Berburu Amisnya Senohong (Kurau)
Nelayan Rupat Utara Sedang |
Enak, Tapi Rasanya Milik Negara Tetangga
Tanjungmedang, Telukrhu dan Tanjungpunak merupakan
perkampungan yang terletak di ujung Pulau Rupat atau tepatnya di Kecamatan
Rupat Utara. Tiga perkampungan ini berhadapan langsung dengan Negara Malaysia.
Perkampungan nun jauh dari mata ini menjadi penghasil ikan sejak lama, bahkan
enak rasa ikan-ikan dari Pulau Terluar Riau ini menjadi konsumsi negara jiran
hanya memakan waktu satu jam jika menggunakan pompong.
Laporan ERWAN, Rupat Utara
PERUBAHAN musim angin Utara ke musim Angin Barat menjadi perhatian serius
bagi masyarakat Kampung Tanjung Medang, Teluk Rhu dan Tanjung Punak. Perubahan
angin di Selat Melaka ini menjadi perhitungan sendiri bagi nelayan-nelayan ada
di tiga perkampungan di Pulau Rupat. Pasalnya perubahan arah angin memberikan
pendapatan tangkapan ikan cukup lumayan bagi nelayan. Apalagi di musim pasang
naik kecil atau air pasang kecil yang biasa disebut orang tempatan.
Pagi Rabu (7/11) sekitar pukul 07.30 WIB, Umar (42) bersama anaknya Karim (18) sambil
memikul mesin setempel 10 PK menuju perahu di bibir Pantai Teluk Rhu. Umar yang terus berbicara di depan terus
melangkahkan kakinya dengan sigap dan agak cepat. ‘’Alhamdulillah cuaca pagi
ini cukup bersahabat. Due hari lalu hujan dari pagi sampai membawa ke petang,’’
ucap Umar kepada Karim yang saat itu terlihat mukanya agak memerah menahan
beban berat mesin setempel. Dengan suara agak tertahan dia menjawab bualan
ayahnya. ‘’Iye bah, elok cuace pagi
ini,’’ ucapnya.
Beberapa menit berjalan akhirnya warga yang
mengadukan nasibnya sejak kecil di tepian pantai Teluk Rhu ini tiba di perahu.
Dengan bergegas Umar memasukkan jaring ke lambung perahu. Sedangkan Karim langsung meletakkan mesin setempel di
posisi belakang perahu. Menurut warga setempat perahu diberi mesin setempel
disebut (Bord Setempel). Beberapa saat mesin sudah sanggam tegak di burita
perahu. Setelah terpasang dua beranak ini langsung menyorong haluan perahu ke
tepian pantai yang airnya agak dalam.
Setelah beberapa meter mendorong perahu dan
saat itu air sudah sebatas paha Umar dan Karim, dua beranak inipun langsung
naik ke atas perahu. Tampak Karim langsung mestart mesin setempel. Dengan
kecepatan sedang bord diarahkan ke tengah Selat Melaka. Sedangkan Umar asik
memperbaiki tali-tali rawai dan memasang sauh untuk penahan tali rawai.
Semakin lama semakin kecil mengecil bibir
pantai Teluk Rhu dari pandangan mata. Dari kejauhan tampak Pulau Rupat mulai
meminggang atau kehitaman saja. Dua nelayan ini pun langsung menurunkan jaring
ke air. Dari pandangan mata jaraknya sekitar 2 mil dari bibir pantai Teluk Rhu.
Sekitar satu setengah jam menurunkan jaring
ke tengah laut. Dua nelayan ini kembali menarik isi jaring yang mereka turunkan
ke air yang terlihat membiru saat itu. Beberapa depa jaring dinaikkan ke atas
bord setempel tampak beberapa gerombolan anak ikan memparang. Sekitar 20 menit jaring sudah selesai mereka
naikkan ke atas bord setempel mereka. Ikan didapatkan saat itu sekitar 4-5 kilogram.
‘’Alhamdulillah cukup untuk buat umpan rawai,’’ ucap Umar yang terus menarik
tali perabu atau pelampung jaring.
Beberapa saat kemudian bord setempel mereka
arahkan setengah mil dari tempat mereka merentang jaring. Selat Melaka yang cukup cerah pagi itu, dan
tidak terlihat gelombang memutih di tengah selat seperti musim Angin Utara atau
saat air pasang tinggi.
Umar
pun mulai menurunkan sauh. Beberapa saat setelah mengulur tali ke tengah arus
Selat Melaka, kemudian Umar melempar pancang yang ujungnya memakai bendera
perca-perca kain. Sedangkan dibawah pancang terdapat besi sisa-sisa sebagai pemberat yang diikat dengan
pelabu atau pelampung sehingga pancang tersebut bisa terlihat tegak di
tengah-tengah derasnya air Selat Melaka kala itu.
Satu per satu mata pancing berisi umpan
mereka lemparkan ke dalam air. Sekitar 30 menit 500 mata pancing sudah selesai
mereka turunkan ke tengah Selat Melaka kala itu. Seperti biasa di ujung tali
rawai Umar kembali melempar sauh dan menurunkan tali sekitar 60 depa orang
dewasa. Kemudian di ujung tali dipasang pancang dan perabu atau pelampung
sebagai penanda. Sedangkan tampak dari kejauhan tali bord setempel mereka bergantung pada tali yang diikatkan pada
penanda rawai saat itu.
Saatnya
Membongkar Rawai
Setelah selesai menurunkan semua rawai. Dua
beranak ini masih tetap terlihat sibuk.
Umar sibuk memperbaiki jaring-jaring di tengah lambung bord setempel miliknya.
Tampak Umar sibuk membungkus kembali isi jaring dengan kembes atau terpal
pelastik. Sedangkan Karim sibuk membuang air dari lambung pompong dengan timba
terbuat dari potongan pelampung atau perabu.
Usai memperbaiki jaring Umar tampak
langsung mengambil posisi duduk di depan bord sambil memperhatikan perabu atau
pelampung di tiang pancang terombang ambing diterpa ombak Selat Melaka.
Sedangkan tiga perca kain berbentuk bendera segi tiga berkibar kencang diterpa
angin saat itu.
Sambil mengisap sebatang rokok di bibirnya,
Umar terus berbual-bual kepada anaknya Karim. Sekitar dua jam rawai di turunkan
dan merasa cukup beristirahat setelah rutinitas sebelumnya. Saat itu sekitar
pukul 10.30 WIB. Umar pun meminta anaknya Karim menghidupkan kembali mesin
setempel. Dengan cekatan sekali start saja mesin setempel langsung hidup.
Dengan perlahan gear dimasukkan, bord pun
melaju dengan pelan. Umar saat itu mulai menarik tali dan akhirnya sampai ke
pancang perabu atau pelampung. Dengan
cekatan tangan kiri dan kanan Umar menarik tali sauh (jangkar). Beberapa menit
akhirnya jangkar terangkat dan di pangkal jangkar terdapat tali rawai.
Dengan perlahan Umar menarik tali rawai.
Satu per satu mata pancing masih berisi umpan naik ke atas bord. Kemudian Karim
mematikan mesin setempel dan meletakkan pada bibir kotak tempat meletakkan mata
pancing yang terbuat dari papan. Sedangkan tali pancing langsung di masukkan ke
dalam kotak. Sekitar dua puluh mata pancing naik, belum ada satu ekor ikanpun
di dapatkan. Tapi di mata ke 22 tampak memutih panjang dari dalam air naik
bersama dengan tali. ‘’Alhamdulillah,’’ ucap Umar sambil bergegas menarik tali.
Ternyata seekor ikan kurau (Senohong) berat
sekitar 5-6 kilogram terkena mata pancing. Kemudian Karim bertugas mengatur
mata pancing langsung menanggalkan mata kail dari mulut ikan. Yang kemudian
mamsukkan ikan ke dalam petak bord. Berselang beberapa mata kail terdapat ikan
kurau lainnya. Bahkan saat itu sekitar 11 ekor ikan kurau di naikkan. Mulai
dari berat lima kilo hingga berat satu kilogram.
Segerombolan ikan kurau atau senohong yang
didapatkan benar-benar memberikan keceriaan bagi Umar dan Karim pagi itu.
Sekitar satu jam akhirnya semua mata kail atau mata rawai bisa dinaikkan. Sambil merapi mata pancing dan memandang ikan
kurau di dalam petak bord terselip senyum bahagia Umar hari itu.
‘’Kalau air kecil atau pasang mati banyak
juga ikan Senohong terkena mata rawai. Walaupun sebentar merawai pagi ini
lumayanlah dapatnye,’’ ucapnya sambil tersenyum.
Setelah selesai menaikan mata tawai dan
istirahat sejenak, Umar meminta air kepada Karim. Setelah memberikan air minum
dalam botol kepada ayahnya tanpa diinstruksi Karim seakan tahu, bahwa tugasnya
kembali menghidupkan mesin pompong dan segera mengarahkan bord setempelnya ke
tepian pantai Teluk Rhu. Sekitar 30 menit akhirnya bord setempel tiba di tepian
pantai.
Disambut
Bupati dan Kadiskanlut
Tiba di tepian pantai saat itu sekitar
pukul 11.00 WIB. Ternyata di tepian pantai sudah terlihat keramaian orang.
Kebetulan Rabu pagi itu rombongan pejabat Kabupaten Bengkalis beserta Bupati H
Herliyan Saleh dan Kepala Dinas Perikanan melakukan penyerahan bantuan
peralatan perikanan, bord setempel dan
juga bantuan apartemen ikan kepada warga Kecamatan Rupat Utara, terutama di
dasar Selat Melaka Teluk Rhu, Tanjung Medang dan Tanjung Punak.
Berhenti beberapa saat, Umar dan Karim
anaknya langsung mendapat sambutan dari
Bupati Bengkalis, Herliyan Saleh. Bahkan Herliyan Saleh menyempatkan
diri untuk mengangkat Senohong didapatkannya saat itu dan sempat berfoto dengan
ikan tersebut. ‘’Banyak dapat pak. Alhamdulillah pak. Mak ikan kurau pak?,’’
tanya Herliyan Saleh saat itu.
Dengan tegas Umar menjawab, ‘’Yak pak.
Lumayanlah pak,’’ sahutnya.
Saat itu juga Herliyan mencoba memegang dan
mengangkat ikan kurau yang beratnya sekitar 5-6 kilogram dan langsung
diabadikan para wartawan dan humas Pemkab yang bertugas pagi itu.
‘’Ada dapat bantuan pak?,’’ Tanya Herliyan.
Secara sepontan Umar menjawab, ‘’Tak ada pak,’’ jawab Umar. ‘’Kalau belum dapat minta kepada UPTD dan
tolong dimasukkan agar bisa dapat bantuan,’’ perintahnya kepada kepala
UPTD Dinas Perikanan, Amran yang ikut
bersama bupati saat itu.
Senohong
Jadi Idola di Malaysia
Perairan pesisir Selat Melaka, terutama
dari Pulau Rupat hingga Pulau Bengkalis menjadi tempat endemik Ikan Kurau.
Bahkan dalam satu hari ratusan kilo bahkan belasan ton ikan kurau atau senohong
di dapatkan nelayan tempatan. Namun jenis ikan ini tak bisa dipridiksi bahkan
pada musim tertentu baru banyak di dapatkan.
Ikan kurau atau senohong ini menjadi
incaran para nelayan, karena mahalnya ikan tersebut. Bahkan ikan kurau menjadi
ikan nomor satu tertinggi harga jualnya jika dibandingkan ikan jinahang (jenak
sebutan warga setempat), gerut, senangin, tenggiri ataupun ikan memparang.
Menurut Umar untuk ikan Senohong ukuran di
atas lima kilogram bisa mencapai Rp50-60 ribu per kilogramnya. Sedangkan di
bawah lima kilogram per kilogramnya Rp35 ribu. ‘’Makanya ikan kurau menjadi
incaran semua nelayan. Harganya mahal dan bisa dikatakan tak pernah untuk
disantap kat rumah untuk ikan kurau ini. Kecuali di bawah satu kilogram,’’
cerita Umar.
Untuk ikan senohong atau kurau tersebut
sudah ada touke yang mengambilnya. ‘’Saya sudah ada tauke. Jadi dapat ikan
kurau ukuran kecil dan senohong ukuran besar langsung diambil tauke,’’ ucapnya
sambil memasukan tali ke insang-insang ikan saat itu.
Diakuinya ikan-ikan tersebut di ekspor ke Malaysia. ‘’Pada umumnya
ikan-ikan di sini di bawa ke Negara Malaysia melalui lintas batas,’’ ucapnya.
Jadi bagi nelayan mendapatkan ikan tak
perlu dipusingkan. Karena sudah ada penampung atau tauke. ‘’Bahkan setiap
nelayan di sini ada tauke. Perlu tauke ketika tangkapan ikan kurang dan membeli
minyak mesin. Kalau tak dapat ikan bisa kita ngutang minyak dulu,’’ kata Umar
yang memiliki tiga orang anak ini lagi.
Merawai, kata Umar, terkadang tergantung
nasib dan rezeki pada saat itu. ‘’Bisa saja saat turun mendapat puluhan kilo.
Tapi bisa saja tak dapat satu ekor pun,’’ terangnya sambil meletakkan tali ke
salah satu kayu sebagai pengando ikan untuk dibawa ke rumah tauke.
Namun akhir-akhir ini tangkapan ikan di
perairan Tanjung Medang, Teluk Rhu dan Tanjung Punak sudah jauh turun jika
dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. ‘’Kita pun tak tahu. Apakah karena
perubahan cuaca atau karena angin tak menentu saat sekarang ini. Jadi kita tak
bisa lagi menentukan Angin Barat, Utara atau Selatan. Sebab bisa saja berubah
dalam sekejap,’’ tutur pria berbadan tegap dan tak mengenakan baju saat itu.
Diakuinya sepekan lalu diirnya tak bisa
turun merawai karena hujan mulai pagi hingga sore hari. Bukan hujan saja, akan
tetapi Angin Barat bersengugut di perairan Tanjung Medang khususnya. ‘’Sejak
bulan Oktober-November hanya beberapa kali saja bisa turun merawai. Angin kuat
lepas tu hujan lebat dari pagi sampai petang. Jadi duduk temenung di rumah,’’
tegasnya.
‘’Untung ada tauke, bisalah ngambik belanje
harian,’’ lanjutnya.
Nelayan
Rupat Utara Dapat Perhatian Khusus
Nelayan Rupat Utara mendapat perhatian
serius dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerah, terutama dari
penyelamatan lingkungan dan berbagai alat tangkap dan fasilitasnya.
Seperti dari anggaran APBN, kawasan
perairan Rupat Utara mendapat bantuan rumah ikan atau apartemen ikan sebanyak
50 unit. Bantuan ini diserahkan langsung Akademisi bidang Perikanan dan Kelautan Provinsi
Riau, Prof DR Irwan Effendi MSc.
‘’Paling tidak apartemen ikan yang dibantu dan diletakkan di perairan
Rupat Utara bisa menjadi terumbu karang buatan. Terutama sebagai tempat ikan
bermain dan pemijahan ikan,’’ kata Irwan Effendi.
Untuk apartemen ikan ini sudah terbukti
dibeberapa negara bahkan di Indonesia bagian timur. Yang sebelumnya tangkapan
ikan kurang bagi nelayan, namun dengan adanya apartemen bisa memanggil ikan dan
menjadi banyak. ‘’Jadi nelayan tak perlulah berjauh-jauh menangkap ikan. Tapi
di sekitar apartemen ikan itu. Saya yakin dalam satu tahun sudah terlihat
dampaknya,’’ ucap Irwan Effendi.
Diakuinya untuk tangkapan ikan di perairan
Selat Melaka sudah jauh turun. Karena sudah zona merah dalam artian jumlah
penangkap lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah ikan di dalamnya. ‘’Tapi
perbaikan dilakukan bisa merubah dan pelan-pelan bisa kembali banyak ikan di
perairan Tanjung Medang ini,’’ ucapnya.
Kemudian pemerintah daerah khususnya
Kabupaten Bengkalis, juga menyerahkan bantuan kepada nelayan di Rupat Utara.
Penyerahan bantuan yang dilakukan Bupati Bengkalis Herliyan Saleh ini kemarin
berupa, pengadaan sarana penangkapan ikan (gillnet) sebanyak 2.486 piece.
Kemudian perahu fiber sebanyak empat unit, mesin setempel sebanyak 33 unit,
sampan 20 unit.
Selanjutnya pemerintah juga memberikan
bantuan berupa tambak ikan, benih ikan. Kemudian pembangunan instalasi air
bersih nelayan dan masyarakat pesisir dan rehabilitas dan konservasi lingkungan
pesisir. ***
Comments
Post a Comment