Berwisata Mangrove di Sungai Kembung Luar (3) *Melait Lumpur Demi Sebutir Lokan dan Bongan
Bongan |
Nama makanan satu ini sudah tak asing bagi masyarakat yang ada di
pesisir pantai Selat Melaka. Namun berbeda dengan lokan yang berada di tepian
Sungai Kembung Luar. Untuk lokan (kerang-kerangan berukuran sedang) banyak
ditemui di lopak-lopak sedangkan sejenis
dengannnya diberi nama sekemak berukuran jumbo banyak didapatkan masyarakat di
sepanjang alur sungai atau hulu sungai dan tepian piai (rerumputan tepian hutan
mangrove).
HARI ketiga
berada di Dusun Tanjung, Desa Telukpambang masih dapat menghirup udara segar
yang dihembus dedaunan mangrove. Pagi yang cerah itu terdengar kicauan burung
murai cina (kacer) bersahut-sahutan. Begitu juga sahutan ayam jantan berkokok
sahut menyahut memberi kabar bahwa air di laut sedang surut pagi itu.
Lokan |
Pagi itu terkesan istimewa, karena sang tuan rumah
menyiapkan ubi rebus berjudu (berteman) ikan asin tenggiri dan sambal belacan (terasi)
cabai rawit. Menu pagi itu benar-benar menerbitkan
selera dan benar-benar larut kenangan masa kecil bloger dahulu. Ubi rebus yang empuk dengan asap mengepul tersebut
langsung saya suir dan mencecahkannya ke sambal belacan dan langsung
menyantapnya. Usai memasukkan ubi ke dalam mulut tangan pun dengan cekatan
mensuir ikan asin tenggiri bakar.
‘’Kalau di kota payah nak jumpa seperti ini.
Kalau kami orang kampung inilah (ubi rebus) jadi menu andalan untuk sarapan pagi, ’’ kata
Johar sambil mengmabil sebuku ubi rebus.
Sarapan ubi rebus pagi itu benar-benar menerbitkan keringat
dan bau ikan asin tenggiri bakar meningkatkan semangat pagi. Sambil berbual
berbagai hal tentang kampung dan aktivitas warga kampung tak terasa sepinggan
ubi rebus dan tiga ekor ikan asin tenggiri bakar berukuran sedang ludes
disantap.
‘’Ha. apa rencana kita pagi ini,’’ tanya saya kepada Ismail
yang sedang asik mensuir-suir sisa ikan asin di piring pada pagi itu.
Berdasarkan rencana kemarin, kata Ismail, pagi ini mari
turun ke Sungai Tasik untuk mencari sekemak atau bongan. ‘’Sekarang air pasang
kecil dan biasanya kalau ada rezeki bisalah dapat sekemak atau bongan tu,’’
jelas pemuda yang akrab disapa Sulung ini.
Istirahat sejenak dan sambil menyerumput segarnya secangkir kopi
hangat pagi itu banyak hal disampaikan Sulung untuk mempersiapkan diri untuk
turun mencari sekemak, lokan atau bongan itu. Seperti mencari buah tanah,
mencari sekemak alatnya berbeda karena menggunakan pahat tarik atau penyadap
karet yang sudah dibuang matanya. Selain itu menyiapkan sepatu karet untuk alas
kaki dan juga karung atau uncang digunakan sebagai wadah tempat sekemak atau
bongan.
Sejurus kemudian Sulung pun mengajak bergerak dan
bersiap-siap. Dengan membawa sepeda motor kami berempat ditemani, Atik (40) dan
Mawi (20) langsung menuju ke hulu Sungai Rambai. Kali ini tidak menggunakan
kolek atau sampan namun berjalan kaki.
Sambil berjalan lopak per lopak dituruni dan tangan Sulung
pun mulai merajah atau melait lumpur. ‘’Jadi mencari lokan tu macam gini. Tapi
sebagian warga ada yang mencari pakai mata lokan dan tinggal mencungkil saja
keluar dari lumpur,’’ jelasnya sambil terus melait-lait tanah lumpur yang
berada di dalam lopak.
Dikatakan sulung mencari lokan atau bongan beginilah,
merapah lopak dan tepian hulung sungai. Jika bernasib baik puluhan bahkan ratusan lokan akan didapatkan. Tapi kalau
musim air pasang naik tinggi paling dua tiga butir lokan atau sekemak aja yang
didapatkan.
Akhirnya tibalah kami dihulu Sungai Tasik. Kali ini kami
memperhatikan Atik yang asik melait penyadap karet ke lumpur. ‘’Tak,’’ bunyi
pelait atau disebut warga setempat dengan nama arit.
Ternyata benar sekemak berukuran jumbo didapatkannya dan
saat itu ukuran sekemak sebesar piring. ‘’Alhamdulillah,’’ jelas Atik sambil
memandang.
Memakan waktu kurang lebih dua jam akhirnya kami bisa
mendapatkan 20-30 butir lokan dan beberapa biji bongan. ‘’Alhamdulillah.
Marilah kita pulang lagi. Kan dah tahu cara mencari lokan,’’ kata Sulung.
Karena saat itu cuaca kurang bersahabat karena mau turun
hujan. Dengan cekatan kami membersihkan badan dari lumpur di alur Sungai Tasik.
‘’Jadilah walaupun dapat sedikit,’’ jelasnya. (bersambung)
Comments
Post a Comment