetapi sekarang tak bisa lagi. Jadi pasaran udang basah hanya untuk daerah Tanjung Balai Asahan, Dumai, Bagansiapi-api dan Pekanbaru.  ''Dulu bisalah di bawa ke Malaysia. Tapi isu formalin membuat udang-udang dari tempat kita ni di stop. Padahal bukan disini berbuat macam itu,'' jelasnya.
        *Penghasilan Udang Terus Menurun
Keberadaan udang yang dulunya per hari bisa mencapai ratusan kilo saat sekarang per harinya hanya puluhan kilo saja. Seperti disampaikan Kepala Cabang Dinas Perikanan dan Kelautan Pulau Halang Edi Hendri, dulu udang mecapai 100-200 kilo udang basah per hari.
       ''Sekarang mencari udang kasar satu pungkis atau bakol saje payah,'' jelas Edi Hendri.  Makanya bagi warga pengumpul udang basah dan juga ebi pada umunya mereka mengumpul udang untuk beberapa hari kemudian baru dikirim ke Tanjung Balai Asahan, Jambi, Pekanbaru,Palembang dan Jakarta. ''Jadi tak seperti dulu, satu hari bisa kirim langsung ke tempat tujuan tauke di kota-kota besar,'' jelasnya.
       Diakuinya dulu udang di daerah Pulau Halang di ekspor ke Malaysia dan Singapura. Tapi saat sekarang sudah tak jalan lagi karena terjadi berbagai isu tak enak terutama berkenaan penggunaan formalin. ''Padahal di daerah kita terutama di Pulau Halang ini tak ada warga menggunakan formalin. Tapi sampai saat sekarang permintaan Malaysia tak ada lagi, jadi jual ke lokal saja,''
jelasnya.
      Begitu juga dengan ebi dan pepai juga di jual untuk dalam negeri dan tidak luar negeri. Diakuinya untuk enam bulan terakhir di tahun 2011 lalu para nelayan kesulitan besar. Pendapatan udang sangat minim. ''Tahun 2012 inilah baru mulai, itupun sejak bulan Februari, Maret dan April ini. Kita berharap musim udang ini terus berlanjut,'' harap dia.
      *Ekau dan Kepiting Jadi Idola    
Berkunjung ke Pulau Halang jika tak merasakan Ekau sejenis lopster berukuran besar tentu dianggap belum pernah tiba di pulau penghasil udang tersebut. Selain bentuknya khas juga rasanya juga sangat membangkit selera.
    ''Ekau sebutan bangsa lopster itu menjadi rebutan orang. Makanya jika ada dapat yang besar langsung diambil orang, jadi nasib-nasib jumpanya,'' lanjut Edi Amran juga Hendri saat itu.
      Untuk udang Ekau tersebut per ekornya belum masak berkisar Rp15.000-20.000.  Kemudian ekau tersebut menjadi incaran bagi pengunjung yang ada di Pulau Halang ini, dan berusaha berujumpa nelayan yang pulang dari mengangkat bubu tiangnya.

     Menurutnya, bukan ekau saja, namun makanan khas lainnya berupa kepiting batu. Untuk kepiting batu atau bakau  harganya juga mahal. Per kilonya mencapai Rp45-50 ribu per kilonya. ***

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Gulai Ikan Salai dengan Pucuk Ubi

Keranjang Rotan Rohil Laris Manis

Bermain Layang Wau hingga Malam di Bengkalis