Ikan Tak Dapat Minyak Utang
SAMBIl memikul
tempat ikan terbuat dari gabus dan plastik, Seman mulai merapah air
sepinggangnya menuju bibir pantai bersesai di Kampung Parit III. Sedangkan dua
anak buah kapal lainnya sibuk membersihkan pompong dengan air laut dan mengikat
tali pompong pada sauh yang dijadikan tempat bertambat agar tidak hanyut ketika
pasang naik.
Beberapa menit
mengarungi air Seman (45) memiliki lima anak ini tiba di bibir pantai. ''Tak
dapat nimbang hari ini. Hanya untuk makan aje, hanye dapat lebih kurang empat
kilo,'' jelas Seman terus berjalan menuju jalan rumahnya. ''Inilah nasib
penjaring seperti kami ini. Kadang banyak dapat lebih dan tekadang dapat untuk
bayo utang aje,'' jelas Seman yang dari muda sudah menggeluti laut Selat Melaka
sebagai tempat mengadu nasib.
Dulu, kata Seman, orang menjaring dan merawai pakai sampan.
Jadi tak memikirkan untuk membeli minyak untuk menghidupkan mesin. Sekarang,
kalau tak dapat ikan utang minyak di koperasi semakin banyaklah. ''Tak jarang
dalam satu kelam (musim tangkapan ikan,red)
hanya untuk bayar utang dan terkadang tak cukup,'' jelasnya.
Mulai Februari lalu tangkapan ikan agak berkurang, karena
angin Utara sangat kuat. Akhirnya tak berani melaut. ''Baru bulan Maret inilah
mulai melaut semua. Tapi tak mendapat semua, seperti kami hari ini hanya dapat
ikan untuk cukup makan,'' kata Seman yang terus melangkah diiringi dua ABK juga
anaknya.
Menurutnya untuk minyak dirinya sudah mengambil dulu di
Koperasi sebanyak 35 liter per hari. Coba saja dikali Rp7.000 per liter.
''Biasanya kita bayar empat kali sehari. Jadi kalau per empat hari kita hanya
dapat 30 kg dengan harga ikan Rp23.000 atau Rp20.000 hanya cukup makan.
Terkadang hanya bersisa Rp25-50 ribu per angota kapal. Sebab habis dipotong
bayar utang minyak solar,'' jelas Seman.
Hal serupa disampaikan Yanto, beruntung kalau empat hari
merawai itu dapat ikan kurau, malong atau ikan jenak (kakap merah) lumayanlah
pendapatan. ''Terkadang empat hari merawai itu ape tidak dapat, hanya untuk
makan. Akhirnya hutang minyak bertumpuk. Jadi harga minyak tak sebanding dengan
pendapatan kami,'' tambah Yanto.
Satu hari rate-rate
nelayan hanya dapat 10 kg ikan, kemudian dari hasil ini dipotong minyak dan
belanje di kedai. ''Akhirnya pendapatan ikan kita tak cukup makan dan akhirnya
hutang minyak dan belanja menumpuk di kedai. Jadi terkadang rezeki kite ini
macam rezeki harimau juge bak pepatah orang,'' jelasnya.
Hal serupa disampaikan Abdullah (30), menurutnya pendapatan
menjaring dan merawai tak sebanding dengan biaya dikeluarkan terutama untuk keperluan
minyak pompong. ''Per empat hari kite bisa menghabiskan 140 liter minyak solar.
Sedangkan pendapatan per hari selalu meleset, karena berkisar dibawah lima
kilogram. Kalau rate-rate kite dapat 10 kilogram per hari yakin tertutupi biaya
minyak. Jadi tak jarang kalau berhitung dengan tokeh pendapatan ikan habis
untuk bayar minyak aje,'' jelas Abdullah yang akrab dipanggil Badul ini.
Mungkin bagi petani dan pemilik perkebunan tak menjadi
persoalan besar kenaikan minyak. Tapi bagi nelayan sangat terasa. ''Minyak
ujung tombak untuk memenuhi keperluan hidup. Jadi kalau tak bisa beli minyak
pompong tak jalan, ujungnye anak bini tak makan kat umah. Sedih lagi anak-anak
tak bisa melanjutkan sekolah. Jadi tolong berikan subsidi minyak kat kami,
jangan pulak dinaikkan,'' lanjutnya.***
Comments
Post a Comment