Pantai Tenggayun Ikon Wisata Bengkalis


Para Nelayan di Pantai Tenggayun, Bengkalis

Menjadi nelayan salah satu pilihan untuk mendapatkan penghasilan untuk memenuhi keperluan  hidup bagi warga di Desa Tenggayun, Kecamatan Bukitbatu, Kabupaten Bengkalis. Tangkapan ikan gonjing (bulu ayam), lomek dan udang menjadi penentu pendapatan utama bagi warga. Jika banyak tentu bisa tersenyum lebar, namun sebaliknya jika pendapatan sulit maka hutan bertambah.

Add caption
GELOMBANG susul menyusul memecah di tepian Pantai Tenggayun akhir tahun lalu. Pantai yang sebelumnya masih menyembul dengan pasir putihnya secara perlahan diselimuti air—berkisar 15 menit pantai tak terlihat lagi. Hanya saja, gelombang masih tetap berdeburan karena saat itu air di Selat Bengkalis sedang pasang naik.
        Berjarak sekitar 300 meter dari bibir tebing berjejer 12 unit rumah nelayan. Tapi sebenarnya bukanlah rumah, akan tetapi togok sebutan bagi nelayan di pesisir pantai Selat Bengkalis dan Selat Melaka umumnya. Togok inilah yang dimanfaatkan para nelayan sebagai tempat berteduh dan menyimpan, menjemur hasil tangkapan ikan dan udang. Selain itu juga sebagai gudang untuk menyimpan jala yang disebut warga setempat dengan nama pengerih.
      Saat bertandang di tepian pantai yang cukup terkenal bagi masyarakat Bengkalis, Bukitbatu, Dumai dan Siak ini semulanya sepi. Menurut warga setempat ramai pantai itu ramai dikunjungan di hari-hari libur nasional ataupun Sabtu dan Ahad.
       Namun nasib kami sedang mujur, terutama untuk bertemua dengan para nelayan pemilik togok yang ada di Desa Tenggayun tersebut. Sertelah duduk beberapa menit di kursi dekat pondok sederhana tepian pantai dari kejauhan satu unit perahu kayu sedang mengarahkan haluannya ke tepian pantai. Perahu dengan penuh muatan karung berwarna putih tersebut beberapa saat kemudian tiba di tepi tebing pantai. Perahu milik Mail (45) ini mengangkut tujuh karung ikan masin, udang kering dan juga ikan busuk yang akan dijual kepada tauke yang ada di Desa Tenggayun.
     Ditemani saudaranya Fitra  dan Romi, Mail mulai membongkar satu per satu karung ikan masin gonjing, gelebir, ikan busuk dan udang kering dari dalam perahu. Selesai saja membongkar beberapa saat kemudian Ujang anak sulungnya sudah tiba dengan membawa gerobak kayu yang dipergunakan untuk mengangkut  karung-karung tersebut. ‘’Ikan dan udang ini merupakan hasil tangkapan kita dalam satu bintang (sepekan,red),’’ jelas Mail. 
       Berselang sekitar 30 menit, tiba satu perahu dengan sarat muatan karung-karung besar. Rupanya Nanang juga membawa lebih dari tujuh karung ikan masin keringnya. “Ikan ini sudah ada yang mengambilnya pak. Pada umumnya ikan masin kami diambil para pedagang dari Pekanbaru. Mereka langsung jemput ke Desa ini,’’ jelas Nanang sambil mengangkat karung berisi ikan kering untuk diletakkan di gerobak kayu.
         Selama satu bintang puluhan nelayan Desa Tenggayun membawa perbekalan untuk melaut di tengah Selat Bengkalis. Selama melaut para nelayan ini memasang pengerih siang dan malam. Mungkin banyak menjadi pertanyaan orang mengapa harus tak pulang ke rumah. Jawabannya sudah langsung diterima dari para nelayan. Menurut Mail,  jika pengerih tidak diangkat sekali pasang naik, maka ikan di dalam pundi (jala atau buluh yang dibuat untuk pusat berkumpulnya ikan dan udang) akan membusuk. ‘’Makanya kami siang malam dalam satu bintang itu menjaga pengerih dan berteduh di togok. Daripada jadi ikan busuk bertambah rugi, sebab harganya murah,’’ jelas Mail yang saat itu sedang memikul pendayung.
           Namun demikian, kata Mail, dalam satu purnama kita hanya dua bintang (dua pekan) saja memasang pengerih. Menurut Mail, untuk memasang pengerih hanya dilakukan pada air pasang naik besar saja. Jadi, kata dia, untuk air pasang naik kecil atau air mati tidak memasang pengerih. Di saat begitulah kesempatan untuk berkumpul bersama keluarga di rumah.
          Nanang juga menegaskan untuk waktu istirahat memasang pengerih inilah dimanfaatkan para nelayan untuk memperbaiki jala atau pundi yang rusak. Bukan jalan dan pundi saja, akantetapi juga memperbaiki kayu, buluh atau nibung penyangga jala yang sudah lapuk atau rusak. ‘’Jadi sudah menjadi pekerjaan rutin sejak kecil sampai sudah tua begini. Jadi sudah terbiasa bermandi embun dan angin malam di togok,’’ kata Mail yang mengakui pada bintang kali ini tangkapan ikan lumayan banyak jika dibandingkan pada purnama sebelumnya.
                                                                                          Per Nelayan Miliki 10-15 Pengerih
         Kelompok nelayann di Desa Tenggayun mencapai enam kelompok. Per kelompok nelayan bisa mengelola 10-16 pengerih. Namun demikian tak semuanya pengerih milik kelompok ada juga milik pribadi hal ini seperti yang dikelola oleh Mail. Dirinya memiliki sebanyak 13 pengerih yang dipasangkan di tengah Selat Bengkalis tersebut.
         Untuk mengelola atau menangkap ikan menggunakan alat tangkap pengerih tersebut tak bisa bekerja sendiri. Pada umumnya dalam 10-15 pengerih tersebut dikelola dua atau tiga orang nelayan. Seperti Mail dirinya harus mengelola sebanyak 13 pengerih dengan dua orang pekerja saja. Dirinya dan kemanakannya Fitra. ‘’Kalau sendiri tak sanggup jugo do. Kecuali hanya tiga empat pengerih bisalah dikelola sendiri. Kalau dah bebelas pengerih tak tetangani sendiri do,’’ jelas Mail sambil berjalan menuju perahu untuk membongkar karung.
        Hal serupa disampaikan Nanang, dirinya memiliki 15 pengerih dan dirinya harus memperkejakan dua anggota. Sebab pekerjaan yang berat saat mengangkat atau mengambil ikan dari pundi pengerih. Pekerjaannya tak sampai disitu saja, Nanang dan dua anggotanya harus memilih dan memilah berbagai jenis ikan dan udang yang didapatkan.  ‘’Jika terlambat ikan akan membusuk, akhirnya tak bisa dijemur dengan baik menjadi ikan kering. Resikonya ikan busuk tak bisa dijual dengan harga yang diinginkan. Jadi kita bekejar dengan waktu sehingga ikan dan udang didapatkan tak busuk,’’ jelas Nanang.
        Romi yang juga menjadi pekerja di salah satu togok yang ada di tengah selat tersebut juga mengatakan selama sepekan dirinya bersama anggota berjibaku dengan waktu untuk mengolah ikan. Jika ikan didapatkan pada siang hari bisa langsung dijemur. ‘’Sedihnya kalau musim penghujan, baru menjemur dah dihentam air dan akhirnya menjadi ikan busuk,’’ jelas Romi.
        Makanya agar tidak bekerja sia-sia, kata Romi, dirinya bersama anggota hanya mengelola sekitar 12 pengerih dan hasilnya cukup lumayan. ‘’Tapi jika musim ikan, terutama saat musim angin barat laut dan utara. Jika musim angin timur atau selatan terkadang sulit mendapatkan ikan dan udang,’’ jelasnya.
       ‘’Yang jelas dalam sepekan bisalah nibang 100-200 kg ikan. Itu minimal. Kalau musim ikan maka bisa sampai setengah ton, itu gabungan dari ikan masin, ikan busuk dan ebi yang didapatkan dari pengerih.
        Tapi berkerja nelayan tradisional bergantung dengan alam. Jika musim penghujan dan musim ikan tak mendapat maka bisa saja hutang bertambah dengan tauke. Tapi itu sudah lumrah dan tauke mengerti. Tapi taklah separah dulu, walaupun ikan didapatkan banyak mau dijual kemana susah. Kalau sekarang dapat sedikit ataupun banyak sudah ada penampungnya. ‘’Jadi tak rugilah. Sebab ikan masin didapatkan langsung ditampung para tauke dari Pekanbaru, Dumai dan Bengkalis,’’ jelas Romi.
       Suka duka menjadi nelayan pengerih tentunya harus rela meninggalkan anak bini di rumah. Tapi bagi yang bujangan tak ada persoalan. ‘’Tapi mayoritas bekerja dipengerih ini orang berkeluarga dan isteri mengerti itulah pekerjaan pokok dan harus dijalani untuk keperluan hidup dan penyambung hidup anak-anak. Alhamdulillah dengan hasil ikan masin anak-anak bisa sekolah. Rumah terbangun dan bisa membuat kebun sedikit,’’ jelasnya. 
  Ikan Masin Tenggayun Harum di Pekanbaru  
Hasil tangkapan ikan masin gonjing, udang kering (ebi) dan ikan lomek dari selat depan Desa Tenggayun terkenal di Pekanbaru. Ini dibuktikan dengan berbelas ton ikan masin dan ebi diangkut menggunakan mobil pick up ke pekanbaru.
     Per pekan tak kurang dari tiga hingga lima ton ikan masin, ikan busuk, ebi diangkut dari Desa Tenggayun ke Pekanbaru. Besaran pendapatan ikan masin bagi nelayan di Tenggayun ini memberikan geliat ekonomi. Sebab dengan penghasilan ikan masin dan ebi tersebut para nelayan bisa menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anak mereka ke jinjang pendidikan yang lebih tinggi.
      Ikan masin atau ikan kering dihasilan dari Selat Bengkalis khususnya dari pantai tenggayun beragam jenisnya, ada gonjing, tualai, lomek kering, gulama dan juga ikan udang pepai. Dari berbagai jenis ikan kering ini harganya cukup bervariasi ketika dijual para penampung ikan di Desa Tenggayun tersebut.
     Misalnya untuk ikan gonjing atau sering disebut ikan bulu ayam per kilogramnya dijual dari nelayan Rp40-45 per kilogramnya. Kemudian ikan gelebei per kilogramnya cukup murah hanya Rp7 ribu. Selanjutnya ikan lomek kering Rp23 ribu per kilogramnya. Sedangkan ebi per kilogramnya mencapai Rp90-100 ribu. ‘’Yang murah itu ikan busuk. Per kilogramnya hanya berkisar Rp2.000-2.500. Makanya kita menjaga ikan yang didapatkan agar tak busuk, sehingga bisa sebanding dengan letih kerja selama sepekan,’’ jelas Romi.
      Membuat Romi tetap semangat berkerja sebagai nelayan pengerih karena hasil per perkannya cukup menggiurkan. Bisa saja dalam sepekan itu per orang mendapatkan Rp1.5-2 juta. ‘’Kalau ikan sedang banyak bisa saja per dua bintang itu kita mendapatkan duit kisaran Rp5 juta. Jadi dalam setengah bulan kalau kita berdua bekerja setelah potong ambil belanja di kedai selama dua pakan masih bisa menerima bersih 1.5 juta,’’ jelasnya.
      Pendapatan sebesar itu, kata Romi jika mengerjakan pengerih orang lain atau bagi dua dengan pemilik. Kalau punya pengerih sendiri tentu lebih besar pendapatannya. “Makanya yang punya pengerih dan togok sendiri mereka mendapatkan uang lebih. Itu telah terbukti ada warga yang memiliki pengerih sendiri bisa buat kedai dan sekarang sudah menjadi agen penampung ikan kering dari para nelayan,’’ jelasnya.
                                                                            Jadi Tempat Kunjungan Wisatawan dan Pemancing   
Keberadaan togok dan para nelayan di tengah selat di sepanjang Pantai Desa Tenggayun menjadi daya tarik sendiri bagi ribuan masyarakat yang ada di Bengkalis, Bukitbatu dan Dumai bahkan Siak. Makanya setiap akhir pekan di pondok-pondok sepanjang Pantai Tenggayun dipenuhi para wisatawan lokal untuk melepas penat setelah sepekan bekerja.
     ‘’Ada yang membawa keluarga untuk berkelah dan bermain di tepian pantai. Namun ada sebagian warga untuk bersantai untuk menuju togok dengan membawa pancing,’’  jelas Romi.
      Dirinya juga menjelaskan bahwa hampir setiap malam terutama akhir pekan yaitu Sabtu dan Ahad banyak warga menyempatkan diri untuk turun ke togoknya untuk menumpang memancing. Mayoritas para pemancing yang datang tersebut berasal dari Bengkalis, Pakning dan Dumai.
     Sebenarnya kalau jenis ikan yang ada saat memancing di togok beragam juga. Tapi, kata Romi, sering sekali para pemancing hanya mendapatkan ikan sembilang, belukang dan sesekali dapat juga senangin. ‘’Inilah membuat warga yang sudah sekali memancing di togok ketagihan. Makanya togok tempat saya tempati sering ramai dengan pemancing. Sebab para pemancing tinggal membawa pancing dan makanan dari darat, sebab umpan dan tempat memasak sudah ada di togok. Makanya para pemancing betah,’’ tegasnya. ***
       

Comments

Popular posts from this blog

Bermain Layang Wau hingga Malam di Bengkalis

Keranjang Rotan Rohil Laris Manis

Mencari Kijing, Siput Gantung, Buah Tanah, Bongan dan Lokan (1) *Berwisata Mangrove di Kembung Luar