Urat Nadi Perekonomian Masyarakat untuk Memajukan Kampung

                                          Kempang yang digunakan masyarakat
                                          Kepulauan Meranti.


N Kempang Dijadikan Roro Penghubung Pulau Tebingtinggi-Rangsang

Kemajuan dan berkempangnya ekonomi masyrakat di pulau tak terlepas dari yang anamanya alat transportasi air. Demikian juga di kabupaten paling bungsu di Provinsi Riau, Kabupaten Kepulauan Meranti, menjadikan kempang (sampan kotak) sebagai alat transportasi air yang dijadikan rool on rool out (roro) untuk merangkai beberapa pulau yang ada di kabupaten tersebut. Keberadaan kempang juga menghidupkan roda ekonomi masyaraka, terutama di Pulau Rangsang.

Laporan ERWAN SANI, Selatpanjang

KEMPANG, mungkin sebagian orang awam mendengar alat transportasi satu ini, tapi bagi masyarakat kepulauan atau pesisir pantai Selat Melaka sudah biasa dengan alat transportasi satu ini. Alat transportasi air satu ini biasanya digunakan untuk mengangkat kayu teki (bakau) atau muatan lainnya.
      Tapi kempang tak lagi menjadi alat transportasi untuk mengangkuat teki yang ada di panglong arang, sudah menjadi alat transportasi untuk mengangkut kendaraan dan orang. Perubahan alat transportasi satu inilah yang dilakukan masyarakat Pulau Rangsang, Kabupaten Kepulauan Meranti.  
     Selasa (11/2), berencana menyeberang ke Pulau Rangsang yang berbatasan langsung dengan Selat Melaka. Sekitar pukul 10.30 WIB ditemani Supandi dan juga Firza langsung dibawa ke tepian Selat Air Hitam. Awalnya hanya berfirasat akan dibawa mencari kapal pompong untuk menyeberang ke pulau. Akan tetapi, setibanya di tepian selat yang terletak antara rumah toko (ruko) bukan pompong terlihat tapi kempang berukuran jumbo.
       Kempang berukuran kurang lebih 12 meter dan lebar tiga meter tertambat di ujung pelabuhan rakyat yang diberi nama Pelabuhan Penyeberangan Peranggas. Lambung yang diberi cat warna biru laut dan berumah kotak terbuat dari papan ini masih terlihat kosong dan sesekali terombang dihempas ombak kapal pompong dan feri yang melintas di tepian Selat Air Hitam saat itu.
       Dipintu masuk pelabuhan sangat sederhana ini sudah belasan sepedamotor sudah terparkir di pangkal pelabuhan yang terbuat dari kayu tersebut.  Sebagian besar sepedamotor membawa beban. Pada umumnya di jok belakangnya membawa bakul atau raga yang berisi berbagai barang yang pada umumnya sembako yang akan dibawa menuju pulau seberang. Pulau seberang dimaksudkan di sini bukanlah ke negara jiran Malaysia, akan tetapi ke Pulau Rangsang yang merupakan salah satu pulau terbesar di Kabupaten Kepulauan Meranti.
      Meskipun  sudah beberapa menit berdiri di tepi pelabuhan kayu tersebut, belum nampak satupun para penumpang untuk masuk ke perahu kotak tersebut dan masih berdiri-diri dan duduk-duduk di balai yang dibuat sangat sederhana di antara celah rumah toko (ruko) di tepian selat itu. Mungkin saja saat itu para penumpang masih menunggu instruksi dari nakhoda kempang. Sepertinya jadwal untuk menyeberang sudah ditetapkan oleh nakhoda dan juga anak buah kempang.
      Ternyata benar, sekitar pukul 11.00 WIB anak buah kempang bersama dengan nakhodanya Johan atau akrab disapa Jo mulai memasukkan sepedamotor yang terparkir di tepi pelabuhan. Para penumpang terdiri anak-anak, ibu-ibu dan juga bapak-bapak pun bergegas untuk turun ke ujung pelabuhan menuju lambung kempang. Kempang yang didesain sangat sederhana ini tak memiliki banyak tempat duduk. Jangan pula membayangkan seperti duduk di Roro penyeberangan Sungai Pakning-Bengkalis atau menghayal seperti penyeberangan Merak-Bakauhani. Kempang ini tempat duduknya hanya empat keping papan berukuran 20 cm x3 meter yang melintang  yang tak jauh dari kedudukan mesin.
      Sedangkan penumpang lainnya berada di mana, jika tempat duduknya terbatas? Tentu jawabannya, berdiri maupun duduk di dinding pembatas di pinggir kempang tersebut. Sebagian penumpang lagi duduk di sepedamotor mereka masing-masing.
       Sekitar pukul 11.10 WIB setelah semua sepedamotor dan penumpang masuk ke lambung kempang, Jo mulai menghidupkan mesin berukuran 45 pk. Kempangpun mulai melaju meninggalkan pelabuhan kayu. Dengan kecepatan sedang tapi pasti kempang makin jauh meninggalkan Kota Selatpanjang dan mulai mendekati tepian selat Pulau Rangsang. Perjalanan tak memakan waktu lama, hanya berkisar 20-25 menit sudah tiba di pelabuhan kayu yang diberi nama Pelabuhan Peranggas. ‘’Kenapa dibernama Peranggas?’’ tanyaku saat itu kepada Supandi (36) juga penumpang kempang. ‘’Karena ‘’roro sederhana’’ ini pelabuhannya di Desa Peranggas. Makanya diberi nama penyeberangan Peranggas,’’ kata Supandi yang akrab disapa Lihin ini.
      Dikatakan warga Sungai Bokor ini, kempang yang menghubungkan Pulau Rangsang-Tebingtinggi ini memang sederhana, tapi setiap harinya ratusan sepedamotor bahkan ribuan mungkin diseberangnya setiap hari. Itu belum orang per orangnya. ‘’Jadi kempang ini sudah menjadi keperluan utama bagi masyarakat untuk ke ibukota kabupaten,’’ jelas Pandi.
      Menurut tokoh pemuda Bokor ini, untuk kempang penyeberangan kendaraan dan orang ini tak hanya di Peranggas saja. Namun beberapa daerah lainnya seperti Desa Lemang dan Sialang Basung. Jadi tiga kempang milik desa atau dusun inilah menjadi tumpuan Rangsang untuk ke Selatpanjang. ‘’Bayangkan kalau tak ada kempang, alamat pakai sampan kolek atau pomponglah ke seberang tu,’’ ucap bapak dua anak ini lagi.
        Tiga  kempang dari Pulau Rangsang menuju Kota Selatpanjang pulang-pergi setiap hari beroperasi. Jadwalnya mulai pukul 06.00-19.00 WIB. ‘’Jadi kalau tamu nak ke Rangsang di atas jam tujuh malam alamat tak bisa menyeberang. Harus menyewa pompong atau speedboat,’’ kata penggemar alat musik gambus ini didampingi Firza (28).
        Untuk sekali penyeberangan dikenakan biaya Rp5.000 per orang. Namun tidak bagi pengguna sepedamotor dikenakan biaya Rp15 ribu untuk sekali penyeberangan. ‘’Untuk pengguna sepedamotor diberi istimewa sedikit. Untuk pulang-pergi per harinya Rp25 ribu,’’ kata Ren atau Om Ren pemilik kempang saat itu.
                                                                 Ujung Tombak Perekonomian Masyarakat
Keberadaan kempang yang pulang-pergi dari Pulau Rangsang bukan saja sumber rezeki bagi pemilik atau tiga desa tersebut. Namun menjadi ujung tombak perekonomian bagi puluhan ribu warga 22 desa di Kecamatan Rangsang Barat dan Rangsang Pesisir. Pasalnya puluhan desa tersebut pada umumnya mengandalkan Kempang Peranggas, Lemang dan Sialang Basung.
       Setiap harinya kendaraan masyarakat desa ini ulang-alik menuju Selatpanjang. Bukan saja keperluan urusan administrasi pemerintahan saja, akan tetapi berbelanja sembako yang akan dijual kembali ke desa-desa di dua kecamatan tersebut.
       Salah satunya Asan (40) warga Kedabu Rapat ini sangat bergantung keberadaan kempang. Pasalnya setiap hari dirinya harus berbelanja sembako di Kota Selatpanjang menggunakan sepedamotor. ‘’Jadi kempang ini merupakan urat nadi bagi kehidupan ekonomi kami di Rangsang ini,’’ jelas Asan yang kala itu membawa raga berisikan barang-barang makanan di dalam kempang.
       Berbagai jenis keperluan harian dan jajanan tersebut kata Asan dibawanya dari Selatpanjang untuk keperluan warga di desanya. Tapi, dirinya tak berbelanja tiap hari. ‘’Paling cepat dua hari sekali. Atau empat hari sekali berbelanja ke Selatpanjang,’’ jelasnya.
        Menurut dia puluhan pedagang dan warga desa berharap besar terhadap kempang di Rangsang. Di antaranya Desa Tanjung Kedabu, Telesung, Bungur, Tenggayun Raya, Sokop, Beting, Sondei, Kedaburapat, Kayu Ara, Tanah Merah, Sendanur. ‘’Itu untuk Rangsang Pesisir,’’ jelasnya.
       Kalau untuk Rangsang Barat, ada Desa Melai, Sungai Cina, Mekar Baru, Bina Maju, Telaga Baru, Bokor, Lemang, Segomeng, Sialang Basung, Anak Setatah, Bantar dan Permai. ‘’Mereka juga berharap dan bergantung terhadap kempang ini,’’ jelasnya.
      Kepala Desa  Bokor Aminullah SAg SH MSi yang saat itu berada di dalam kempang juga berujar, bahwa keberadaan kempang sangat penting. ‘’Adanya kempang itu sangat membantu masyarakat. Dulu dengan pompong payah bawa sepedamotor. Kalau sekarang sudah bisa bawa kendaraan ke Selatpanjang. Jadi memang jadi urat nadi perkembangan ekonomi masyarakat di Rangsang ini,’’ kata Aminullah.
     Keberadaan kempang juga tak lagi ada batas waktu urusan pemerintahan dan masyarakat di ibukota kabupaten. Kenang Aminullah, saat menggunakan pompong harus terburu waktu, karena harus menghitung pasang naik atau pasang surut air laut. Kalau tidak, tentu tidak bisa masuk ke hulu sungai di kampung.
      Untuk desanya sendiri, Aminullah juga bakal segera membuat kempang. Makanya Aminullah berharap jembatan Sungai Bokor segera selesai. Kalau sudah selesai akan segera dibuat pelabuhan kempang untuk jalur, Tanah Kuning-Pelabuhan Kargo Tanjung Mayat Dorak. Itu juga akan menjadi akses ekonomi, banyak peluang kerja bagi masyarakat.  ‘’Selain itu juga memotong rentang waktu untuk menuju daerah desa-desa di Rangsang Pesisir. Jika jadi jaraknya lebih dekat,’’ tegasnya.
      Keberadaan kempang juga dapat dirasakan manfaatnya bagi pejabat di lingkungan pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti. Pasalnya bagi mereka mau kunjungan lapangan tak perlu lagi harus menggunakan speedboat atau menyewa pompong untuk ke Pulau Rangsang. Jadi cukup menggunakan kempang sudah bisa tiba di Pulau Rangsang.
      Hal ini seperti dirasakan Mashadi pegawai di Kecamatan Rangsang Barat. Setiap hari dirinya pulang pergi menggunakan kempang untuk berangkat ke kantor kecamatan. ‘’Dulu naik pompong. Tapi sejak ada kempang ini sangat terbantu dan penumpangnya juga lebih banyak dan jumlah sepedamotor yang diangkut juga lebih banyak,’’ kata Mashadi sambil duduk di dalam lambung kempang saat itu.      
                                                                                         Berharap Ada Roro Permanen
Masyarakat Pulau Rangsang dan juga Tebingtinggi berharap agar Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti segera membangun roro penyeberangan kendaraan dan orang yang permanen. Sebab dengan dibangunnya roro yang permanen masyarakat tak lagi berharap penuh terhadap kempang. Sebab keberadaan kempang hanya mampu mengangkut kendaraan dalam jumlah terbatas.
      ‘’Kita berharap pembangunan roro yang memenuhi standar angkutan laut. Sehingga penumpang merasa aman. Kita juga berharap dibangun bisa membelah dua wilayah kecamatan. Jadi bagi warga Kecamatan Rangsang Pesisir tak jauh begitu juga Rangsang Barat juga tak terlalu jauh,’’ harap Supandi.
        Hal serupa juga disampaikan Firza menurut dia keberadaan kapal roro yang memadai dambaan bagi masyarakat Pulau Rangsang. Bagaimana tidak, selama ini semua warga berharap penuh terhadap kempang yang notabene hanya menampung sejumlah orang dan kendaraan saja. ‘’Kalau kapal roro yang ngangkut tentu berpuluh atau beratus penumpang yang bisa masuk,’’ kata Firza.
        Menurut dia dengan adanya kapal roro dirinya yakin pertumbuhan ekonomi di Rangsang akan lebih baik lagi. ‘’Jam berapapun mau menyeberang pasti bisa. Kalau sekarang jam tujuh malam paling lambat. Kalau tidak tidurlah kita di Rangsang atau Selatpanjang. Sebab tak adalagi kempang penyeberang,’’ ucapnya.***

        

Comments

Popular posts from this blog

Bermain Layang Wau hingga Malam di Bengkalis

Keranjang Rotan Rohil Laris Manis

Mencari Kijing, Siput Gantung, Buah Tanah, Bongan dan Lokan (1) *Berwisata Mangrove di Kembung Luar