Ketika Sakai Tak Lagi Mencari Ikan dan Ubi Mengalo


’’Kami Nak Cubo Membelo Ikan’’
rumah adat sakai, foto erwan sani

Menyulap lahan seluas 5.000 meter per segi menjadi lahan pertanian terpadu, berisikan tanaman palawija, peternakan hingga kolam ikan, tentu sebuah pekerjaan yang tak mudah. Tapi hal itulah yang dilakukan sekelompok Suku Sakai untuk sebuah kemajuan ekonomi di Pematangpudu, Kecamatan Mandau. Berhasilkah?





Laporan ERWAN, Duri

LAHAN landai dan sedikit berbukit Selasa (22/4), sangat mengusik pemandangan mata. Dari kejauhan tampak rimbunan tanaman jenis kacang-kacangan yang diberi para atau junjungan agar batang kacang hijau bisa menjalar dan merimbun. Sedangkan bagian lainnya sudah tumbuh hijau berbagai jenis pohon buah-buahan yang masih berumur kisaran 1-2 tahun.

Tampak pohon mangga, durian, rambutan dan beberapa jenis pohon buah-buahan lainnya baru setinggi 1-1.5 meter. Sedangkan di lahan agak lembah terlihat mengkilat riak air tertimpa  sinar matahari sore. Kebetulan saat berada di lahan pertanian terpadu ini, jam menunjukkan pukul 15.30 WIB. Riak air di dalam kolam yang berukuran 15x10 meter sesekali menyilaukan mata.

Kolam berisi berbagai jenis ikan tertata dengan rapi. Sesekali gelombang kecil terlihat jelas dari kejauhan ketika ikan-ikan di dalam kolam yang sedang timbul menhirup udara di permukaan air. Di kejauhan kolam sepertinya ditata dengan mengambil siku 45 derajat. Dari ujung lembah jumlah kolam yang sudah diisi berbagai ikan ini berjumlah 17 kolam dan satu kolam berukuran sedikit besar.

Walaupun, jalan tanah kuning berlekuk dilalui saat itu seakan tak  membuat semangat supir melajukan mobil untuk segera tiba di lokasi pertanian terpadu. Sesekali ban mobil Rush sedikit berlonjak ke kiri dan ke kanan  jalan. ‘’Dah hampir sampai. Dulu ilalang banyak, sekarang sudah berubah jadi perkebunan, lahan peternakan dan perikanan. Bahkan sudah berdiri beberapa rumah warga Suku Sakai,’’ ucap Winda salah seorang penumpang di dalam mobil.

Beberapa menit kemudian, akhirnya Riau Pos tiba di lokasi rumah tunggu pertanian terpadu milik warga Suku Sakai di Pematangpudu. Saat itu langsung disambut Ketua Koperasi Pertanian Terpadu Mandiri, Mus Muliadi dan ratusan warga Suku Sakai. Kebetulan pengurus koperasi sedang melakukan pelatihan terhadap warga Sakai untuk pengelolaan perikanan, peternakan dan perkebunan bekerja sama dengan pihak Provinsi Riau dan PT Chevron Pasifik Indonesia (CPI).

‘’Kan tak jauh pak. Paling tinggi 15-20 menit aja dari pusat kota,’’ sapanya dengan ramah.

‘’Inilah lahan pertanian terpadu milik kami sekarang. Alhamdulillah walaupun jatuh bangun dalam pengelolaan bisa berhasil juga,’’ lanjut tokoh masyarakat Suku Sakai di Pematang Pudu dan Petani ini.

Istirahat beberapa menit
kami memutuskan untuk berkeliling berdekatan dengan kolam-kolam ikan milik warga Suku Sakai Pematangpudu.

Terkenang awal dibangunnya kolam ikan milik warga Suku Sakai awal  tahun 2012 lalu. Saat itu Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanlut) memberikan sekitar 15 ribu benih ikan lele dan tiga kelambu untuk kolam ikan. Ditemani Nasir sang kreator untuk mengurus pemeliharaan ikan yang hanya berjumlah tiga  kolam menyambangi satu per satu kolam. Selain Riau Pos, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Prof DR Irwan Effendi
saat itu juga ikut serta. ‘’Kok ikan bapak ini kurus-kurus?,’’ tanya Irwan Effendi.

Kemudian Irwan Effendi kembali bertanya berapa kali diberi makan dalam satu hari?  Dengan nada datar saat itu Nasir berujar ‘’Sekali sehari pak. Pagi saja sore jarang diberi makan,’’ ucap Nasir.

Mendengar jawaban itu, Irwan Effendi kembali menimpali. ‘’Kalau kita puasa sehat pak. Kalau ikan tak makan tak besar-besar dia rugi kita,’’ ucap Irwan Effendi yang saat itu mulai curiga karena sebelum menuju kolam dan saat berada di gudang tempat penyimpanan pakan masih terlihat menumpuk karung-karung yang masih berisi pakan.

‘’Oh gitu ya pak. Bertambah ilmu kami. Sebab kami nak mencubo membelo ikan. Dah letih mencari ikan kat sungai tu’’ timpal Nasir ketika itu.

Ternyata kejadian itu rupanya menjadi lecutan bagi 10 warga Suku Sakai yang mengurus kolam ikan di Pertanian Terpadu. Meskipun panen ikan tiga bulan pertama tak maksimal tetap juga memberikan laba. Sehingga dari hasil panen itu bisa membeli puluhan ribu benih ikan lainnya. Ini terlihat, yang semula hanya tiga kolam ikan berubah menjadi 17 kolam ikan.

Yang awalnya hanya ikan lele, saat Riau Pos menyambangi belasan kolam ikan yang ada sudah dipelihara berbagai jenis ikan lainnya. Seperti ikan gurami, nila, patin dan baung. Ikan-ikan ini terlihat sudah besar-besar. Seperti ikan patin dari jauh terlihat sudah sebesar lengan anak-anak walaupun umurnya baru berkisar dua bulan.

Begitu juga dengan kolam lainnya seperti kolam ikan gurami sudah terlihat besar, per ekornya sudah mencapai 200 gram. Sedangkan untuk ikan lele untuk panen tiga bulan pertama tahun 2013 lalu tidak dijual akan tetapi dipindahkan ke kolam pancing. ‘’Kolam ini sudah kami isi puluhan ribu ikan lele dan patin pak. Per kilogramnya jika pemancing dapat ikan kita jual Rp25.000. Jika tak ada halangan pembukaan kolam pancing umum ini dilaksanakan 2 Mei mendatang,’’ ucap Mus Muliadi kepada Irwan Effendi dan rombongan  yang didampingi juga  pihak manajemen PT CPI Syarifudin Abdullah karyawannya.

Untuk tahap awal sejak tahun 2011 akhir hingga 2013 ini pihak Koperasi Pertanian Terpadu masih menyusu kepada pihak PT CPI dan juga pemerintah Provinsi Riau dalam hal ini Diskanlut. ‘’Tapi tahun 2014 mendatang kami sudah harus berdiri sendiri pak. Tapi dari upaya yang ada sekarang anggota kelompok sudah mengerti mengelola pemeliharaan ikan air tawar,’’ jelas Mus Muliadi.

Agar usaha perikanan ini tetap jalan, makanya salah satu kolam ikan dijadikan kolam pancing. Paling tidak dari hasil tangkapan ikan yang di bawa para pemancing bisa diputar untuk membeli benih ikan lagi. Mus Musliadi berharap kolam pancing milik kelompok warga Sakai itu bisa berhasil. ‘’Kita nak cubo pulak buat kolam dan berkebun. Alhamdulillah dah nampak hasil siket,’’ kata Nasir saat itu ikut rombongan.

Bukan saja membudidaya perikanan air tawar dari 17 kolam yang sudah ada. Sejak Maret 2013 lalu Koperasi Pertanian Terpadu yang di dalamnya merupakan warga Suku Sakai sebagai pengelola juga mengembangkan bidang peternakan ayam dan itik. ‘’Untuk ayam belum memahami betul tapi kita akan berusaha maksimal, sehingga berhasil dan bisa dikembangkan. Untuk itik sudah bagus hanya saja tempat untuk melepas itik belum ada, jadi masih di kandang,’’ jelas Mus Muliadi yang aktif diberbagi organisasi di Kabupaten Bengkalis tersebut.

Sedangkan untuk lahan pertanian sudah dilakukan penanaman palawija. Di antaranya menanam berbagai jenis sayur-sayuran, baik itu kangkung, mentimun, sawi bayam dan lainnya. Untuk tanaman palawija ini sebelumnya sempat gagal ketika menanam cabai merah. ‘’Hasil panennya kriting semuanya dan tak maksimal. Makanya untuk sementara tak ditanam dan berupaya mencari tanaman lain dan umurnya pendek,’’ jelas tokoh muda yang terus berusaha meningkatkan ekonomi keluarganya dari Suku Sakai.

Perkebunan sendiri, di areal 5.000 meter per segi tersebut sudah dilakukan penanaman berbagai jenis pohon buah-buahan dan ternyat tumbuh subur. Paling tidak tiga tahun ke depan sudah mulai berbuah, terutama seperti pohon mangga dan rambutan. Sedangkan pohon durian belum bisa ia pastikan kapan akan berbuah.

Koperasi Pertanian Terpadu ini berdiri sejak tahun 2011 lalu bukan untuk kepentingan pribadi menurut Mus Muliadi, akantetapi upaya kebersamaan yang dilakukan anak kemenakan dari Suku Sakai di Kelurahan Pematangpudu agar bisa meningkatkan perekonomian keluarga. Apalagi koperasi milik warga Suku Sakai tersebut jumlahnya mencapai 30 KK. Untuk tahap awal yang bekerja di lahan pertanian hanya 10 KK. ‘’Tapi ke depan saya yakin 20 KK lainnya mau bekerja di pertanian terpadu, apalagi jika unit usaha yang ada di dalamnya mulai berhasil,’’ lanjutnya.

Dengan adanya usaha ini, paling tidak kata Mus Muliadi tak lagi sebagian Suku Sakai di Kelurahan Pematangpudu mengandalkan hasil tangkapan ikan dan hasil pertanian berupa tanaman ubi manggalo. Pertanian terpadu itu juga diyakininya bakal terus berkambang dan tak menutup kemungkinan bakal dibuka di lahan-lahan lainnya. ‘’Makanya kita berusaha maksimal pertanian terpadu ini berhasil. Sehingga memotivasi bagi warga Sakai lainnya untuk berbuat,’’ lanjutnya.

Dengan ekonomi meningkat, jelas Mus Muliadi, sudah barang tentu taraf kehidupan naik dan bisa menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak sehingga secara otomatis lepas dari garis kemiskinan. ‘’Jadi tak adalagi ungkapan orang kota kaya raya Suku Sakai miskin di tempatnya,’’ tegasnya.

Demi Kelangsungan Hidup
Perubahan sikap dan kebiasaan yang dilakukan anak kemenakan dari Suku Sakai yang berdomisi di Pematangpudu akibat dari keterbatasan sumber daya alam. Hal ini dikarenakan bisa dikatakan tak adalagi hutan tempat mereka berteduh dan membuat rumah atau pondok. Kemudian tak adalagi hasil perikanan dan hasil hutan yang bisa dikerjakan sehingga dengan keterpaksaan itu Suku Sakai harus berubah dan berbuat sehingga bisa hidup.

‘’Suku Sakai tak bisa lagi mengatakan rumahku adalah alam ini. Karena mereka tak bisa lagi tinggal di pinggir hutan atau di tepian alur sungai. Secara otomatis wilayah pemukiman mereka sudah berkembang jadi perkampungan dan perkotaan,’’ jelas pakar Sosiolog Universitas Riau (Unri), Risda Yanti.

Dengan keadaan itu, Suku Sakai mau tak mau harus berubah dan harus bertarung hidup di tengah kemajuan kehidupan di Pematangpudu. Langkah yang dilakukan pihak swasta dan pemerintah dianggapnya sudah tepat. Karena pemberdayaan Suku Sakai dilakukan sesuai dengan keahlian mereka yaitu tentang pembibitan ikan. ‘’Menurut saya apa yang dilakukan sudah sesuai dengan jalur kehidupan Suku Sakai. Dan kita berharap perhatian serius harus terus dilakukan sehingga mereka benar-benar bisa berdiri sendiri dalam hal budidaya ikan,’’ jelas Risda.

Peningkatan taraf hidup bagi Suku Sakai jangan sekadar pembicaraan saja tapi diharapkan benar-benar dilakukan pembinaan. Jika dibiar mereka (Suku Sakai) bekerja sendiri tanpa memberikan bimbingan ditakutkan mereka kembali ke asal dan tidak bisa berbuat banyak. Dengan begitu mereka akan kembali menyusuri sungai untuk mendapatkan ikan dan kembali ke hutan untuk mencari rotan dan kayu demi melangsungkan hidup. ‘’Menurut saya apa yang dibuat sekarang perubahan positif dan semoga mereka tak kembali ke kebiasaan lama mereka,’’ lanjutnya.

Perlu Perhatian Pemerintah dan Swasta
Keinginan suku sakai mengelola pertanian terpadu mendapat sambutan baik dari Pemerintah Provinsi Riau dan pihak Kecamatan Mandau. Perhatian serius dilakukan Diskanlut Riau sejak awal dibukanya lahan pertanian terpadu. Terutama memberikan perhatian terhadap pengembangan budidaya perikanan air tawar.

Awalnya Diskanlut langsung memberikan benih dan kelambu tempat ikan lele secara cuma-cuma. Walaupun sebagian kelambu sudah rusak, tapi kemauan mereka untuk berbuat sudah menjadi catatan penting bagi Diskanlut.  ‘’Kemauan warga Suku Sakai untuk membudidaya ikan untuk dijual sudah senang hati saya melihatnya. Walaupun belum maksimal, tapi jika mereka ingin belajar saya yakin pasti mereka bisa berhasil,’’ jelas Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau, Prof Dr Irwan Effendi MSc usai membuka pelatihan pembudidayaan ikan dan peternakan.

Jadi sekali lagi, mau saja mereka berbuat kita sudah bersyukur.  Ini sebuah kemajuan jika dilihat dari kerja keras mereka.

Untuk merubah prilaku seseorang sangat sulit. Akan tetapi melihat semangat warga Suku Sakai yang ada membuat pemerintah dan pihak swasta menjadi bersemangat untuk membantu. ‘’Sudah masuk tahun  kedua dan mereka (Suku Sakai) sudah bisa memutar modal awal. Jadi secara persentase mereka sudah berhasil, walaupun sana sini masih ada yang kurang,’’ lanjut Irwan Effendi yang ahli di bidang perikanan dan terus menyuarakan agar nelayan mulai membudidaya ikan.

Keberadaan sumber daya alam semakin sedikit, jumlah ikan di sungai-sungai dan tasik mulai habis dan tak sesuai dengan penangkapnya, tentu Suku Sakai harus berpikir merubah pola. Ternyata itu dimulai dari Suku Sakai di Pematangpudu, semoga awal yang bagus ini bisa ditiru Suku Sakai dan suku pedalaman lainnya di Riau. ‘’Orang tak bisa membangkitkan ekonomi mereka, jika kemauan tidak ada. Jadi keberadaan Suku Sakai Pematangpudu ini sesuatu yang baik dan harus ditiru Suku Sakai dan suku-suku lainnya yang berharap dari hasil hutan, sungai dan laut,’’ jelasnya.

Pengembangan perekonomian rakyat yang dilakukan Koperasi Pertanian Mandiri milik Suku Sakai bersama PT CPI dan pemerintah mendapat sambutan hangat dari Camat Mandau, Hasan Basri. Menurutnya, upaya dilakukan untuk pengembangan perekonomian masyarakat harus didukung secara mutlak. ‘’Kita sangat mendukung usaha dilakukan Suku Sakai di Pematangpudu ini. Paling tidak usaha yang dilakukan ini bisa mengangkat perekonomian mereka,’’ jelas Hasan Basri pada waktu bersamaan juga meninjau belasan kolam dan kandang peternakan milik warga Suku Sakai.

Mengangkat perekonomian rakyat kecil tak semudah membalik telapak tangan. Oleh sebab itu langkah memberikan penjelasan berbagai usaha yang bisa mereka tekuni menjadi pion terdepannya. ‘’Jika mereka sudah bisa usaha sendiri, apalagi dalam membudidaya ikan itu sudah menjadi langkah yang bagus. Saya yakin jika istiqomah dan sungguh-sungguh para Suku Sakai di Pematangpudu ini bisa berhasil,’’ lanjut mantan Camat Bengkalis ini lagi.

Bagi pihak CPI sendiri memberikan bantuan usaha kepada Suku Sakai bagaikan sebuah kewajiban. Makanya ketika Koperasi Pertanian Mandiri dibuka pihaknya langsung melakukan kerja sama terutama dalam membuka lahan atau membersihkan lahan. Kemudian membuat kolam-kolam ikan, rumah tinggal warga di lahan pertanian terpadu, bangunan peternakan ayam dan itik. ‘’Jika tak ada halangan kemungkinan besar bakal diberi juga sapi atau kambing. Kita melihat warga Suku Sakai Pematangpudu begitu serius, makanya kita kucurkan anggaran,’’ jelas perwakilan manajemen PT CPI, Syarifudin Abdullah.

Menurutnya, keberhasilan warga Suku Sakai Pematangpudu nantinya, juga sebuah keberhasilan bagi mereka. Untuk dua tahun belakangan ini sudah terlihat jelas riak keberhasilannya. Yang awalnya hanya memerlukan sekitar 10-15 ribu bibit ikan, tapi untuk tahun 2013 ini sudah memerlukan benih ikan sekitar 25 ribu. ‘’Jika ini berputar terus yakinlah bahwa pertanian terpadu ini berhasil. Dan warga Suku Sakai naik perekonomiannya,’’ tegas Syarifudin Abdullah lagi.***


Comments

Popular posts from this blog

Bermain Layang Wau hingga Malam di Bengkalis

Keranjang Rotan Rohil Laris Manis

Mencari Kijing, Siput Gantung, Buah Tanah, Bongan dan Lokan (1) *Berwisata Mangrove di Kembung Luar