Perhutanan Sosial di Riau
PROGRAM pemerintah terkait pengalokasian lahan untuk kawasan
Perhutanan Sosial (PS) dan untuk masyarakat terus digesa di Provinsi Riau, walaupun sampai saat sekarang
belum diterbitkannya SK Kelompok Kerja-nya. Namun demikian Riau melalui Non Goverment Organisation (NJO)/LSM,
Civil Society Organization (CSO) yang
ada di Riau telah mengajukan usulan langsung ke Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan. Bahkan usulan Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) di
Provinsi Riau mencapai 1,4 juta hektare.
Dari jutaan hektare yang
diusulkan ke Kemen LHK ini paling tidak harapannya bisalah dimanfaatkan
setengah atau sekitar 500.000 hektarenya untuk Perhutanan Sosial yang
dicanangkan Presiden RI Joko Widodo melalui Permen LHK nomor P.83/menlhk/setjen/kum.i/10/2016.
‘’Sasaran kita lima tahun ke depan bisa didapatkan 500 ribu hektare itu,’’ kata
Koordinator Koalisi Rakyat Riau AZ
Fachri Yasin dalam paparan makalahnya di depan NJO, CSO, perwakilan Kemen LHK
Wahyudi, Kadis LHK Riau Yulwiriati Moesa dan perwakilan DPRD Riau Suhardiman
Ambi saat Diskusi Percepatan Perhutanan Sosial untuk Rakyat Riau beberapa waktu lalu.
Terkait usulan peta PIAPS itu, yang
direncanakan seluas 1.4 juta hektare, usulan itu masih menimbulkan banyak pertanyaan dari berbagai pihak. Bahkan angkanya tak selaras
dengan yang dimiliki Dinas LHK Riau. Sebab PIAPS yang dimiliki dinas hanya
berkisar 1.094.323 hektare. Sedangkan usulan dari NJO, CSO dan akademisi
jumlahnya mencapai 1.420.225 hektare.
Hutan mana lagi nak diperuntukkan untuk
Perhutanan Sosial sebab lebih dari lima juta milik perusahaan, kata Suhardiman Ambi saat memaparkan makalahnya. Bahkan dirinya
menyampaikan temuan pansus monitoring
perizinan terkait seluas 1,8 juta hektare hutan diserobot perusahaan dan tak
memiliki izin. ‘’Kalau ditengok dari lahan atau hutan yang ada, sudah tak
adalagi untuk program ini. Sudah milik perusahaan semuanya. Namun jika mau alangkah baiknya hutan seluas 1,8 juta hektare yg dirambah
dan tampa Izin itu dijadikan hutan
kawasan Perhutanan Sosial, " kata Suhardiman Ambi
yang juga Ketua Pansus monitoring perizinan.
Suhardiman Ambi juga menyampaikan
pihak pusat harus melakukan verifikasi ke lapangan soal lahan. Tak sampai di
situ saja, juga melakukan verifikasi siapa yang menerima. Dirinya menegaskan sangat
mendukung program pemerintah. "Agar tak kisruh ayo turun dan verifikasi
mana hutannya dan siapa penerimanya," jelasnya di depan Seksi Informasi dan Perpetaan DIT PKPS,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wahyudi dan peserta seminar dan
narasumber lainnya.
Dalam
kesempatan itu, Seksi Informasi dan
Perpetaan DIT PKPS Wahyudi menegaskan bahwa untuk Riau
itu baru sekadarusulan. Mungkin saja, 1,4 juta hektare itu usulan provinsi. Namun
sampai sekarang sudah berjalan 19.949 hektare untuk hutan desa. Kemudian hutan
tanaman rakyat 55.068 ha.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Yulwiriati Moesa
menegaskan agar PS yang dibuat pemerintah pusat itu tak tergesa- gesa sebab
harus diverifikasi betul. Sehingga yang menerima masyarakat tempatan dan
benar-benar orang tak miliki tanah. "Jangan sampai orang susah tak dapat
yang dapat bukan orang tempatan," kata Kadis yang akrab disapa Yuli ini.
Yuli juga tak menapikan
luasan PIAPS yang diusulkan 1,4 juta hektare ke kementerian itu. Tapi dia
menegaskan bahwa usulan tersebut merupakan data dari NGO dan CSO yang ada di
Riau bukan usulan dari Pemprov Riau. ‘’Seperti disampaikan oleh pihak
Kementerian LHK bahwa data itu disampaikan oleh NGO,’’
Ditanya apakah jumlahnya
apakah bisa ditetapkan seluas itu, Yuli menegaskan itu semuanya harus dilakukan
verifikasi dulu. ‘’Tapi tak mungkin sebanyak itu bisa ditetapkan sebagai
Perhutanan Sosial. Jadi masih dibicarakan dan dilakukan verifikasi kembali,
agar tidak menimbulkan permasalahan. Yang jelas semuanya tergantung pusat,’’
kata Yuli lagi.
Disinggung belum
ditetapkannya Pokja PS tersebut, Yuli menegaskan bahwa pihaknya akan secepatnya
menetapkannya. Sebab Pokja sangat penting untuk melakukan verifikasi di lapangan. ‘’Kita juga melakukan percepatan
pembentukan KPH juga sedang dilakukan,’’ jelasnya.
Dirinya sangat mendukung
program PS ini dan tetap optimis terealisasi. Namun pihaknya tak mau gegabah
sebab harus benar-benar tepat sasaran terutama kepada yang berhak
mendapatkannya. Terutama warga yang terpinggirkan akibat perusahaan-perusahaan
besar. Padahal mereka sebelumnya memiliki hutan tersebut. ‘’Masyarakat seperti
ini harus diprioritaskan,’’ jelasnya.
Diskusi panjang di Hotel Pangeran ini
kemarin, Koordinator Jikalahari Woro Supartinah menegaskan bahwa untuk lahan atau kawasan PS
memungkinkan di Riau. Kawasan itu di antaranya ketetapan 20% lahan dari izin
HTI yang dimiliki perusahaan di Riau. Selain itu ada lahan hutan konsesi,
sekitar 99 ribu hektare. "Jadi peluangnya besar hanya saja verifikasi di
lapangan jelas dan jangan ada dirugikan," jelas Woro.
Beberapa peluang
perluasan Perhutanan Sosial di Riau dan bakal bisa dikelola. Salah saatunya
Hutan Adat Talang Mamak seluas 185 ribu hektare. Ini bisa dijadikan zona
pemanfaatan, rehabilitasi hutan dan tradisional. Kemudian lahan temuan pansus
DPRD seluas 1,8 juta hektare, juta hektare ini dimiliki perusahaan namun
izinnya sangat bermasalah. Kemudian kawasan hutan yang dimiliki enam perusahaan
yang bermasalah dengan hutan adat 29 kebatinan yang ada di Kabupaten Pelelawan
seluas 88.000 hektare.
Kemudian lahan seluas
4.000 hektare di Desa Buruk Bakul, yang dinyatakan sebagai lahan milik Hutan
Adat Kampar. Hutan eks PT HSL seluas 30.667 hektae ini dilakukan sebagai
peluang kemitraan di kawasan konservasi di Bukti tiga puluh. Peluang terakhir
eks lahan K2I seluas 2000 hektare.
Selanjutnya Ketua NGO
Mitra Insani Muslim bersama NGO lainnya juga menyepakati, rencana aksi
percepatan perhutanan sosial. Di antaranya melakukan sosialisasi dan fasilitasi, pengajuan usulan ke
Kementerian LHK dan melakukan pengawalan langsung oleh NGO.
Peluang dan tantangan
hingga satu setengah tahu ke depan, kata Muslim, yaitu persoalan kebijakan
daerah. Sebab sampai sekarang Pokja dan terkait khusus Perhutanan Sosial belum
dimasukan dalam RPJMD. Selanjutnya permasalahan anggaran. ‘’Perhutanan sosial
belum dimasukkan dalam RPJMD dan tidak ada anggaran untuk mendorong perhutanan
sosial di Provinsi Riau,’’ kata Muslim.
Terakhir, kata Muslim,
sampai sekarang PIAPS seluas 1,4 juta hektare belum dilakukan identifikasi
pihak pemerintah.
Oleh sebab itu, perlu
dilakukan berbagai hal, di antaranya mendorong
kebijakan daerah terkait pembentukan POKJA Percepatan Perhutanan Sosial. Terkait hal ini penanggungjawabnya sudah
ditetapkan bersama dalam diskusi itu.Selanjutnya mengagendakan
pertemuan dengan Gubernur Riau dengan terlebih dahulu menyiapkan argumentasi
urgensi pentingnya Pokja Perhutanan Sosial Riau
Kollecting informasi terkait potensi luasan
PIAPS yang akan diusulkan. Memasukan isu perhutanan sosial
dalam RPJMD dan menyediakan skema anggaran untuk
perhutanan sosial. Selanjutnya mendorong kebijakan nasional: Memperbanyak usulan
Perhutanan Sosial.
Di antaranya, kata Muslim, mendorong perluasan PIAPS dengan menambahkan HGU
illegal dikawasan hutan seluas 1,8 juta hektare, RETN seluas 80,000 hektare,
HPH Bhara Induk 47,000 hektare, 20,000 di 5 desa Pelalawan dan Siak, verifikasi
skema kemitraan 20% menjadi 420,000 hektare.(erwan)
Comments
Post a Comment