Menelusuri Kehidupan Suku Bonai di Bonai Darussalam dan Kepenuhan


 Dengan hidup apa adanya,  menggantungkan hidup dari tangkapan ikan benar-benar membuat suku Bonai di Sungai Si Puyu-puyu termasuk dalam Komunitas Adat Terpencil (KAT) tingkat dua. Sedangkan keberadaan suku Bonai di Ulak Patian yang sudah terbuka transportasi dan berdekatan dengan pedesaan termasuk Fakir Miskin (FM).


UPAYA memastikan keberadaan masyarakat miskin dan komunitas adat terpencil perlu pendataan maksimal, salah satu upaya yang harus dilakukan adalah melakukan pemetaan, penjajakan awal, studi kelayakan, smiloka hasil kelayakan dan selanjutnya semiloka nasional. Setelah itu dilaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) Pokja Komunitas Adat Terpencil (KAT).
     Oleh sebab itu agar memastikan jumlah warga Dusun Sipuyu-puyu, Kampung Kasang Padang Kecamatan Bonai Darussalam dan Dusun I Ulak Patian Kampung Ulak Patian,  Kecamatan Kepenuhan dilakukan pihak Departemen Sosial RI, Dinas Sosial Provinsi Riau, Dinas Sosial Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) bersama dengan ahli antropologi dan sosiologi Unri pekan lalu, bertemu langsung dan berintraksi dengan warga.  
        Salah satunya yaitu melakukan studi kelayakan di Dusun Sipuyu-puyu.  Jauhnya perjalanan menuju Dusun I  Sipuyu-puyu Kampung Kasang Padang, dan  akses satu-satunya bisa ditempuh hanya batang Sungai Rokan Kiri, itupun harus menggunakan perahu motor. Selanjutnya melihat kondisi kehidupan warga, terutama rumah suku bonai, mata pencahrian serta perekonomian dan jumlah kepala keluarga yang ada. Setelah melihat dan berintraksi dengan suku Bonai yang ada di tengah hutan terutama di sepanjang Sungai Rokan Tua tersebut dengan gamblang bahwa warga di lokasi tersebut termasuk Komunitas Adat Terpencil (KAT).
     Dikatakan ahli Antropologi Unri, Raden Siti Sofro Sidiq, dari studi yang dilakukan termasuk KAT tingkat dua. Karena warga di Dusun Sipuyu-puyu merupakan kelompok masyarakat terisolir secara geografis dan bertempat tinggal di daerah terpencil, sulit dijangkau. Kemudian tak adanya akses pelayanan sosial yang diperoleh sehingga mereka hidup dalam kondisi tertinggal.
     Kemudian Dosen yang akrab dipanggil Siti ini juga menegaskan, dari studi dilakukan membuktikan kondisi sosial budaya masih terbelakang. Kemudian pendidikan sangat rendah, kesehatan tak memadai. Kemudian agama yang mereka peluk tak sesuai dengan dibilangkan. Sedangkan adat istiadat masih kesulitan dengan peralatan. Sedangkan untuk mata pencarian mereka masih tergantung pada kondisi alam. ''Semua hal ini terdapat pada warga di Dusun Si Puyu-puyu,'' jelasnya. 
      Memperkuat ditetapkannya sebagai KAT, kata Siti yang saat itu didampingi pakar Sosiologi Unri, Risda Yanti, keberadaan kehidupan mereka berpindah-pindah dan berpencar-pencar dari satu tempat ke tempat lainnya. Karena bergantung terhadap tangkapan ikan. ''Jadi jika di tempat mereka tinggal sebelumnya ikan tak ada maka mereka mencari tempat pemukiman baru, agar tangkapan ikan mereka bisa memadai dan bisa menghidup keluarganya,'' kata Risda Yanti.
   Selain itu studi yang didapatkan ketika turun di lapangan, dalam satu rumah yang diutarakan para warga di Si Puyu-puyu benar-benar masuk katagori komunit terpencil, karena dalam satu rumah terdapat dua sampai tiga kepala keluarga. Dan dalam satu kepala kelauarga terdapat dua hingga enam orang anak. Sedangkan untuk masalah kesehatan mereka tak mendatangi puskesmas atau bidan akan tetapi dengan dukun kampung yang ada di dalam komunitas mereka. Sedangkan untuk pendidikan sama sekali tak ada bersekolah.
     Berdasarkan pernyataan Prof DR Yudistira ahli antropolog Indonesia, kata Siti, bahwa untuk KAT itu jumlah kepala keluarga dibawah 60 kepala keluarga. Dan ini terbukti, kalau warga di Dusun Si Puyu-puyu jumlahnya kurang dari 60 kepala keluarga. ''Dari data yang kita dapatkan jumlah warga disitu dibawah 60 KK, jadi ini memperkuat kalau mereka merupakan KAT yang perlu mendapat bantuan dari pemerintah,'' jelas Siti.
      Mengapa dimasukkan ke dalam katagori KAT tingkat II, Siti menegaskan karena segala aktivitas mereka masih bisa berkomunikasi dengan pihak lain walaupun jauh. ''Tapi itu rekomendasi kita dari pihak peneliti. Sedangkan keputusan tetap dari Kementrian, dan sesuai dengan hasil semiloka daerah dan semiloka di Kementrian Sosial nantinya di Jakarta,'' jelas Siti yang saat itu di dengar langsung Kabid Pemberdayaan Drs Raja Agustiarman didampingi PPTK pemberdayaan KAT, Deli Darmawan saat turun ke lapangan yang ikut melakukan studi kelayakan.
      Rekomendasi tim ahli antropologi dan sosiologi ini dibenarkan langsung Kasi Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan KAT Kementerian Sosial RI, Pratiwindiah, menurutnya dari hasil setudi dilakukan para peneliti dan juga dari kenyataan yang ia lihat langsung bahwa warga Suku Bonai di Si Puyu-puyu benar-benar KAT katagori II. ''Hasil studi dilakukan ini sangat bermanfaat dan bisa memperkuat dapat bantuan pemberdayaan pada tahun 2012 mendatang,'' jelas Ibu yang akrab dipanggil Wiwin ini kepada Riau Pos.
        Untuk di Kasang Padang khususnya di Dusun I Sipuyu-puyu bakal mendapat dua tahap pemberdayaan dan pembangunan masyarakat. Adapun fasilitas yang akan didapatkan pada tahun 2012 mendatang, berupa pembangunan rumah, balai sosial, jaminan hidup, bibit palawija dan keperluan rumah tangga. Sedangkan tahun kedua akan dilakukan pembangunan sarana ibadah, jatah hidup dan usaha ekonomi produktif. ''Jika KAT peringkat dua maka ini akan dikucurkan pemerintah pusat melalui Kemenrtian Sosial,'' jelas Wiwin lagi.
       Dengan rekomendasi dan hasil studi dilakukan tersebut maka harapan dari Kumus dan Ali dari Suku Bonai yang tinggal di Dusun I Si Puyu-puyu untuk mendapatkan hidup layak dan bisa memenuhi pendidikan anak mereka bisa tercapai. ''Kami nak cari kaya tak mungkin. Hanya satu harapan kami ko anak-anak kami bisa sekolah dan bukan macam kami ko,'' jelas Ali saat diminta harapan mereka.
        Hal serupa dinyatakan Kumus, bahwa dirinya siap pindah ke tempat baru dalam upaya memenuhi keperluan hidup diri dan anak-anaknya ke depan. ''Kalau ada tempat baru dan ada tempat memenuhi keperluan hidup kami dan tinggal tak jauh dari sungai tentulah kami mau pindah,'' harapnya.

Ulak Patian Masuk Katagori Fakir Miskin
Melalui studi dan tinjauan langsung kondisi masyarakat di Dusun I di Kampung Ulak Patian Kecamatan Kepenuhan Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) terutama di 30 kepala keluarga yang ada di lokasi tersebut. Maka rekomendasi yang diberikan para ahli antropologi dan sosiologi bukan komunitas yang termasuk Komunitas Adat Terpencil (KAT) akan tetapi sebagai warga yang termasuk fakir miskin.
      Hal ini dibuktikan dengan jarak tempuh dari desa ke dusun hanya beberapa kilometer saja dan hanya memakan waktu 10-15 menit sampai di dusun satu tersebut. Kemudian pada umumnya warga di Dusun I Ulak Patian tinggal tak jauh dari pinggir sungai dan tidak lagi tinggal di tengah hutan atau rawa yang ada di anak-anak sungai.
       Selain itu sebagian warga sudah mengecap pendidikan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya anak-anak warga suku bonai di Ulak Patian yang mengecap pendidikan, walaupun baru sebatas sekolah taman kanak-kanak dan SD. Dan warga tak terisolir lagi karena ada transportasi bisa mengangkut mereka sampai ke desa induk. ''Yang jelas akses untuk mencapai sarana pendidikan dan kesehatan dekat dan bisa ditempuh dalam waktu kurang dari satu jam,'' tegas Siti dan Risda Yanti.

      Jadi rekomendasi yang diberikan untuk Suku Bonai Ulak Patian ini pemberdayaan dan pembinaan khusus bagi masyarakat miskin di daerah tersebut. ''Jadi kita berharap dinas dan pemerintah Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) untuk memberikan pembinaan khusus kepada masyarakat tersebut sehingga mereka bisa membina kehidupan yang lebih matang,'' tegasnya.***





Comments

Popular posts from this blog

Bermain Layang Wau hingga Malam di Bengkalis

Keranjang Rotan Rohil Laris Manis

Mencari Kijing, Siput Gantung, Buah Tanah, Bongan dan Lokan (1) *Berwisata Mangrove di Kembung Luar