Bermain Layang Wau hingga Malam di Bengkalis
Tradisi dan Budaya Lama jangan Dibuangkan
Mempertahankan tradisi dan budaya taklah mudah jika tidak ada
keterlibatan para tokoh masyarakat dan penggila tradisi itu sendiri. Hal inilah dilakukan masyarakat Kecamatan Bantan,
khususnya di Telukpambang. Dari usia anak-anak, remaja, muda dan tua semuanya
berkumpul di tepian pantai Selat Melaka bermain layang-layang wau demi
mempertahankan tradisi dari zaman ke zaman.
Laporan ERWAN SANI, Bantan
Layang Wau |
Ngung…ngung…ngung… bunyi sabung menyabung di
atas langit Selat Melaka seakan pesawat jet sedang lalu lalang. Tapi sebenarnya
bukanlah pesawat tempur, namun
Layang-layang berukuran jumbo beraneka warna ada yang hijau,
kuning, merah, hitam bahkan warna putih dengan variasi batik berjejer sambil
belenggang lenggok di atas langit.
Memang tak ada tanggal dan bulan
ditetapkan untuk bermain layang-layang. Tapi pemandangan layang-layang
menari-nari di atas langit ini bisa dilihat jika saja memasuki musim panas
tahun ini. Sudah sejak bulan Maret-Mei ini anak-anak, tua muda turun ke tepi
pantai menarak layang-layang.
Bila sudah
selesai salat Asar beramai-ramai orang turun ke laut bukan nak menjaring ikan, tapi nak menaikkan layang-layang wau
dengan berbagai macam corak dan modelnya. Ada model elang ikan, bulan dan berbagai macam
bentuknya lagi. Agar bunyinya bagus lengkap dengan semacam pita, biar kalau dah
naik mengeluarkan bunyi dengung di langit di tepian pantai.
Untuk ukuran layang-layang wau ini
beragam. Rata-rata berukuran besar. Ada yang sampai dua depa orang dewasa
panjangnya. Kalau sudah sebesar itu bersusah payah dan meringkih orang
menaikkannya. Benangnya pun berukuran besar, sebab kalau tidak tak akan bisa naik
dan alamat layang putus.
‘’Tak heran kalau
di kampung kami ni. Kalau sudah musim panas macam sekarang sibuklah bermain
layang-layang. Bahkan dah jadi hobi nomor satu bagi masyarakat di sini,’’
jelas, Joni warga Desa Telukpambang.
Dikatakannya,
sangking asik bermain layang-layang terkadang ratusan warganya terlupa dengan
waktu. ‘’Dah dekat maghrib kadang baru sampai rumah. Akibatnya bagi budak-budak
kena marah sama emaknya. Kalau laki orang dia, kena marah sama bini lah
akibatnya,’’ jelasnya.
Dari kunjungan
langsung Riau Pos di tepi pantai Dusun Parit I dan Parit II beratus orang
menaikkan layang-layang. Sebenarnya bukan warga dua dusun itu saja datang dan
bermain layang-layang. Akan tetapi ada dari Dusun Banan, Parit III dan juga
warga Muntai. Yang datang tak semuanya bermain layang wau akan tetapi hanya
sekadar untuk menonton layang-layang saja.
Menurut
Kamarudin (26) yang saat itu sedang manarakkan layang-layangnya mengatakan tak
hanya bermain pada di sore hari saja. Yang tak sempat siang hari mereka bermain
layang-layang pada malam hari. ‘’Biar nampak layang-layangnya diberi lampu atau
spot light yang biasa dipakai para pemancing,’’ jelas Kamaruddin.
Dirinya bersama Enting (18) selalu bermain layang pada malam
hari. ‘’Kalau dah dua orang turun ke laut (tepi pantai,red) yang lain ikutlah
pak. Makanya terkadang lima enam orang kami
main layang-layang di tepi pantai ni,’’ jelas pemuda yang akrab disapa
Kamar ini.
‘’Tapi kalau
main malam kalau cuaca elok dan tak hujan. Kalau hujan macam mane nak main
tentu tak bisa,’’ jelas Enting menyela pembicaraan saat itu.
Dikatakannya
untuk bermain layang-layang pada malam hari taklah sampai dini hari. Akan
tetapi mulai pukul delapan malam 20.00 WIB sampai pukul sepuluh malam atau
22.00 WIB selesai. ‘’Hitung-hitung menghilangkan suntuk, apalagi kalau saat
listrik padam kan suntuk kat rumah,’’ jelasnya.
Menurut dia,
layang-layang yang dinaikkan itu terkadang bukan dipegang akan tetapi diikat
dekat batang kayu atau dibuatkan kayu tempat pengikatnya. ‘’Layang-layang bertarak di atas kami
kadang-kadang berselimput duduk sambil bersembang dengan yang lainnya,’’ kata
Enting.
Tradisi Lama Jangan Dihilangkan
Bermain layang-layang wau ini tak hanya dilakukan satu desa
saja, sudah menjalar seluruh desa yang ada di Pulau Bengkalis. Setiap sore hari
kegiatan utama warga menaikkan layang-layang hingga sore hari. Berbagai corak
dan model menjadi pemandangan indah dan jadi tontonan setiap orang yang
melintas di tepi jalan, tepi lapangan sepak bola bahkan di tepian pantai baik
di Selat Bengkalis maupun di Selat Melaka.
Dikatakan
Sekretraris Dewan Kesenian Riau Eriyanto Hady keberadaan permainan tradisional
seperti itu harus terus dipertahankan. ‘’Kita juga patut berbangga sebab dengan
sendirinya masyarakat yang ada di Pulau Bengkalis terus menjaga tradisi bermain
layang-layang wau. Walaupun tak ada perlombaan namun mereka tetap
melestarikannya,’’ jelas Eriyanto.
Ke depan
mungkin perlu juga dipikirkan bagaimana agar tradisi ini terus berkembang
dengan dihelatkannya berbagai perlombaan terkait permainan layang-layang wau
ini. ‘’Sebab tradisi ini sudah lama tak nampak dan sekarang kembali berkembang.
Ini kan satu kembangaan kita juga,’’ kata Eriyanto.
Ditempat
terpisah, tokoh masyarkat Telukpambang Sani kepada Riau Pos menegaskan bahwa
tradisi bermain layang-layang wau ini sudah menghilang cukup lama. Tapi tiga
tahun belakangan ini kembali muncul dan menyebar di seluruh desa di Pulau
Bengkalis ini. ‘’Semoga tradisi ini terus berjalan. Kita berharap juga
pemerintah kabupaten Bengkalis bisa melestarikan ini dengan diadakannya
iven-iven atau perlombaan. Sehingga menambah semangat masyarakat untuk bermain
layang-layang,’’ jelasnya.
Hal serupa
disampaikan tokoh pemuda Desa Telukpambang Ismail, menurut dia apa yang
dilakukan warganya tersebut merupakan upaya untuk mempertahankan tradisi.
Selain itu, bermain layang-layang ini
juga cara meningkatkan kreativitas pemuda terutama menghindari berbagai
kenakalan remaja seperti terjadi sekarang ini. ‘’Paling tidak dengan bermain
layang-layang remaja dan pemuda kita bebas dari kenakalan dan pengaruh yang
tidak baik,’’ jelasnya.
Bisa
Menambah Pendapatan
Dengan ramainya orang bermain layang-layang menjadi tambahan
pendapatan bagi sebagian orang. Terutama yang pandai membuat layang-layang wau.
Seperti di Dusun Setiakawan Telukpambang ada dua warga khusus membuat
layang-layang wau.
Ada namanya
Sanep, setiap hari menerima pesanan membuat layang-layang wau. Untuk ukuran
kecil atau sedang dijual dengan harga Rp50 ribu. Sedangkan untuk ukuran besar
per layangnya mencapai Rp300 ribu. ‘’Tapi itu tergantung kesepakatan. Tapi rata-rata yang banyak dipesan ukuran sedang,’’ jelas Sanep.
Selain Sanep
juga ada nama Atan. Bagi Atan per hari bisa membuat layang-layang dua atau tiga
unit. Menurutnya tergantung besar atau kecilnya layang-layang dibuat. Yang
sedihnya, kata Atan, ketika dah jadi ternyata layang-layangnya tak mau naik.
‘’Tapi jarang-jarang kejadian seperti itu. Alhamdulillah apa yang telah saya
buat selama ini naik semua,’’ jelas ayah dari Enting ini.
Dikatakannya
membuat layang-layang wau tergantung keinginan dari pemesan. Mau bentuknya
seperti apa. Apakah seperti bulan, elang, ikan atau lainnya. Tapi banyak yang
memesan berbentuk bulan. Semua pesanan
itu juga tak berukuran besar karena yang ingin main anak-anak mereka.
Atan menegaskan
dirinya per hari bisa mendapatkan uang Rp50-100 ribu. ‘’Jadilah untuk dapat
tambahan belanja untuk orang rumah,’’ jelasnya. ***
Comments
Post a Comment