Madu Pusako (Riau) Hingga ke Timur Tengah
Asalamualaikum
Minalillahi Sulaiman Solollah Alaih Wassalam. Assalamualaikum Minalillahi
Sulaiman Solollah Alaih Wassalam.
Assalamualaikum Minalillahi Sulaiman Solollah Alaih Wassalam. Telapak tangan
Arianto pun langsung menepuk bani (akar) kayu ara dan diiringi dengan dengungan
suara lebah dari atas dahan. Ngung…
BENAYAH (SIAK)
TAK sampai disitu saja, ucapan lainnyanya
juga keluar dari mulut warga Desa Pusako yang akrab disapa Anto ini. Sambil
bemenung di depan bani yang menjulang tinggi Anto kembali melafalkan dua
kalimat sahadat sebanyak tiga kali kemudian kembali memukul bani dengan telapak
tangannya. ‘’Bong’’ kemudian disambut bunyi lebah di atas dahan ‘’Ngung’’.
Kemudian dia berdiam kembali dan bermenung
sambil mulutnya berkomat kamit ternyata dirinya membaca ayat-ayat yang kali ketiga
tersebut dirinya membaca salawat ke atas rasul sebanyak tiga kali dan kembali
memukul bani. ‘’Bong’’ dan getarannya seakan bertanya kepada sang lebah, sebab
saat itu kembali disambut dengan bunyi khas lebah. ‘’Ngung’’ dari seluruh dahan
kayu ara. Tampak kepala Anto mulai memperhatikan ke atas pohon kayu ara yang
rindang tersebut.
Dengan perlahan Anto memulaikan langkah
kakinya menaiki bani pohon kayu ara yang rindang. Sambil menyandang tali di
bahu saat itu, Anto kembali berhenti di tengah cabang pohon kayu ara.
Berdiam sebentar dirinya memperhatikan
memperhatian puluhan sambang lebah dari enam cabang kayu ara yang sangat sangat
rindang tersebut. Dengan perlahan dirinya memulai langkah mengarah ke cabang paling
utara. Dirinya memulai akitivitas pertama dengan mengikat anak tangga yang terbuat dari kayu
dan buluh dengan tali rapia. Satu demi satu anak tangga diikatnya, karena
kondisi tangga tersebut kurang kuat lagi.
Kegiatan membersih dan membuat jalan menuju
dahan tempat bergantungnya belasan sambang lebah ini sengaja dilakukannya pada
siang hari. Kegiatan itu dimulai pagi atau siang hari. Seperti siang Rabu itu,
Anto bersama anggotanya Ewa (30) membersihkan sekeliling pohon kayu ara.
Kemudian Anto bertugas membuat anak tangga untuk mencapai cabang-cabang dahan
tempat bersarangnya lebah sialang.
Kebetulan hari itu tim kecil Riau Pos
bersama Arianto dengan pekerja lainnya, Ewa dan Tarsono ikut merandah ke tengah
tepian hutan sejumput yang sengaja ditinggalkan pemilik tanah untuk menjaga
agar rimbunan kayu ara tetap terjaga dengan habitat awalnya berupa pohon kayu
sentol, rimbunan rotan dan ratusan pohon kopi masih asri. Hal ini dilakukan
agar lebah sialang tetap mau bersarang.
Perjalanan menuju rimbunan kayu ara ini
dari Desa Pusako menuju Desa Benayah memakan waktu cukup lama. Jarak tempuh
menggunakan mobil maupun sepedamotor sekitar 15-20 menit. Jika menggunakan
sepedamotor bisa tiba langsung ke lokasi pohon kayu ara di tepian kebun karet
dan sawit milik warga Benayah.
Namun jika menggunakan mobil hanya bisa
diparkirkan di tepian jalan. Kemudian harus berjalan kaki melalui jalan menuju
perkebunan sawit dan karet yang lecah. ‘’Kalau pada motor bisa langsung sampai
ke tepi kebun tempat kayu sialang tu,’’ kata Anto sambil terus membawa tim
kecil Riau Pos dengan berjalan kaki.
Jalan yang baru saja diterpa hujan membuat
tanah liat lengket di sepatu dan sandal. Sehingga kaki berkubang akibat tanah
liat tersebut. Namun tim kecil Riau Pos saat itu tetap bersemangat walaupun
jarak tempuh dari jalan besar hingga ke lokasi pohon sialang mencapai 400-500
meter. ‘’Jaraknye tak jauh do. Sekitar 400-500 meter aje,’’ kata Anto saat itu.
Dulu, kata Anto, batang sialang ini pada
umumnya terletak di tengah hutan. Tapi belakangan hutan-hutan yang ada sudah
menjadi lahan milik masyarakat. Karena ada larangan menebang batang sialang,
akhirnya para pemilik lahan tidak menebang dan dibiarkan saja tumbuh di tengah
kebun atau lahan mereka. ‘’Ini seperti batang sialang yang berada di kebun pak
Bachtiar ini. Mereka sengaja tak menebang dan dibiarkan tumbuh bersama kayu
hutan lainnya. Padahal sebelah itu kebun karet mereka,’’ kata Anto.
Bersiap
Peralatan
Setelah menyelesaikan pembuatan jalan di
cabang-cabang dan dahan kayu sialang menggunakan buluh dan kayu. Pekerjaan pertama
sudah selesai, namun proses lainnya masih menunggu di rumah. Rombongan
pengambil madu lebah sialang ini bersama tim kecil Riau Pos pun saat itu
kembali lagi ke Desa Pusako Dusun Pusako yang letaknya di tepian Sungai Siak.
Sekitar 20 menit perjalanan akhirnya tiba
di rumah Anto yang juga Ketua RT 04 RW 03
Dusun Pusako. Dengan ramah saat itu istrinya mempersilahkan masuk ke
dalam rumah sangat sederhana. ‘’Alhamdulillah sampai juga ke rumah saya pak.
Inilah rumah sayo sekarang. Tapi dalam waktu dekat nak pindah juge ke rumah
baru. Sekarang nunggu pompong selesai dibuat. Paling tidak dua tige hari lagi
dan turun pompong tu,’’ kata Anto ramah
kepada Riau Pos saat itu.
Selasa sore (5/2) itu, tim kecil Riau Pos
langsung mendapat hidangan istimewa berupa madu lebah sialang asli yang
dibancuh dengan air putih. Selain itu hidangan istimewa berupa kopi panas dan
kue ringan.
Sambil istirahat setelah letih habis
berjalan ratusan meter di Dusun Benayah siang itu, tak menyurutkan semangat
Anto untuk membuat persiapan lainnya. Dirinya langsung membawa tim Riau Pos
melihat proses pembuatan tunam. Tunam yang berguna untuk
menyalakan bara api saat berada di atas
pohon sialang ini sangat membantu proses pengambilan madu lebah sialang.
Tunam yang berasal dari kulit baru-baru
(jenis pohon kayu yang tumbuh di tepian Sungai Siak). Kulit kayu tersebut
dijemur hingga kering, kemudian ditokok-tokok menjadi lunak. ‘’Mengapa
ditokok-tokok?’’ tanya salah seorang tim kecil Riau Pos saat itu. Dengan tegas
Anto menjawab, bahwa kulit kayu kering tersebut sengaja ditokok-tokok biar
lunak, sehingga dengan mudah bara api tetap hidup saat berada di atas dahan.
‘’Kalau tak diketuk-ketuk (tokok,red) tak bisa menyala api dan tak mudah
baranya jatuh,’’ jelasnya sambil terus menokok kepingan kulit baru-baru yang
sudah kering di tangannya.
Kemudian bara api mudah tanggal saat
disulutkan ke sambang lebah sialang yang menempel di atas dahan. Prosesnya tak
sampai disitu saja, setelah lunak dan ditokok-tokok tersebut, Anto langsung
membuat gulungan sebesar lengan orang dewasa. Dan panjangnya mencapai satu
setengah meter. ‘’Jadi dari ujung tunam inilah nantinya disulut api dan
dibiarkan menjadi bara. Jadi saat mengambil madu, butiran atau percikan atau bara api yang disulut ke sambang lebah akan
jatuh dari tunam ini nantinya. Butiran api ini akan dikejar lebah sehingga mereka turun ke bawah.
Dengan begitu kita tinggal mengambil madu dan tak ada induk lebahnya,’’ kata
Anto lagi.
Peralatan lainnya yang disiapkan Anto saat
itu Ubo (jenis ember berbentuk kerucut terbuat dari alumunium). Ubo Berbentuk
kerucut berdiameter satu meter dan panjang ke bawah berkisar 80 centimeter dan
tidak boleh karena madu bisa tumpah dan berserak.
Ubo ini berguna untuk memasukkan
sambang-sambang lebah berisi madu. Dan ubo ini dibawa ke atas bersama Anto saat
berada di atas dahan sialang. Untuk memudahkan pekerjaan sang pengambil madu,
di lingkaran ubo diberi tali sebanyak empat titik sehingga saat menurunkan
tinggal mengulur talinya ke bawah.
Selain ubo peralatan penting lainnya tali
berukuran kurang lebih 200-250 meter. Tali ini berguna menurunkan ubo dari atas
dahan dari si pemanjat atau bertugas pengambil madu. Selain itu ada juga
peralatan pembantu lainnya seperti lampu senter, jerigen tempat madu, ember tempat
sambang lebah yang sudah diperas madunya. Kemudian peralatan lainnya seperti
parang.
Peralatan lainnya yang telah dibuat
menggunakan kayu dan buluh dan rotan yaitu rumah ubo. Rumah ubo bebentuk
pelantar berukuran kurang lebih satu meter persegi dipergunakan untuk memeras
madu dari sambang lebah sialang. Pelantar ini dibawahnya diletak terpal
berbentuk salur yang bertujuan memasukan madu ke dalam jerigen langsung.
‘’Kalau rumah ubo ini dibuat untuk mengeluarkan madu dari sambangnya dan
kemudian disalurkan langsung ke dalam jerigen. Saat turun sang pengambil madu
sudah selesai langsung karena madu juga sudah dimasukkan ke dalam jerigen. Jadi
tak perlu susah payah membawa sambang madu dari ember kemudian baru diperas di
rumah. Rata-rata kerje cepat, selesai ditempat,’’ ucap Anto yang saat itu
memegang tali berukuran sebesar ibu jari tangan.
Berburu
Madu Tengah Malam Buta
Mengambil madu lebah atau madu sialang bagi
masyarakat awam tentu sesuatu yang menakutkan dan mengerikan. Pasalnya
mengambil madu sialang dilakukan pada malam hari. Kemudian pengambilan madu
sialang tak biasa setiap hari akan tetapi melihat hari bulan hijeriah. Terutama
pada saat bulan-bulan gelap.
Kegiatan mengambil madu sialang ini pada 19
hari bulan hingga satu hari bulan berikutnya. Jadi pengambilan madu sialang
pada malam hari tak ada pencahayaan. Hal ini dilakukan agar kebah tak mengejar
tukang ambil madu tersebut. Seperti Rabu
(6/2) tim kecil Riau Pos, usai salat Maghrib bersiap-siap untuk meluncur ke
lokasi pengambilan madu di Desa Benayah Kecamatan Pusako.
Menggunakan mobil bersama rombongan, Anto,
Ewa dan Tarsono memulai perjalanan. Berbagai perlengkapan sudah disiapkan
terutama menyiapkan tunam, ubo, tali, jerigen tempat madu dan ember sebagai
tempat sambang lebah yang sudah diperas madunya. ‘’Malam ini kita ngambil satu
sarang saja. Semoga ada rezeki kita malam ini,’’ ucap Anto sambil membersihkan
ubo.
Setibanya dilokasi pengambilan madu,
pencahayaan dilarang hidup. Kalaupun ada hanya senter dari matches (korek api
gas) milik Anto saat itu. Setelah
berjalan sekitar 400 meter dari pinggir jalan akhirnya tim kecil Riau Pos tiba
di pohon rindang yang di atasnya terdapat puluhan sarang lebah yang siap panen.
Beberapa menit sampai di bawah rimbun pohon
kayu ara, Anto memulai ritualnya. Sama halnya saat ia ingin memanjat pohon kayu
ara untuk membuat tangga. Dirinya melakukan ritual membacakan doa pembuka jalan
dengan ucapan Assalamualaikum minalillahi
Sualaiman Solollah Alahi Wassalam. Sejurus kemudian tangannya langsung
memukul bani kayu ara. Seketika bunyi ribuan lebah menggema, ‘’ngung…’’. Kemudian dia bermenung dan memegang bani dan
kemudian kembali menepuk atau memukul bani dan seketika lebah yang berada di
atas dahan berbunyi. Ritual memukul bani ini dilakukan sebanyak tiga kali.
Pukulan pertama itu, menurut Anto merupakan
untuk membuka jalan, atau meminta izin untuk mengambil madu kepada tuan pemilik
lebah. Atau hal itu dilakukan untuk permisi kepada ratu-ratu lebah. Makanya
bunyi lebah juga sangat berpengaruh, jika pelan bunyinya berarti lebah tak
bermadu, akan tetapi sebaliknya bunyinya kuat banyak isi madu lebah.
Setelah melakukan hal tersebut terlihat
dirinya mengeluarkan sebotol air dari dalam saku celananya. Ternyata air yang
dikeluarkan tersebut merupakan air intan. Air intan ini disiramkannya ke bani
kayu ara. Bukan itu saja dirinya berkeliling bani merenjis air itan dan juga
air bunga tiga macam. Menurut dia bunga tersebut terdiri dari bunga tanjung,
bunga sanggul (asoka) dan bunga sedap malam.
Selesai melakukan ritual tersebut, Anto
mulai memanjat namun di pertengahan cabang berhenti dan bermenung kembali
sambil terus memperhatikan dahan demi dahan yang sedang bergelayut sambang
lebah. Dalam hati saat itu mengatakan ini mungkin yang dikatakannya sebagai
ritual untuk menutup bumbung.
Setelah beberapa saat dirinya kembali
melanjutkan memanjat anak tangga demi anak tangga. Dengan tali dan tunam yang
sudah menyala dan menjadi bara di sandang di tangan dirinya terus merayap
hingga sampai ke lokasi lebah.
Di kegelapan hutan kecil itu, dan di antara
dahan-dahan kayu ara Anto mulai menurunkan tali ke arah bawah. Tali diulur ini
agar penyambut yaitu Ewa memasangkan ubo di ujung tali tersebut. Beberapa saat
tali tersebut sampai di bawah kemudian dengan cekatan Ewa memasang ubo dan
memberi tanda dengan menarik tali sedikit dan bersuara. ‘’Sudah oke,’’ kata Ewa
berucap. Saat itu juga ubo naik ke atas dahan berdekatan dengan Anto yang berada di atas.
Seperti ritual yang biasa ia lakukan, sesampai di ujung tempat lebah bergantung,
tunam berisi bara api langsung digosokkan di antara sambang dan induk lebah.
Saat itu percikan api berserakan turun ke arah tanah dan dengungan bunyi lebah
mulai turun mengikuti pecikan api itu.
Sekitar 10 menit melakukan itu, Anto pun
terlihat dari bawah mulai melakukan ritual lagi. Yaitu mengambil sekeping madu
dan melemparkannya ke arah timur semak-semak belukar. Menurut dia ritual itu wajib dilakukan demi
keselamatan saat mengambil lebah sialang di dalam hutan maupun di perkebunan
masyarakat. ‘’Jadi memberi kepada tuan atau datuk pemilik harus dilakukan.
Itupun dilakukan dengan adat atau etika. Jadi setiap saya mengambil madu yang
pertama diambil langsung dilempar ke arah semak-semak di bagian kanan saya
berada,’’ jelasnya.
Beberapa menit tampak dengan cekatan ia
bekerja di atas dahan dan kemudian menurunkan satu ubo. Pertanda proses
pengambilan sarang lebah sialang pertama sudah selesai. Ubo yang diturunkan
menggunakan tali malam itu tak terlalu banyak tak sampai membumbung. Akan
tetapi madu didapatkan cukup lumayan berkisar 10 kilogram lebih.
Setelah menurunkan ubo, Ewa sebagai
penyambut langsung mengambil sambang-sambang madu lebah dan mulai melakukan
proses pemilahan. Terutama memisahkan madu kepala, madu taik asam, anakkan
lebah dan taik lebah. Karena sudah terbiasa sebentar saja setengah jerigen 35
kilogram terisi setengah. ‘’Alhamdulillah lumayan,’’ ucap Ewa saat itu.
Setelah selesai Ewa mulai memasukan
gumpalan sambang lebah ke dalam ember. Begitu juga dengan anak lebah. Dari
kejauhan tampak api tunam dan Anto menuruni dahan tempat bergantungnya lebah.
Kemudian sampah di cabang terakhir tampak Anto berdiam kembali dan menurutnya
itu dilakukan merupakan ritual penutup pintu dan sambil mengucapkan terima
kasih.
Ritual
Menjaga Lebah Tetap Datang
Pasang niat baik sebelum mengambil madu
sialang. Sebelum mengambil lebah kata Anto, pasang niat baik yaitu untuk
membantu sesama masyarakat yang sangat memerlukan dan tidak ada niat
macam-macam. Yakin dengan memasang niat tersebut madu yang diambil akan
berhasil. Tapi sebaliknya jika memasang niat tidak bagus secara otomatis tak
akan dapat madu yang diinginkan.
‘’Mengambil lebah tergantung niat. Karena
di alam maka secara otomatis pasti harus mengambilnya dengan cara baik dan
sopan. Paling tidak meminta dulu kepada sang pemilik, karena dia makhluk tuhan
juga. Makanya tunjuk ajar orang tua dan etika mengambil madu lebah sialang
masih saya lakukan sampai sekarang,’’ jelas Anto yang sejak 2008 sudah
melakukan pengambilan madu sialang.
Oleh sebab itu cara mengambil madu sialang
agar tetap terjaga menjaga kearifan lokal yaitu tidak mengambil semuanya dan
menyisakan sambang lebah tersebut. Kemudian mengambil madu sialang jangan
sampai meninggalkan adat dan kebiasaan yang diajarkan orang tua-tua dahulu.
‘’Jangan sekali-kali mengambil madu sialang pada siang hari secara otomatis
jumlah sarangnya semakin berkurang. Mungkin secara logika mereka (lebah) sangat
terganggu. Sehingga mereka tak mau datang lagi ke batang sialang tersebut,’’
ucapnya.
Kemudian jangan meninggalkan adat kebiasaan
yang dilakukan. Terutama meminta dan selalu berdoa sebelum melakukan
pengambilan madu. Jadi kalau malam hari harus melakukan ritual berdoa terlebih
dahulu dan meminta kepada tuan atau pemilik lebah tersebut. ‘’Intinya kita
permisi dahulu kepada tuan dalam hal ini tentunya pada lebah tersebut,’’
ucapnya.
Oleh sebab itu, dalam pengambilan lebah ada
doa pembuka jalan, penutup bumbung dan juga penutup jalan. ‘’Ini kebiasaan
kita. Kemudian di hati sudah diniatkan kalau diambil 10 sarang berharap datang
sepuluh sarang lagi. Begitu seterusnya kalau diambil 100 sarang berharap datang
juga segitu lagi bersarang di batang sialang itu,’’ cerita Anto.
‘’Alhamdulillah sekian banyak madu diambil
dari batang sialang semuanya tak banyak berubah dan kembali seperti semula.
Bahkan tetap di atas100 sarang lebah. Seperti batang sialang inilah, tetap
jumlah sarangnya di atas 100,’’ jelas Anto sambil menunjuk rimbunan batang
sialang di kebun Bachtiar warga Desa Benayah tersebut.
Diakuinya ada beberapa daerah mengambil
madu lebah pada siang hari. Namun terbukti dengan melakukan pengambilan pada
siang hari jumlah sarangnya terus berkurang dan bahkan tak dihinggapi lebah
lagi. ‘’Jadi kita benar-benar menjaga kearifan lokal ini. Bahkan datuknya yang
berasal dari Selatpanjang mengajarkannya seperti itu, agar tak mengambil lebah
di siang hari tapi malam hari,’’ ceritanya.
Hal ini jugalah di lakukan orangtua lainnya
seperti Pak Nan, Ari teman seprofesinya yang mengambil madu lebah. Bahkan Nan,
warga Kecamatan Sungai Apit, mengambil lebah dengan melantunkan syair-syair dan
membaca ayat-ayat meminta agar diberikan madu yang lebih saat pengambilan pada
malam hari itu.
‘’Dengan menjaga kearifan lokal itu,
akhirnya keberadaan pohon sialang tetap dihinggapi lebah dan terus memberikan
madu untuk keperluan dan obat masyarakat,’’ lanjutnya.
Dan terpentinglagi adalah menjaga pohon
sialang agar tetap tumbuh dan rimbun di tengan hutan-hutan kecil yang ada
disekitarnya. Karena jika dibersihkan secara otomatis juga lebah tak lagi mau
hinggap alis berkurang.
Jutaan
Rupiah Per Malam
Mengambil madu sialang bagi masyarakat
Dusun Pusako merupakan pekerjaan pokok. Karena saat mengambil madu sialang bisa
mendapat uang jutaan rupiah. Per malamnya jika mendapatkan madu lebih bisa
meraup uang minimal Rp6 juta hingga 12 juta.
Seperti akhir Desember lalu, Anto meraih
uang sebesar Rp12 juta. ‘’Dulu tukang ngambil madu tak bisa hidup. Karena harga
madu berkisar Rp10-12 ribu per kilogram. Sekarang madu per kilogramnya mencapai
Rp35-40 ribu. Jadi cukup menjanjikan dan bisa menghidupi keluarga,’’ jelasnya.
Tingginya harga madu ini sejak tahun 2008
hingga sekarang. Bahkan sekarang hampir setiap hari para pencari madu terus
berdatangan di Desa Pusako untuk mendapatkan madu. Dengan tingginya harga madu
tersebut membuat Anto, Nan dan Ari tak putus orderan mengambil madu sialang.
Untuk Anto sendiri mengambil madu sudah
lintas kecamatan di antaranya Desa, Pusako, Benayah, Desa Perbadaran, Langkai,
Siak, Sungai Apit, Medan Baru, Lalang dan Kayu Ara. ‘’Pernah maksimal
mendapatkan 40 jerigen. Satu jerigen berat madu sampai 50 kilogram. Saat itu
saya mendapat bagi sebesar Rp10-11 juta. Karena bagi tiga, dengan pemilik
batang sialang, penyambut dan dirinya sebagai tukang ambil madu di atas,’’ ucap
Anto lagi.
Keberhasilan mendapatkan uang jutaan rupiah
setiap bulan gelap ini benar-benar menjadi pendapatan tetap bagi pemanjat pohon
sialang dan mengambil madunya. Bahkan tak sedikit warga untuk ikut bekerja sama
untuk bisa ikut mengambil lebah sialang. Seperti dilakukan Ewa, Bachtiar dan
Yusuf.
Pengakuan Yusuf warga Desa Benayah kepada Riau Pos, untuk
penyambut saja dirinya terkadang dapat menerima uang mencapai Rp2-3 juta.
‘’Jadi kalau ada yang ngajak ngambil madu lebah sialang sekarang warga tak mau
menolak, karena berduit,’’ ucap Yusuf lagi.
Ewa sebagai penyambut madu yang berada di
bawah rimbunan pohon sialang juga mengakui kala mengambil madu sekarang sangat
menjanjikan. ‘’Walaupun sebagai penyambut, terkadang cukuplah pendapatannya.
Rata-rata setiap saya ikut ngambil madu mendapatkan duet sekitar Rp2,5-3 juta.
‘’Sebab penyambut terkadang dua atau tiga orang. Jadi bagi dua atau tigalah
dari bagian kita itu,’’ ucapnya.
Bagi, Anto, Ewa, Bachtiar dan Yusuf bekerja sebagai pengambil madu lebah sudah
menjadi pekerjaan harian dan bisa memenuhi keperluan hidup dan juga membeli
kebun. Seperti diungkapkan Anto, hasil mengambil madu lebah sialang dirinya
sudah bisa membeli tiga bidang tanah dan juga membuat pompong yang nilai
pembuatannya mencapai Rp25 juta lebih.
Pemilik
Sialang Diuntungkan
Keberadaan pohon kayu ara, pohon terap, kempas dan pohon jawi sebagian
masyarakat sebagai hama di kebun miliknya. Makanya tak heran jika banyak
masyarakat menebang pohon tersebut sehingga menjadi terang. Tapi tidak bagi
Bachtiar (53) dan Sumiati (45) warga
Desa Benayah. Keberadaan pohon kayu ara di lahan kebun yang dibangunnya sejak
tahun 2002 itu dibiarkannya saja.
‘’Allah berkata lain. Ternyata pohon kayu
ara yang ada di lahannya tersebut menjadi tempat bersarangnya lebah. Saya tak
menyangka kayu ara itu menjadi batang sialang. Jadi saya sangat bersyukur
karena bisa memiliki batang sialang dan telah mendapatkan hasil jutaan rupiah
per tiga bulannya,’’ jelas Bachtiar.
Menurut Bachtiar awalnya dia sudah
mendatangi pohon kayu ara tersebut untuk di tebang. Tapi setibanya di lahan
tersebut timbul rasa sayang. Akhirnya dia memutuskan untuk tidak menebang pohon
kayu yang rindang tersebut. ‘’Hati berkata lain akhirnya saya urungkan menebang
dan membersihkan lahan itu. Saya biarkan pohon sentul, rotan, dan saya tanam
kopi di bawahnya, agar tetap terlihat seperti hutan. Sekitar seperempat hektare
saja lahan di batang sialang itu tak saya bersihkan, sedangkan selebihnya sudah
saya tanami pohon karet,’’ ucapnya.
Sejak lebah sialang menempati pohon kayu
ara miliknya itu secara otomatis dirinya mendapat penghasilan tambahan. Bahkan
penghasilan per bulannya di atas Rp6 juta. ‘’Bahkan Desember 2012 lalu saya
dapat bagian sekitar Rp12,5 juta. Alhamdulillah dan kami bersyukur Allah
memberikan nikmat dan berkah. Sehingga anak-anak bisa sekolah dan menambah
kebun dengan hasil tersebut,’’ ucapnya.
Ada cara pemanggilan lebah itu pak? Dengan
tegas Bachtiar dan Sumiati mengatakan tak tahu macam mana dia (lebah) datang
dan bersarang. ‘’Tapi kami tetap bersyukur dan terus berbagai bagi masyarakat
memerlukannya. Itu bentuk syukur nikmat yang Allah berikan kepada kami,’’ ucap
Bachtiar yang saat sekarang sedang menyekolahkan anaknya di salah satu
pesantren di Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis.
Hal serupa dikatakan, Yusuf, sebagai lahan
pusaka dan memiliki batang sialang tentunya rahmat yang diberikan tuhan.
Menurutnya dengan hasil sialang per tiga bulannya dirinya bisa mendapat uang
kisaran Rp3 juta hingga Rp6 juta. ‘’Baru dua bulan lalu saya mendapat bagian
kisara Rp3 juta. Memang bagi pemilik Rp6 juta, tapi saya bagi dua dengan kakak,
karena dia pemilik lahan yang ada pohon sialang tersebut,’’ jelasnya.
Keberadaan lebah sialang tersebut secara
otomatis menjadi penunjang ekonominya. ‘’Sejak lama pohon sialang itu
dihinggapi lebah. Tapi di bawah tahun 2008 belum ada harga. Jadi tetap terbiar
dan bila perlu saja ngambil. Tapi sekarang berjarak dua bulan saya langsung
manggil tukang ngambil madu lebah. Paling tidak per dua bulan sudah ada rezeki
diberikan Allah,’’ jelasnya.
Kunci tetap dihinggapi lebah di pohon
sialang itu tetap berbagi dan bersedekah nikmat yang diberikan Allah itu .
‘’Makanya jika ada orang mau dan memerlukan madu untuk obat datang ke rumah
saya langsung berikan. Karena rezeki madu yang diberikan Allah untuk saling
berbagi,’’ jelasnya.
Madu
Pusako ke Malaysia dan Timur Tengah
Madu sialang yang berasal dari Desa Pusako,
Benayah dan di desa-desa Kecamatan Pusako sudah di ekspor ke manca negara. Para
pembelinya berasal dari berbagai daerah yang selama ini menjadi agen. Para
pembeli atau agen untuk dijual di Indonesia berada di Kabupaten Kuantan
Singingi. Sedangkan untuk di ekspor ke luar negeri seperti Malaysia dan Timur
agennya berada di Pekanbaru.
‘’Sekarang agen pembeli madu datang ke
rumah. Apalagi kalau mendengar kita baru panen madu sialang. Jadi usai panen,
madu belasan bahkan mencapai puluhan jerigen langsung dibawa tauke dari
Kuansing atau Pekanbaru,’’ kata Anto
yang saat itu didampingi istrinya, Santi Nuraini (37) kepada Riau Pos.
‘’Jadi madu aja terkadang kurang. Orang
datang dari berbagai daerah terus datang menanyakan madu. Terkadang stok di
rumah diberikan, karena mereka membeli untuk obat,’’ kata ibu yang akrab disapa
Santi ini lagi.
Hal serupa dikatakan Sumiati, istri
Bachtiar warga dari berbagai daerah datang ke rumahnya untuk mendapatkan madu.
Warga dari Siak, Bengkalis, Dumai, Pekanbaru terus berdatangan. Karena mereka
tahu madu yang dijual asli dan tidak ada campuran lainnya. ‘’Bahkan katanya
madu yang mereka dapatkan dari kami di bawa ke Malaysia dan Timur Tengah. Jadi
ini membanggakan bagi kami dan juga memberikan nilai tambah ekonomi buat kami.
Bisalah menyekolahkan anak,’’ lanjutnya sambil menyuguhkan madu yang dicampur
dengan air panas kepada tim kecil Riau Pos saat itu.
Untuk satu botol syirup ABC dirinya menjual
seharga Rp35 ribu. Bahkan terkadang bisa dibawah harga itu Rp30 ribu. Tapi
untuk partai besar seperti penampung dari Pekanbaru per kilogram bisa dijual
Rp40-45 ribu. ‘’Kalau warga disini terkadang kita beri saja, karena untuk obat.
Kalau kita sedang ngambil madu dipersilahkan datang untuk ngambil. Jadi satu botol
aqua terkadang kita beri begitu saja tak bayar. Jadi kalau panen lagi besok
datang, biar dapat merasa madu dari sambang lebah tu,’’ ucapnya.
Recanakan
Budidaya Lebah Madu
Di Kecamatan Pusako saat sekarang sedang
digiatkan berbagai kegiatan sosial. Salah satunya telah terbentuknya Lembaga
Masyarakat Pencinta Lingkungan. Lebaga yang dipelopori aktivis lingkungan dari
Bina Cinta Alam.
Untuk saat sekarang, Ketua Lembaga Bina
Cinta Alam, Tarsono bersama pihak kecamatan dan masyarakat sedang menggesa
pembuatan hutan lindung. Bahkan di daerah perkantoran camat sudah dibuat lahan
untuk hutan lindung kurang lebih satu hektare. Berbagai tanaman ditanami di
lahan tersebut. Mulai dari pohon buah hingga batang kayu gharu.
Sedangkan rencana ke depannya bakal dilakukan
program pembudidayaan lebah madu. Budidaya ini akan dilakukan langsung
masyarakat yang bersentuhan langsung dengan pekerjaan mengambil madu.
‘’Budidaya lebah madu ini bakal dilaksanakan dalam waktu dekat. Caranya tentu
membuat kotak-kotak kayu dan di letakkan tak jauh dari pohon sialang maupun di
Danau Naga Sakti di Kecamatan Pusako,’’ jelas Tarsono saat itu didampingi Camat
Pusako, Kahiril Anwar.
Program ini sudah disampaikan kepada
masyarakat. Tinggal lagi, kata Tarsono, actionnya dan melakukan tindakan atau
pekerjaan awal. Seperti melatih masyarakat melakukan budidaya lebah madu itu.
‘’Sebenarnya kita tinggal memancing saja, dengan meletakkan ratu lebah di dalam
kotak. Karena dalam satu ratu memerlukan 3.000 koloni. Jadi ini akan kita
lakukan, doakan agar berhasil, sehingga lebah alam tetap terjaga dan lebah
budidaya juga bisa menghasilkan,’’ ucap Tarsono.***
Comments
Post a Comment