Penggila Reptil dan Amphibi di Riau



‘’Jangan pernah kaji biaya dikeluarkan. Yang penting kebahagiaan hati karena memelihara reptile dan amphibi sudah hobi’’ ungkapan ini menjadi kata kunci bagi pemelihara hewan reptile dan amphibi di Kota Pekanbaru bahwa  uang tak ada nilainya untuk kesenangan dan kebahagian hati.

PEKANBARU (RIAU) 

ONGGOKAN ular sawa (piton) ukuran panjang sekitar empat meter dengan kepala menanguk ke hadapan di kandang berukuran 2x3 meter di rumah Irwan  Banova  atau akrab disapa Nanang membuat langkah surut ke belakang. Tak sampai disitu saja, ketika kaki melakah beberapa meter ke arah beranda belakang rumah lebih dari 13 kotak kaca berisi berbagai jenis ular yang melingkar di dalamnya. Ada yang berwarna kuning, hitam kecoklat-coklatan.

Selain itu ada juga ular sawa berukuran jumbo tergolek dan melingkar dengan asiknya di dalam kotak terbuat dari kaca dan kayu tapi kepalanya tetap menghadap ke dinding kaca. Yang membuat terkejut saat bertandang ke rumah Nanang beberapa waktu lalu, ketika seekor hewan sejenis biawak yang disebut Tebu yang berasal dari Argentina di peluknya. Hewan amphibi ini terlihat manja dan sangat agresif.

Halaman belakang yang berukuran 5x 20 meter benar-benar menjadi tempat bermukim atau areal bermain  12 ekor ular sawa dengan berbagai jenis milik Nanang. Selain itu juga menjadi tempat bermain dua ekor kura-kura kaki gajah khas Sumatra (emys). Kemudian ada koleksi  dua ekor African Fat Tail Gecko dan Iguana.

Untuk jenis ular yang dipelihara Nanang, pada umumnya ular tidak berbisa dan pada umumnya jenis piton. Dari 12 ular piton atau sawa dipeliharanya berasal dari berbagai daerah bahkan manca negara. Di antaranya ular tak berbisa yang dikoleksinya hingga saat sekarang yaitu ular sawa khas Sumatera atau Reptik piton, Pupodora Papuana (king piton) yang berasal dari Papua. Kemudian Granit Albino (piton albino berwarna kuning dan batik), Afrika Ball Piton asal Amerika, Latin Boa Pastel dan Boa Salmon dan Molurus piton berasal dari Jawa atau Birma.
     Dari 12 ular piton yang dipeliharannya sampai saat sekarang  masih ada satu jenis ular piton yang masih menjadi incarannya dan belum didapatkan. Ular piton yang menjadi incarannya tersebut harganya tak tanggung-tanggung mencapai Rp30 juta untuk babynya. ‘’Ular piton itu bernama reptic tiger lavender (ular sawa,red) campuran atau kawin silang,’’ jelas Nanang.
        Keinginan memelihara hewan jenis reptile dan amphibi sudah dilakukannya sejak 1993 lalu. Saat itu dirinya masih kuliah di Jogjakarta . Bahkan saat itu dirinya sudah memelihara buaya dan ular. Namun dikarenakan dia kembali ke Pekanbaru, akhirnya buaya diberikan kepada pemilik kebun binatang.  Bahkan kecintaannya pada reptile  dirinya mulai memlihara ular berbisa hingga tahun 1998. Namun dikarenakan penjaga atau pemelihara ular berbisa miliknya terkena bisa ular tersebut. ‘’Kena pertama masih memelihara ular berbisa. Karena pekerja saya itu tertolong. Namun kedua kalinya terpatuk ular berbisa namun tetap tertolong. Akhirnya saya putuskan untuk berhenti memelihara ular berbisa,’’ cerita Nanang yang sekarang telah 22 tahun asik memelihara ular.

Keasikannya memelihara ular tak berbisa atau ular besar ini terus dia tekuni. Bahkan dirinya sudah mengoleksi ular piton khas Sumatera sebesar paha orang dewasa. Ular diberi nama Tole tersebut sebenarnya berjenis kelamin betina. Ular yang sangat jinak terhadap Nanang ini sempat dikeluarkan Nanang dari kandangnya. Ular sawa besar ini terlihat sangat patuh terhadap dirinya. Ini terlihat dari sikap ular sawa terhadapnya yang ikut dan penurut. Saat di keluarkan dari kandang Tole terlihat diam saja dan tak ada perlawanan sedikitpun. 

Sekitar 10 menit di luar kandang, terlihat Nanang kesulitan memasukkannya kembali ke dalam kandang, karena bobotnya sudah mencapai puluhan kilogram. Ini dibuktikan dalam sepekan Tole harus memakan ayam hidup seberat 10 kilogram. Namun karena terbiasa mengurus Tole, hanya memasukkan kepala ular ke dalam kandang akhirnya Tole si ular sawa masuk sendiri ke dalam kandang.

Begitu juga ular-ular sawa jenis lainnya, ada ular sawa liar yang umurnya sudah mencapai 4 tahun sebanyak tiga ekor harus diberi makan per pekannya masing-masing 4 kilogram. Sedangkan yang lain rata-rata satu kilogram terutama yang masih berusia satu tahun. ‘’Jadi dalam sepekan saya harus mengeluarkan biaya untuk makan ular sebesar Rp800 ribu,’’ ucap Nanang yang juga ketua Reptic Pekanbaru ini lagi.

Namanya hobbi, jadi masalah biaya tak usaha dipersoalkan. Yang jelas hati senang dan bahagia ketika melihat ular-ular peliharaan tumbuh dan besar dengan baik. ‘’Alhamdulillah sampai saat sekarang biaya operasional untuk memelihara ular tak ada persoalan,’’ jelas kontraktor satu ini.

Karena kecintaannya kepada ular ini, terkadang seharian dirinya harus menyelesaikan atau membersihkan ular-ular agar tetap segar. Ini dilakukan dia, ketika memandikan ular-ular kesayangannya dalam tiga hari sekali atau empat hari sekali. Biasanya, kata Nanang,  ular-ular tersebut dimandikan mulai habis isak hingga pukul 02.00 WIB dinihari. Hal ini dikarenakan ular dimandikan ukurannya sudah besar. Berbeda kalau ular kecil mudah memandikannya dalam waktu beberapa menit sudah bisa selesai.

Saat memandikan ular dua hari sekali tersebut terkadang dirinya dibantu teman-teman dari komuntias Reptic Pekanbaru yang bertandang di rumahnya. Terkadang teman-teman juga membawa ular peliharaan mereka. Jadi, kata Nanang, saat membersihkan atau memandikan ular inilah saling berbagi ilmu cara terbaik memelihara ular.

Semakin bersemangat memelihara ular, kata Nanang, ketika kemanakannya yang saat sekarang duduk di bangku SD sudah suka bermain dengan ular-ular miliknya. ‘’Untuk memelihara ular ini tak ada larangan dari orangtua, akantetapi meminta letaknya agak jauh dari rumah. Tapi saat sekarang sudah tak jadi persoalan lagi,’’ ceritanya yang saat itu terus memegang Tebu yang sedang ganti kulit dan terlihat agak lasak karena ingin terus bergerak.

Bahkan kemanakannya ketika diwajibkan membawa binatang peliharaan ke sekolah, terkadang dibawanya ular dari rumahnya itu. ‘’Tapi tak jarang disuruh bawa pulang, karena peliharaan teman-temannya kucing dan jenis binatang peliharaan lainnya,’’ cerita Nanang.

Ditanya bagaimana menjinakkan ular-ular yang ada, dengan tegas ia menegaskan kalau ular-ular tersebut selalu dipegang atau dibelai atau diperhatikan dirinya. Kuncinya bagaimana ular-ular itu tetap terjaga makan dan kesehatannya. Jadi kita dapat melihat ular-ular itu lapar karena mereka terlihat agak stress dan saat itulah diberikan makan. Dengan memperhatikan begitu maka ular itu tetap patuh dan sehat.

Karena untuk ular ini penyakit yang harus dielakkan yaitu stroke atau sakit tulang.  Bahkan penyakit ini sangat membahayakan bisa berjangkit pada ular lainnya. Jadi kalau sudah terkena penyakit itu ular itu pasti mati. ‘’Jadi untuk menjinakkan ular tak ada pakai jampi-jampi atau lainnya, yang pasti kita mengerti apa yang ia inginkan dan berusaha menjaga dia (ular,red) agar tetap sehat. Karena ular yang berumur 4 tahun ini juga awalnya liar, tapi sekarang sudah jinak,’’ ucapnya.

Untuk mendapatkan ular-ular besar tak jarang dirinya harus berburu ke beberapa tempat atau hutan di Riau. Bahkan baru-baru ini dirinya bersama komunitasnya melakukan perburuan reptile di hutan Lipat Kain. Tapi perburuan yang dilakukan pada malam hari itu tak membuahkan hasil.

Keasikan memelihara ular ini semakin tinggi lagi, adanya pertandingan dibeberapa tempat di Indonesia. Seperti baru-baru ini beberapa ekor ularnya dibawa ikut kejuaraan reptile yang dilakukan comunitas yang ada di Palembang. ‘’Kita ternyata memboyong tujuh piala ke Pekanbaru,’’ ucapnya.

Agar tak dikira sebagai orang berkelainan, makanya tak jarang dirinya bersama teman-teman komunitas melakukan sosialisasi. Bahwa memelihara reptile juga sama halnya memelihara binatang peliharaan lainnya, seperti burung, kucing dan anjing.

Gocki Riau Tiba di Jawa dan Kalimantan

Perburuan para penggemar hewan reptile dan ambhibi tak sampai disitu saja, akantetapi tim kecil Riau Pos mendatangi beberapa penggemar dan pemeliharan hewan yang selama ini ditakuti atau digeli banyak orang. Salah seorang penggemar reptile dan amphibi yang dikunjungi tim kecil Riau Pos, yaitu di rumah Said Reza Haris Alkasyfi di Jalan Foker Kecamatan Marpoyandamai.
Setiba di rumah Said Reza, kami disugguhkan dua ekor bunglon dan satu ekor inguana. Keindahan hewan amphibi berwarna hijau muda dan berbatik-batik di badannya ini sangat menyejukkan mata. Jadi wajar saja jika Said Reza sangat tertarik untuk memelihara hewan satu ini.

Setelah menikmati beberapa saat hewan satu ini, Reza pun mengajak tim ke dalam rumah. Awalnya Riau Pos menyangka hanya duduk-duduk dan mengobrol tentang peliharaannya itu. Akantetapi setibanya di dalam rumah, Said Reza langsung mendatangi rak-rak terbuat dari pelastik.  Sekitar 60 rak-rak terbuat dari pelastik setinggi sedada itu dibukanya.

Saat dibuka, sempat berujar, tokek ya? Dengan tegas Said Reza mengatakan kalau binatang tersebut satu marga dengan tokek. Akan tetapi binatang yang dipelihara sejak tahun 2010 tersebut  bernama Leopard Gecko.  Binatang yang mirif dengan tokek akan tetapi ekornya bergerigi-rigi dengan warga bermacam warna, ada warna kuning, kehitam-hitaman, kecoklat-coklatan dan terkesan albino ini banyak didapatkan di India, Pakistan dan Afganistan.

Gecko sebenarnya hewan ini sangat rumit memeliharanya. Namun usaha terus mendalami cara membudidayakannya, akhirnya Said Reza yang awalnya memeliki beberapa ekor Gecko saat sekarang sudah berkembang biak mencapai 60 ekor lebih. Bahkan saat Riau Pos di kedamannya sudah ada lebih enam butir telur Gecko yang siap menetas.

Melihat Gecko di dalam rak-rak yang dilapisi sejenis tepung yang ternyata pupuk dolomite tersebut terlihat pendiam dan kurang reaksi. Namun setiap rak didiami dua ekor gecko  betina dan jantan. ‘’Sekarang dalam proses kawin,’’ ucap Said Reza sambil mengambil salah seekor Gecko dewasa berwarna albino yang juga meraih juara tiga pada perlombaan Open Leopard Gecko Grebek Reptil Sriwijaya di Palembang bulan lalu.

Gecko yang pendiam tersebut terlihat berdiam diri saja di tangan Said Reza. ‘’Inilah membuat saya senang. Sebab Gecko indah dan tak emosional saat di pegang,’’ ucapnya.

Awalnya tertarik memelihar Gecko terpancar sejak dibangku SMA, saat itu melihat salah seekor Gecko di salah satu toko di Jakarta. Akhirnya dia mencoba untuk membeli, saat itu baby dibeli per ekornya Rp200 ribu. Tapi jika yang dewasa mencapai Rp1,5 juta terutama yang sudah berukuran 20-28 cm. Untuk jenis Gecko ini umurnya mencapai lima hingga delapan tahun.

Untuk Gecko ini pada umumnya banyak dijual beli di Pulau Jawa. Akantetapi sejak dirinya mengetahui cara beternak hewan tokek satu ini, banyak para penggemar gecko di Sumatera, Jakarta, Balikpapan hingga Surabaya memesan hewan peliharaan yang unik dan lucu satu ini.

Sejak 2012 lalu, kata Reza dia menjual Gecko per pasangnya mencapai Rp300-800 ribu dan yang dewasa mencapai Rp1,5 juta. Karena dirinya sudah berhasil menetaskan puluhan telor gecko. Per telornya masa penetasannya mencapai 45 hari. Kemudian semuanya tergantung suhu panasnya. Jika suhu panasnya 28-30 drajat itu tak bisa dipastikan jenisnya. Akantetapi jika suhu antara 26-28 drajat mayoritas betina, tapi diatas 30-33 drajat celcius biasanya jantan.
  
Dikatakannya, untuk jenis gecko sebenarnya banyak jenisnya. Di antaranya African Fat Tail Gecko untuk jenis ini dirinya baru mulai tahun 2013 ini memeliharanya. Selain warnanya bagus juga terkesan agak ganas, apalagi masa kawinnya.

Kemudian dia juga berbagi tips agar gecko peliharaan tetap sehat dan awet. Terutama harus rutin merawatnya, salah satunya tempat atau tempat tinggalnya udara harus keluar masuk. Selanjutnya gecko harus disemprot air tiga kali sehari. Tak sampai disitu saja gecko juga harus diberi calsium dan vitamin. Karena gecko rentan penyakit tulang dan bisa mati.  Dalam satu hari untuk gecko dewasa harus diberi minimal lima ekor jangkrik sedangkan untuk baby harus diberikan tiga ekor jangkrik.

Memelihara gecko ini sebelumnya mendapat teguran juga dari orangtuanya. Karena peliharaan atau kesukaannya tak masuk akal. ‘’Masa ia memelihara cicak,’’ jelas Said Reza mengenang ungkapan orangtuanya saat pertama dirinya memelihara Gecko.

Tapi saat sekarang tak ada permasalahan, apalagi Said Reza tak hanya memelihara saja  akan tetapi sudah bisa mendapatkan hasil dari peliharaannya tersebut. ‘’Jadi bukan sekadar hobi saja lagi, tapi bisa juga berbagi dan berjualan gecko bagi yang mau,’’ kata Said Reza yang sekarang terus melakukan pembiakan gecko di Pekanbaru.

Selain Gecko,  Said Reza juga memelihara inguana dan juga bunglon.  Bahkan bunglon yang dipeliharannya saat sekarang yaitu Mellery chameleon sedang hamil dan segera bertelor. ‘’Saya  sekarang mencoba mengembangbiakan bunglon, kalau jadi Alhamdulillah,’’ ucapnya. Namun menjadi kendala saat sekarang menurutnya karena  harus menyiapkan incubator untuk menetaskan telor-telor bunglon tersebut.

 ‘’Kalau berhasil penetasan bunglon, saya yakin selain bisa memelihara dan hobi juga bisa menjualnya bagi penggemar bunglon,’’ tegasnya.

Cakar Inguana Hingga Ngajak Ular Nonton Bareng

Kebiasaan atau hobi seseorang terhadap binatang peliharaan sering jauh dari logika berpikir orang kebanyakan. Bahkan saling sayangnya terhadap binatang peliharaan walaupun biaya pemeliharaannya mahal tetap dilakukan. Hal inilah juga dilakukan Radytio Pispanjang dan Sonny Kurniawan.

Kandang atau reban berdinding papan dan sebagiannya menggunakan kawat jaring terlihat memanjang sekitar 5 meter disamping rumah Radytio atau akrab disapa Tyo di Jalan Karakatau Kelurahan Tangkerangtimur. Terdapat empat ruangan yang disekat-sekat oleh Tyo untuk menempatkan inguana miliknya. Dalam satu ruangan minimal terdapat dua hingga empat inguana yang rata-rata diisi satu jantan satu betina atau satu pejantan dan dua betina.

Di dalam kandang atau reban yang atapnya terbuat dari seng transparan ini terlihat inguana dengan berbagai jenis dan bentuknya. Dan pada umumnya iguana yang sudah berumur dua atau tiga tahun ini benar-benar menarik pandangan mata dan ingin memegangnya. Namun bagi warga yang belum terbiasa tentu agak takut, apalagi melihat kuku kakinya yang tajam dan pandangan matanya yang tajam. ‘’Kalau mau pegang cobalah,’’ jelas Tyo yang saat itu mengeluarkan satu ekor betina yang sedang mengandung kurang lebih 40 butir telur di dalam perutnya.

Menurut Tyo keberadaan Iguana sebenarnya sangat diminatinya sejak kecil. Itu baru bisa terealisasi saat dirinya duduk dibangku SMA hingga saat sekarang ini. Akantetapi keberadaan iguana saat sekarang bukan saja untuk memenuhi hobinya, akantetapi berupaya bagaimana mengembangkan iguana biar berkembangbiak. ‘’Kalau berhasil tentu ini akan membantu dan menjadi satu-satunya pembibitan iguana di Sumatera dan tak berharap lagi dari daerah lain,’’ ucap Tyo yang memiliki sebelas ekor iguana dan empat ekor ular sawa.

Tyo yang akhir-akhir ini bekerja dipertambangan batu bara, sulit menjaga dan memelihara. Namun karena orangtuanya baik perempuan maupun laki-laki suka memelihara binatang peliharaan jadi dirinya tak canggung untuk meninggalkan belasan iguana dan ular sawa albino kesayangannya.

Untuk iguana menurut Tyo merupakan binatang yang mudah memeliharanya. Karena makanan yang diperlukan sayur-sayuran dan buah-buahan. ‘’Dalam satu hari dari 11 ekor iguana miliknya hanya bermodalkan Rp10 ribu per hari. Jadi tinggal memberikan makan sayur ke dalam kandang ini,’’ jelasnya sambil menunjukkan seikat  sayur kangkung di dalam kandang saat itu.

Begitu juga dengan ular, hanya memberi makan sepekan sekali. Untuk ular sawa albino miliknya per pekannya hanya  lima ekor ayam. Sedangkan yang berumur satu atau dua tahun hanya satu atau dua ekor ayam saja. ‘’Untuk ular ini dibantu Sonny keluarga satu ini,’’ ucapnya sambil menunjukkan ke arah Sonny Kurniawan yang juga penggemar ular yang hadir di rumah Tyo saat itu.

Keinginan dirinya memelihara ular tak mendapat tantangan dari orangtuanya. Bahkan saat sekarang tetangga juga sangat pro aktif dan mau berdatangan untuk melihat langsung ular dan inguana peliharaannya. ‘’Sekarang dah banyak warga datang melihat langsung cara memelihara ular, bahkan melihat membersihkan inguana,’’ jelas Tyo.

Bagi Tyo Inguana dan Ular sawa miliknya tersebut sebagai teman di rumahnya. Apalagi saat nonton sendirian terkadang membawa ular sawanya di samping untuk hiburan. ‘’Kalau tak ada kawan, terkadang ular sawa albino milik saya itu jadi teman di samping, sambil saya membelainya,’’ kata Tyo.

Suka memelihara ular yang dilakukan Tyo, ternyata berjangkit kepada sepupunya Sonny Kurniawan, bahkan Sonny saat sekarang sudah memiliki empat ekor ular sawa. ‘’Awalnya suka melihat dan bergabung dengan teman-teman memelihara ular. Pertama penasaran juga, akhirnya jadi berani dan langsung memelihara ular,’’ jelas Sonny Kurniawan.
    Saat di rumah Tyo dengan santainya Sonny Kurniawan memegang dan mengangkat salah seekor ular sawa berukuran sedang di tangannya. ‘’Cobalah pegang jangan takut. Ular  sawa ini tak berbisa pak,’’ tegasnya.

Terus Promosikan Penggemar Reptile
Reptile Amphibian Community (Reptic) Pekanbaru saat sekarang terus melakukan promosi dan terus melakukan sosialisasi tentang tak bahayanya peliharaan reptile-reptile  dan amphibian lainnya. Bahkan promosi dan sosialisasi ini dilaksanakan dibeberapa tempat di antaranya di lokasi Car Free Day di Jalan Diponegoro dan Gajah Mada setiap Ahad.

Menurut Ketua Reptic Pekanbaru, Irwan  Banova atau akrab disapa Nanang, pihaknya sudah melakukan sosialisasi beberapa tempat. Mulai dari di sekolah-sekolah baik itu TK dan SD juga pernah melakjklan sosialisasi di tengah-tengah TNI Angkatan Udara (AU). Pertama memperkenalkan reptile-reptil yang bisa bersahabat dan mudah dipelihara oleh masyarakat.

Selain itu juga melakukan sosialisasi bahwa jika didapati ular jangan langsung dibunuh, akan tetapi bisa menghubungi Reptic Pekanbaru. ‘’Karena dari 31 anggota Reptic Pekanbaru, terdapat juga memelihar ular-ular berbisa,’’ jelasnya.

Dengan perkenalan tersebut paling tidak memberikan pemahaman kepada masyarakat, tentang bentuk-bentuk ular berbisa dan bentuk-bentuk ular tak berbisa dan aman di pelihara.

Dikatakan Nanang, untuk ular-ular berbisa pada umumnya warnanya sangat menarik dan sangat mencolok atau mengkilat. Hal ini terbukti seperti ular Sumateranus dan Wegleri (ular manau sebutan bagi warga kepulauan). Kemudian ular berbisa pada umumnya berkepala segitiga. Ini terlihat di kepala Cobra dan King Cobra dan ular Manau.  ‘’Tapi perlu disadari bahwa dari seluruh jenis ular di dunia, hanya 30 persen berbisa,’’ jelas Nanang.

Kemudian memberikan pemahaman kepada masyarakat bagaimana menangani warga yang terkena patukan ular berbisa. Jika terkena patokan di tangan maka diharapkan tangan harus lebih rendah dari kedudukan jantung. Karena serangan pertama bisa pada umumnya jantung. Tapi perlu disadari juga bisa ular juga bisa menyerang saraf atau otak. Jadi untuk bisa menyerang otak diharapkan warga yang terkena patokan ular berbisa tersebut tidak tidur.

‘’Kalau tidur pasti lewat (meninggal,red),’’ kata Nang yang terus berupaya memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang berbagai jenis reptile.

Selain itu saat sekarang Reptic Pekanbaru juga melakukan penyelamatan hewan reptile terutama ular agar tak dibunuh warga. Paling tidak dengan begitu ular ditangkap hidup-hidup dan dikembalikan ke habitatnya. ‘’Sudah banyak kita lakukan hal itu, dan ular kita tangkap kita lepaskan ke hutan kembali. Tapi yang menarik kita pelihara,’’ jelas Nanang.

Nang juga berharap bagi Dinas Kesehatan (Diskes), Rumah Sakit Umum dan Puskesmas hingga Pustu menyiapkan Anti Bisa Ular (ABU). Paling tidak dengan ABU tersebut bisa menyelamatkan atau pertolongan pertama bagi penderita yang terkena patuk ular.

Yang perlu disadari bahwa reptile dan amphibi tak perlu ditakuti akan tetapi mari bersama kita lindungi. Paling tidak dipelihara dan dijaga. ‘’Hanya ini upaya kita menyelamatkan keseimbangan lingkungan,’’ jelasnya. ***









Comments

Popular posts from this blog

Gulai Ikan Salai dengan Pucuk Ubi

Keranjang Rotan Rohil Laris Manis

Bermain Layang Wau hingga Malam di Bengkalis