Potensi Wisata Terluar Riau


Pantai Panjang dan Pulau Menawan Terbiar

Riau sampai sekarang sangat minim wisata bahari. Bahkan masyarakat ingin menikmati liburan harus menguras saku berjuta-juta agar bisa menikmati waktu santai bersama keluarga ke provinsi-provinsi tetangga bahkan ke luar negeri. Hal ini disebabkan masih belum dikelolanya secara terpadu potensi wisata yang ada di Riau. Sebut saja Pantai Rupat Utara, sebenarnya tak kalah hebatnya jika dikelola dengan baik. Bahkan bisa menjadi wisata pantai potensial karena letaknya di tepian Selat Melaka.

Laporan ERWAN SANI, Rupatutara

Nelayan di Rupat Utara, Tanjung Punak, Bengkalis
UNTUKmenjadi tempat wisata tentu dambaan semua masyarakat Rupat Utara. Selain memiliki pantai indah, Rupat Utara juga memiliki beberapa pulau. Seperti Pulau Babi, Pulau Beruk yang sampai sekarang pulau-pulau tersebut terbiar dan tak ada  penghuninya. Namun keindahan pantai disekelilingi pulau-pulau tersebut tak kalah menarik seperti Pantai Panjang Rupat Utara.

Jika naik speedboatuntuk menuju Rupat Utara saat air surut atau timpas pandangan mata akan disugguhkan indahnya pasir putih menghampar di salah satu sisi pulau. Indahnya pasir putih tersebut seakan menutupi cerita seram yang menyertai keberadaan pulau itu.
”Tidak tahu kenapa disebut Pulau Babi. Tapi katanya dari atas bentuknya terlihat seperti babi. Bahkan konon cerita saat penumpasan orang-orang PKI tempo dulu dilaksanakan disana. Itu konon cerita,” kata Fahrulrozi yang akrab disapa Oji ini.

Namun potensi ini tetap terbiar dan ramai hanya di Bulan Safar. Sedangkan di bulan-bulan lain hanya pasir memutih dan onggokan perahu-perahu nelayan yang bertambat di atas pantai. ‘’Jadi potensi wisata di sini terbiar begitu saja. Karena alasan utamanya jalur transportasi dan fasilitas penginapan dan lainnya belum dikembangkan. Makanya tetap gersang sampai sekarang,’’ sesalnya.

Tak jauh dari Pulau Babi, terlihat ada pulau sangat kecil yang juga dikelilingi pasir putih. Bahkan saat air Selat Melaka sedang surut, dari jauh terlihat pulau itu sebenarnya menyatu dengan Pulau Babi. ”Yang kecil tu namanya Pulau Beting Aceh. Kata yang pernah ke sana memang pasir putihnya sangat bagus dan landai,” katanya lagi.

Tak lama kemudian terlihat pulau lainnya, yakni Pulau Beruk. Tapi ada juga yang menyebutnya dengan Pulau Pak Haji. Pulau ini juga memiliki pantai yang bagus dan sampai sekarang juga tak ada warga atau manusia berdomisili di pulau tersebut. Namun pantai indahnya tetap menarik dan indah.

Namun menelusuri Pulau Rupat seperti pergi ke tanah asing. Nyaris tidak seperti berada di Riau, atau Indonesia umumnya. Warna berbeda mulai terlihat ketika masuk ke dalam perkampungan di Tanjung Medang. Rumah-rumah penduduk setempat, terutama dari etnis Tionghoa, terlihat unik dengan altar sembahyang mungil di halamannya. Belum lagi, kendaraan yang lalu lalang bukan bermerek Indonesia. Namun tak begitu semua, sebab sebagian masih ada kendaraan roda empat buatan Indonesia, apalagi sejak berjalan dengan baiknya penyeberangan rool on rool out (roro) dari Dumai-Pulau Rupat.

Ingin membuktikan keindahan pantai di Rupat Utara terutama beberapa titik yang selama ini menjadi cerita banyak orang, Riau Poscoba mengarahkan arah keTeluk Rhu sekitar pukul 12.00 WIB, saat itu air sedang surut. Ternyata benar adanya, terlihat hamparan pasir putih memanjang nyaris tak terlihat ujung pangkalnya. Saat surut hamparan pasir yang terlihat landai. Pasirnya putih dan padat. Bahkan pemuda setempat biasa menggunakannya untuk balapan sepeda motor.

Pantai yang membentang itu biasa disebut Pantai Pasir Panjang, karena bentuknya memanjang sekitar 13 kilometer. Pantai tersebut masuk wilayah Teluk Rhu dan Tanjung Punak. Kemudian sampai ke Desa Sungai Cingam yang masuk wilayah Kecamatan Rupat atau di bagian selatan pulau itu.

Makanya bagi masyarakat panjangnya pantai tersebut mencapai puluhan kilometer. Sebag bagi masyarakat Selat Morongpanjang pantai tersebut mencapai 28 kilometer. Namun terputus oleh sungai-sungai kecil.

Di Teluk Rhu, ujung pantai ini ditandai dengan adanya menara suar. Namun sepanjang beberapa ratus meter dari menara, lanskap pantai tak lagi alami. Pemerintah sudah membangun turap beton dilapisi pecahan batu alam untuk menangkis ombak dan mengurangi abrasi. ”Kalau tidak dibangun turap, rumah-rumah kami bisa tenggelam dimakan ombak,” kata Warga Tanjung Punak, Bujang.

Namun pantai lainnya masih terlihat alami. Batas antara kawasan laut dan darat terlihat jelas, hanya dibatasi pasir dan rerumputan. Pepohonan kelapa yang berdiri kokoh di antaranya melengkapi keindahan pantai, yang disebut-sebut lebih indah dari pantai di Pulau Bali. Sebab jika cuaca cerah pada pagi hari bisa menyaksikan sunrise seperti dinikmati para wisatawan di Pantai Sanur Bali.

Yang menjadi daya tarik dan menawan saat  air laut sedang surut, wisatawan bisa melintas beberapa desa mulai dari Teluk Rhu sampai ujung pantai yang ada di Tanjung Punak  dengan sepeda motor.

Menurut Idrus (70), warga Desa Teluk Rhu, sebenarnya keberadaan pantai tersebut sudah diketahui banyak orang. Hal ini terlihat dari banyaknya pengunjung pada waktu-waktu tertentu. Seperti saat tahun baru, libur nasional, dan paling ramai pada Rabu terakhir di Bulan Safar yang biasa disebut Mandi Safar.

Nuansa tersembunyi ”surga wisata” itu, semakin lengkap setelah melihat hanya ada satu penginapan di sana. Itu pun sangat sederhana, dari segi bangunan maupun fasilitas. Namanya Wisma Afira, berada persis di bibir pantai.


Bertabur Potensi
Lanskap pantai dengan deretan nyiur melambai sudah biasa ditemukan. Namun sangat sedikit pantai yang keindahannya dilengkapi dengan jajaran pohon cemara. Itulah yang ditemui di Pantai Lohong dan Makeruh, Desa Sungai Cingam, Kecamatan Rupat. Di sepanjang pantai, dedaunan cemara tampak melambai ditiup angin.

Pantai ini tak kalah indah dengan pantai di Rupat Utara. Satu hal lagi yang menyamakan, dua-duanya sama-sama jarang dijamah pengunjung. Paling kalau akhir pekan, liburan panjang dan malam tahun baru ramai didatangi orang. ”Kalau lagi terang bulan dan cuaca cerah, pantai-pantai di sini juga sangat indah,” ujar Ahmad Zamroi, warga setempat. Bila cerah, daratan Malaysia juga terlihat. Karena posisinya berhadap-hadapan dengan negeri jiran tersebut.

Dari penuturan Sumarto (45), warga Desa Sungai Cingam, dirinya pernah beberapa kali mencari ikan pada malam hari di kawasan pantai. Di salah satu bagian pantai, ada pasir yang menyala, seperti mengandung fosfor.

Namun tak banyak yang tahu fenomena tersebut, sebab tidak semua bagian pantai pernah dijamah orang, terutama pada malam hari. “Pasirnya mengeluarkan cahaya. Pernah saya ambil dan saya bandingkan dengan pasir biasa, yang menyala itu lebih berat. Saya tak tahu zat apa yang dikandungnya,” ujarnya.

Ia pun membenarkan bahwa pantai yang ada di kawasan tersebut baru-baru ini saja ramai dikunjungi orang. Dulu, sebelum ada akses jalan menuju pantai, paling hanya pencari ikan yang melintasi kawasan tersebut. Itu pun tak banyak, karena di sekitarnya masih hutan belantara.

Dari pengamatan tim, hamparan pantai berpasir putih yang eksotis di Pulau Rupat tersebut, ujungnya berada di sebelah utara Selat Morong. Sebab dari selat morong ke selatan, pantai sudah berlumpur. Jadi bisa dibayangkan bagaimana besarnya potensi wisata bahari tersebut.Sebab garis pantai berpasir putih memanjang mulai dari Selat Morong hingga ke Teluk Rhu, Rupat Utara tersebut.

Tinggal lagi, bagaimana pemerintah daerah bersama-sama masyarakat mempromosi pulau emas ini menjadi pundi pendapatan. Bukan saja pendapatan dari daerah berupa PAD akan tetapi juga pendapatan bagi masyarakat, hasil majunya pariwisata di pulau terdekat dengan Malaysia tersebut.***

Comments

Popular posts from this blog

Bermain Layang Wau hingga Malam di Bengkalis

Keranjang Rotan Rohil Laris Manis

Mencari Kijing, Siput Gantung, Buah Tanah, Bongan dan Lokan (1) *Berwisata Mangrove di Kembung Luar