Waduk Koto Panjang Sentra Ikan Emas
BERSAHAJA itulah sipat dari Kasru Syam
dalam bergaul pada kalangan masyarakat. Bahkan dirinya bukan saja dikenal
kalangan Desa Merangin akan tetapi di Kabupaten Kampar dirinya termasuk tokoh
masyarakat yang selalu menjadi panutan dan suluh untuk berbagai hal.
Berawal dari niat untuk mengembangkan usaha budidaya perikanan air tawar
di aliran Sungai Kampar Kanan, tepatnya di PLTA Kotopanjang membawa dirinya
terjun jauh di dunia bisnis perikanan. Bahkan dari tangan dinginnya dan
dukungan seluruh masyarakat Desa Merangin, hingga saat ini ikan rayo (ikan
emas) dari PLTA Kotopanjang terkenal hingga ceruk-ceruk kota dan kabupaten yang
ada di Pulau Sumatera.
Ikan rayo milik petani budidaya perikanan Desa Merangin merambah ke
pasar-pasar, Provinsi Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan
dan Bengkulu. Bahkan beberapa kabupaten di Riau, ikan rayo didatangkan dari
dingin tangan petani Desa Merangin dan bersihnya air PLTA Kotopanjang.
‘’Awal mula budidaya keramba jaring apung ikan rayo bukan warga sini.
Dan dari merekalah kita belajar hingga terbentuk kelompok nelayan yang besar di
PLTA Kotopanjang Desa Merangin ini,’’ kata Kasru Syam, yang saat sekarang hanya
menjadi koordinator dan jarang turun lagi ke air untuk memelihara ikan akan
tetapi memantau sesekali ke ujung jalan tempat pelaksanaan panen ikan.
Beberapa waktu lalu kami sempat dibawa berjalan-jalan melihat langsung aktivitas para petani
keramba jaring apung yang jaraknya sekitar satu kilometer dari gardu PLTA
Kotopanjang. ‘’Beginilah setiap hari
aktivitas nelayan-nelayan disini. Setiap hari melakukan panen,’’ jelas Kasru
Syam saat itu mengenakan topi koboi sambil mengajak kami menghampiri salah
satu kedai runcit yang tak jauh dari bibir hulu Sungai Kampar Kanan.
Kasru Syam menjelaskan bahwa dirinya termasuk orang pertama yang membuat
keramba jaring apung untuk budidaya ikan rayo. Saat itu dirinya beberapa orang
saudara mencoba mengikuti langkah warga dari beberapa daerah yang membuat
keramba di PLTA Kotopanjang tersebut. Seingat dia awal dirinya membangun kramba
Tahun 2004 lalu. Namun mulai berhasil dan panan maksimal tahun 2005.
‘’Karena keberhasilan itulah terniat dirinya untuk membuat kelompok tani
jaring apung di PLTA,’’ jelas Kasru Syam, yang saat sekarang sudah menjadi
petunjuk dan penasehat para petani yang memiliki ribuan keramba di PLTA
Kotopanjang tersebut.
Awalnya kata Kasru Syam hanya beberapa warga yang ingin memulai
melakukan budidaya ikan rayo. Hal ini dikarenakan warga belum familier dengan
ikan tersebut. Karena di Kabupaten Kampar lebih terkenal ikan patin, baung dan
sejenisnya.
Tapi dari keberhasilan panen perdana 2005 tersebut, lebih dari 100 warga
mulai bergabung pada kelompok tani keramba jaring apung PLTA Kotopanjang Desa
Merangin. ‘’Namanya usaha perikanan tentu ada pasang surut, dan saat sekarang
hanya tinggal 70 orang saja yang memiliki keramba. Selebihnya sudah tutup
karena kekurangan modal,’’ jelasnya.
Usaha perikanan menurutnya sangat tergantung keteraturan atau teknik
pemeliharaan. Paling tidak menguasai cara memelihara ikan sehingga tak mati.
‘’Contohnya memberi pakan tak boleh berlebih, karena ikan bisa mati. Jadi ini
harus dikuasi para budidaya ikan rayo,’’ jelasnya.
Untuk melihat secara langsung usaha keramba yang dilakukannya sejak 2005
lalu, Kasru Syam mencoba membawa kami
melihat langsung puluhan petak keramba yang
dimilikinya. Usaha keramba ikan rayo yang dipercayakan kepada anaknya Ridho ST
tersebut benar-benar berkembang dengan baik. Dari puluhan keramba jaring apung
miliknya hanya dua keramba yang sedang kosong. ‘’Yang kosong ini baru selesai
dipanen.
Menurutnya mayoritas ikan yang dipelihara pada puluhan keramba tersebut
ikan rayo dan sekitar tiga keramba memelihara ikan baung, tapah dan nila.
‘’Kalau nila, baung dan tapah itu milik anak saya,’’ ucapnya sambil menabur
pakan ikan di salah satu keramba.
Yang menjadi dirinya senang dan terus melakukan usaha budidaya perikanan terutama budidaya ikan rayo, karena ketersediaan bibit ikan rayo, pakan dan pangsa pasarnya. ‘’Risiko yang terjadi dan bisa merugi ketika harga pakan tinggi dan ikan kena penyakit insang. Kemudian bersamaan itu harga ikan di pasar murah,’’ lanjutnya.
Yang menjadi dirinya senang dan terus melakukan usaha budidaya perikanan terutama budidaya ikan rayo, karena ketersediaan bibit ikan rayo, pakan dan pangsa pasarnya. ‘’Risiko yang terjadi dan bisa merugi ketika harga pakan tinggi dan ikan kena penyakit insang. Kemudian bersamaan itu harga ikan di pasar murah,’’ lanjutnya.
Diakuinya untuk membuat satu petak keramba jaring apung memerlukan biaya
cukup besar. Kata Kasru Syam, untuk satu petak para nelayan harus mengeluarkan
biaya sebesar Rp50-60 juta. ‘’Tapi itu sudah termasuk bibit ikan untuk sekali
panen,’’ jelasnya.
Untuk satu keramba bisa bertahan beberapa tahun tergantung bagaimana
untuk memeliharanya. Jika habis panen jaring dibersihkan tentu bisa bertahan
lama. Oleh karena itu agar keramba dibuat bisa memberikan hasil maksimal
masyarakat lebih memilih memelihara ikan rayo. Karena ikan rayo bisa dipanen dalam waktu tiga bulan.
Sedangkan untuk ikan jenis patin, baung atau nila atau gurami memakan waktu 7-8
bulan.
‘’Tengoklah para petani di sini semuanya memelihara ikan rayo, biar
cepat panenya,’’ ucap Kasru sambil menunjuk keramba-keramba yang menyebar di
tengah Sungai Kampar tersebut.
Menurut Kasru Syam, pada umumnya pemilik keramba di PLTA Kotopanjang
tersebut warga Desa Merangin. Hanya saja beberapa anggota kelompok ada tauke
besarnya. Namun bagi dirinya bersama keluarga lainnya melakukan usaha sendiri
dan tanpa tauke. Sebenarnya keberadaan tauke sangat membantu nelayan, karena
ketersediaan pakan, bibit dan kerusakan keramba ditanggung. Akantetapi
kelemahannya tetap ada. ‘’Tapi tak perlulah disampaikan,’’ jelasnya.
Sebagai ketua kelompok dirinya berharap pemerintah juga memberikan
perhatian khusus kepada petani keramba jaring apung di PLTA Kotopanjang. Karena
hasil ikan di PLTA Kotopanjang menjadi salah satu faktor pertumbuhan ekonomi
di Desa Merangin dan sekitarnya. ‘’Kita
tak perlu bibit atau bantuan lainnya. Tapi perhatikan akses jalan atau
pembinaan nelayan. Terutama teknik-teknik pemeliharaan dan lainnya. Itu yang
kita perlukan, sehingga para petani tak merugi,’’ jelasnya.
‘’Kalau modal tak perlulah. Karena petani disini sudah ada tauke, minjam
di perbankan dan juga usaha sendiri,’’ jelasnya.
Kasru Syam sendiri sudah berupaya menghidupkan perekonomian di bibir
Sungai Kampar tersebut. Menurutnya mereka saling ketergantungan antara satu
dengan yang lainnya. Misalnya para petani perlu para penjual batu es, penjual
oksigen, kedai-kedai kecil dan pedagang air bersih. ‘’Semua ini berjalan
layaknya pasar di bibir Sungai Kampar ini. Dan semuanya sudah berjalan sejak
tahun 2005 hingga 2012 ini,’’ jelasnya. ***
Comments
Post a Comment