‘’Berinsut di Tengah Rimbunan Bakung’’
Melihat dan berada di tengah Cagar Biosfir
(CB) Giam Siak Kecil Bukitbatu tentu kebahagian tersendiri dan idaman setiap
orang. Berada di tengah alur sungai yang air hitam kecoklatan karena terimbas tanah
gambut, di tengah tasik (danau) dan di tengah rimbunan hutan memberikan
kepuasan batin bagi setiap petualang sejati.
BUKITBATU (RIAU)
LOKASI hutan lebat, tasik nan elok di
tengah-tengah hutan rimba selalu disajikan dalam sebuah pameran foto berkaitan
lingkungan di Provinsi Riau. Tasik indah dan hutan lebat ini selalu didengungkan
dan menjadi pujaan dan pujian pemerintah Riau dan Indonesia. Itulah dia, Cagar
Biosfir Giam Siak Kecil Bukitbatu. Keindahan alam jika dilihat dari atas udara
merupakan anugerah tuhan yang tak terbanding nilainya, jika saja manusia dan
alam bersahabat terus menerus.
Keinginan untuk melihat langsung hijau dan
rimbunan daun dan berselegonya pohon-pohon kayu alam di tengah hutan rimba, mengawali
pertualangan kami beberapa waktu lalu. Perjalanan pagi itu diawali menuju
perkampungan berada di hulu Sungai Bukitbatu, yaitu Desa Temiang.
Setiba di Desa Temiang sudah pukul 07.30
WIB. Ternyata sesampai di desa berbatasan langsung dengan kawasan hutan yang
diagungkan tersebut tak bisa langsung naik speedboat.
Kedalaman air di salah satu anak sungai sudah timpas jauh, sehingga speedboat yang bakal mengangkut rombongan
menuju kawasan Cagar Biosfer terkendala beberapa menit.
Karena air terlalu timpas, akhirnya kami bersama kapten speedboat, Rusli (26) harus mengondan (mendorong) perahu hingga ke
muara anak sungai. ‘’Azablah kita,
harus mengondan speedboat pak. Kebetulan
air sedang surut pulak. Mau tak mau
harus diondan, kalau tidak tak bisa
kita ke Tasik Betung,’’ ucap Rusli sambil terus mendorong speedboat di atas air yang bekedalaman sekitar selutut orang dewasa
saat itu.
Mengondan
speedboat sambil terus mengobrol tak sadar sudah
tiba di muara sungai kecil Desa Temiang. Kedalaman air diperkirakan sudah
mencapai sepinggang orang dewasa, dengan bergegas Rusli menurunkan kipas mesin speedboat ke air. ‘’Nasilah, baru bisa
menghidupkan mesin dan di muara sungai. Biasanya dari desa tadi sudah bisa
menghidup mesin pak,’’ ucap Rusli sambil menghidupkan mesin speedboat berkekuatan 15 PK pagi itu.
Speedboat dari muara tak langsung menuju hulu sungai atau arah ke Tasik
Betung yang mana menjadi pusat keindahan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil
Bukitbatu, akantetapi berhenti sebentar di pelabuhan rakyat untuk menjemput
rombongan kami lainnya.
Karena semua peralatan sudah naik, akhirnya perjalanan baru bisa di mulai
sekitar pukul 08.15 WIB. Laju speedboat
pagi yang cerah dan masih terasa dinginnya udara di tengah Sungai Bukitbatu
saat itu benar-benar menyegarkan. Sepanjang perjalanan speedboat beberapa kali
menyalip pompong milik warga Temiang yang pagi itu menuju kebun karet dan sawit
yang letaknya tak jauh dari kawasan
hutan Cagar Biosfer.
Sepanjang alur sungai dilalui sebelumnya
terlihat hutan Akasia dan perkebunan masyarakat yang ditanami sawit dan pohon
karet. Akantetapi perjalanan sekitar 30 menit berlanjut lebar sungai terasa
semakin menyempit dikarenakan rimbunan daun rasau dan bakung.
Perjalanan cukup melelahkan bagi Rusli saat
itu, karena makin menuju ke hulu sungai keadaan sungai semakin mengecil dan
kondisi alur sungai semakin dangkal. Beberapa kali Rusli sebagai kapten speedboat harus mengangkat kipas mesin.
Karena kipas mesin tersangkut dedaunan rasau dan juga bakung.
Tak jarang Suhut (46) sebagai penunjuk
jalan yang sudah terbiasa dengan alur sungai, karena sudah sering keluar masuk hulu sungai
Bukitbatu hingga ke Tasik Betung. Beberapa kali dia harus menyeka dan menebas
daun rasau dan juga rimbunan bakung di tengah sungai. ‘’Ini baru rimbunan
pertama daun bakung dan rumpun rasau. Masih banyak di depannya lagi,’’ kata
Suhut kepada kami saat itu dengan
desingan mesin speedboat terdengar
bergelombang karena Rusli menurun naikan pedal gas di tangannya.
Satu jam perjalanan tibalah di kawasan
hutan dilarang untuk dirusak. Di kiri kanan memang tak ada kayu hutan
berdiameter besar. Akan tetapi ukuran 20-30 inchi terlihat jelas seperti batang
kayu Meranti, kempas, geronggang, kelat, mentangor dan batang kayu hutan
lainnya. Tapi terlihat mendominasi meranti, kempas dan geronggang di kiri kanan
jalan. ‘’Sekarang kita sudah masuk kawasan Giam Siak Kecil Bukitbatu pak,’’
ucap Suhut sambil menunjuk papan larangan di salah satu pohon kayu yang
bertuliskan dilarang merusak hutan dan
margsatwa di dalamnya. ‘’Tasik Betung masih jauh, sekitar satu
setengah jam lagi baru tiba. Itupun kalau air tak dangkal. Kalau dangkal tak
bisa kita sampai ke tasik,’’ jelas Suhut kala itu.***
Comments
Post a Comment