''Lima Jam Menantang Arus, Sempat Kandas di Muara Zamrud''


Danau Zamrud, yang terletak di Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak. 
Namun, karena beratnya medan menuju danau  tersebut, sehingga 
danau yang berada di kawasan hutan lindung itu sangat jarang 
didatangi orang, baik untuk rekreasi dan lain-lainnya. Riau Pos 
yang datang ke danau itu melihat danau cukup indah dan menawan.

Laporan ERWAN SANI 

PAGI itu, (Rabu, 16/2) langit mulai mendung, ketika kaki  melangkah ke kapal pompong milik warga, di dermaga Desa Rawa  Mekar Jaya, yang akan membawa   Riau Pos menuju ke Danau Zamrud.  Syamsudin yang akrab di sapa Udin (41), yang memandu kami menuju Danau Zamrud dengan menyusri Sungai Rawa sepanjang 36 
kilometer, sudah mulai menghidupkan mesim kapal pompongnya.
     ''Perjalanan melalui Sungai Rawa ini, kite akan menagak arus  selama lima jam. Makanya kite harus membawa bekal makan siang.  Apalagi kalau sampai di Danau Bawah dan Danau Atas (sebutan Danau  Zamrud, red ) waktu yang kita tempuh mungkin  sampai tujuh jam,  jadi tak ade yang jualan nasi,'' ucap Udin memberikan penjelasan,  saat mengawali perjalanan. 
     Jam ditangan baru menunjukan pukul 09.25 WIB, setelah sebe  lumnya pagi itu, melakukan perjalanan darat dengan  menggunakan mobil dari Pekanbaru menuju Desa Rawa Mekar Jaya, 
Kecamatan Sungai Apit. Setelah sampai di desa yang baru dua tahun  berdiri, hasil pemekaran Desa Sungai Rawa, langsung disambut  warga setempat dan tak lama berdiskusi dengan warga, Riau Pos 
langsung dibawa oleh pemandu menuju dermaga Sungai Rawa. 
     Setelah beberapa menit meninggalkan dermaga, suara mesin  dompeng yang dipasang di kapal pompong yang dikemudi Udin menge  luarkan suara mesin cukup keras. Sehingga untuk bercakap-cakap  harus sedikit menjerit.
     Setelah melewati perkampungan, barulah suasana Sungai Rawa terlihat menantang, karena kondisi Sungai Rawa mulai menyempit.  Ini akibat dari pepohonan di kanan-kiri sungai dipenuhi tumbuhan 
pepohonan penahan tebing yang dikenal dengan pohon Resau atau  sejenis pohon pandan yang mudah hidup dipinggir sungai.
     Arus Sungai Rawa yang merupakan alur air dari Danau Zamrud  yang cukup deras, membuat kapal pompon melambat dan sesekali  harus menabrak kayu dan pepohonan yang ada di tepi sungai. Karena  kondisi Sungai Rawa tersebut tidaklah lurus, namun berbelok-belok  dan menyempit.
     Disepanjang Sungai Rawa, pemandangan indah nan eksotis  mewarnai perjalanan menuju ke Danau Zamrud. Pohan Resau yang biasanya digunakan warga untuk membuat kajang atau tikar, tumbuh  subur disepanjang Sungai Rawa. Suasana sejukpun mulai terasa,  jika diawal menginjakkan kaki ke pompong terlihat hendak turun  hujan yang ditandi awan hitam, tapi setelah beberapa jam perjala  nan cuaca mulai terang dan terik matahari mulai menyengat diku  lit.
     Perjalanan menggunakan kapal pompong, tidak merasakan lagi  teriknya matahari menyengat dikulit, karena hembusan angin saat  kapal pompong melaju membuat suasan sejuk cukup terasa. Ditambah  lagi tumbuhan dan pepohonan yang tumbuh disepanjang alur Sungai Rawa, suasananya bertambah sejuk dan menarik.
     Saat pompong melintasi pohon besar yang tumbang dan melin tang di atas sungai, kapal pompong sempat terhenti, karena bal ing-balingnya terkena kayu. ''Beginilah caranya agar kipas mo 
tornya tidak patah, maka kami buat sistem pasang pin untuk penga manan  kipas,'' ujar Udin sang pengemudi, setelah pin penyambung baling-baling pompong ke mesin terpasang.
     Pemadangan disepanjang Sungai Rawa tidak semuanya ada pohon hutan yang lebat, namun ada yang sudah gundul dan sudah banyak anak-anak sungai rawa yang tersumbat akibat aktivitas penanaman hutan industri milik perusahaan besar di Indonesia maupun aktivi tas warga membuka perkebunan kelapa sawit.
     Akibat kanal-kanal yang dibuat perusahaan, belakangan terak hir malah dikeluhkan masyarakat. Karena akibat kanal tersebut membuat sungai menjadi tercemar dengan sampah-sampah, sehingga untuk mendapatkan tangkapan ikan dalam satu hari 1 Kg  saja sangat sulit, jika dibandingkan beberapa waktu lalu, dalam dua hari saja mencari ikan tidak mampu untuk dibawa pulang ke ru 
mah.
     ''Sekarang sungainya sudah dangkal, dan anak-anak sungai yang dulu menjadi tempat ikan berteduh atau lubuk ikan sudah tersumbat. Sehingga masyarakat sangat susah untuk mendapatkan 
tangkapan ikan banyak,'' tutur Udin, sambil menghisap dalam rokok yang ada di tangan kirinya.
     Sorotan mata Udin, terus menuju ke arah depan haluan kapal motor yang kami naiki, karena khawatir menabrak pohon Resau, yang bisa membuat kapal terhenti bahkan bisa terbalik. Sehingga keha ti-hatiaannya dalam mengarahkan haluan kapal pompongnya cukup lihai dan cermat. Apalagi kondisi sungai yang berbelok-belok dan terkadang menyimpit.
     Sesekali kapal pompong melambat, karena kami melihat satwa berupa burung dan sebagainya untuk dibadikan menggunakan kamera.  Setelah jempretan kamera berbunyi, barulah gas pompong dinaikan kembali dan pompong mulai melaju. Apalagi dibagian sungai yang kondisinya agak lurus dan tidak ada sampah dan kayu yang melin tang, gas pompong mulai tinggi dan melaju, karena arus sungainya sedikit melemah.
     Saat melintasi sungai, sesekali juga terlihat nelayan pen cari ikan dengan menggunakan sampan ukuran kecil. ''Baung-baung. Ikan baung tu pak,'' sapa Udin sambil memegang erat kemudi kapal 
pompongnya, khawatir menabrak sang nelayan.
     Ketika melihat di dalam pompong, sang nelayan sambil tersenyum mengangkat hasil tangkapan ikanya dan juga melambaikan tangan ke arah pompong yang kami tumpangi.
    ''Hati-hati Din, sungai banyak sampahnya,'' ucap Pak Utih, pencari ikan, yang saat itu sedang memasang pancingnya di tepi Sungai Rawa.
     Tak lama meninggalkan nelayan pencari ikan, pompong kami sempat berhenti, daerah  Balak Gam, yang dulu dijadikan sebagai tempat pangkalan balak warga mencari kayu balak. Pada saat itu  
baling-baling pompong terkena sampah dan Udin langsung terjun ke sungai untuk menyelam.
     '' Kene sampah baling-balingnya, makenye buang dulu, agar mesin bisa hidup kembali,'' ucap Udin dengan logat Melayu.   '' Perjalanan menyusuri Sungai Rawa sudah 2,5 jam lamanya, 
terik matahari sudah mulai menyengat, namun, karena rimbunnya pepohonan disepanjang sungai  dan sejuknya hembusan angin, mem buat suasan sejuk terasa. Bahkan jam di tangan pun sudah menuju 
kan pukul 12.15 wib, namun kampung tengah kami belum terasa lapar, karena menikmati perjalanan eksotis sungai Rawa tersebut.
Pasang Ampang-ampang     
     Sungai Rawa dijadikan sumber rezeki bagi para nelayan. Maka tidak heran, disepanjang sungai itu banyak ditemukan ampang-ampang sungai untuk perangkap ikan. Dengan cara  mengepung ikan,  
membuat hambatan di tengah sungai, ikan dengan mudah ditangkap. Tapi kondisi itu berbalik, jika dibandingkan dulu, karena ikan sekarang sudah menghilang, sehingga dengan cara-cara tersebut pun 
ikan tidak banyak didapat.
     ''Sekarang ikan susah didapat, meski kita buat ampang seba gai jebakan ikan, tapi hasilnya sangat minim. Jika kite banding kan beberapa tahun, tanpa buat ampang-ampang pun ikan sangat 
banyak dan melimpah kami dapat,'' katanya.
     Perjalanan menggunakan kapal pompong  memang cukup mele lahkan, meski hanya duduk-dudu sambil melihat pemandangan dise panjang sungi, namun karena kuatnya bunyi mesin, membuat kami 
harus diam dan sesekali harus menjerit untuk memanggil teman didepan atau juru mudi kapal pompong
Mengelilingi Danau Atas dan Bawah   
     Setelah menempuh perjalanan lima jam, barulah kami sampai di Danau Bawah. Kami berhenti sejenak di rumah warga untuk sekadar bertanya-tanya, yang rencananya pada malam harinya dijadikan untuk menginap.
     Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan menuju Danau Bawah. Pada saat masuk ke danau pemandangan indah dan danau yang cukup luas, dengan airnya yang tenang membuat detak kagum kami. Namun kami tidak berhenti di Danau Bawah, karena kami minta diantarkan ke Danau Besar. Karena kami khawatir kemalaman diperjalanan.
     Sehingga kapal pompong langsug menuju ke Danau Besar. Awaln ya kami mengira Danau besar itu hamparan danaunya menjadi satu, ternyata dipisahkan juga oleh tanah. Dan kami kembali harus 
melewati sungai sempit, dan sama kondisinya dengan Sungai Rawa.
     ''Kita tidak bisa langsung harus melawati sungai lagi atau orang kampung bilang lewat gang,'' ucap Udin sambil menunjukkan jari tangannya ke arah gang, yang sudah dangkal akibat endapan 
sampah-sampah.Namun saat menuju ke arah gang, kapal sempat tersendat, 
untung ini bisa dilewati, jika tidak pompong kami harus menunggu 
sambil mencari bantuan. Setelah masuk ke gang, kondisi sungai 
yang menghubungkan Danau Bawah dan Danau Atas cukup menantang, 
karena alur sungai itu, jika dilihat hanya bisa dilewati oleh 
sampan kecil.
     Tapi karena Udin sudah terbiasa dengan kondisi sungai yang 
menghubungkan kedua danau tersebut, sehingga dengan mudah kapal 
bisa melaju. Meski harus hati-hati, kamipun sempat terkena batang 
dan daun Resau yang melintang pukang dialur sungai tersebut.
     Sore itu, langit kembali mendung dan dikejauhan sudah terli 
hat hujan turun dengan derasnya. Kami yang berada dikapal pompong 
sempat was-was, apalagi haluan kapal pompong kami sudah masuk ke 
arah Danau Besar. Dari kejauhan juga terlihat onggokan pulau   ð 7   3                     Šcukup besar dan dari jauh hanya terlihat tiga pulau yang berada 
di dalam danau tersebut.
     ''Selama ini orang menganggap di Danau Besar ini ada dua 
pulau. Tapi sesungguhnya ada empat, yakni Pulau Besar, Pulau 
Bungsu, Pulau Tengah dan Pulau Beruk. Dan pulau Beruk inilah yang 
tidak kelihatan,'' terang Udin sambil membawa kami menuju ke 
Pulau Beruk, yang berada di tepian bibir Danau Zamrud.
     Angin kencang muali menerpa kapal pompong, karena jika angin 
kencang, kondisi Danau Zamrud sama dengan kondisi di laut, juga 
bergelombang. Melihat itu hati kami sempat khawatir, takut terja 
di apa-apa. Namun juru mudi menyakinkan tidak akan ada apa-apa, 
sehingga kami tetap kuat untuk sampai ke Pulau Beruk yang dise 
butkan Udin tersebut.
     Kapal pompong perlahan melaju ke arah Pulau Beruk dan sete 
lah mendekat pulau tersebut cukup sunyi dan tidak ada hewan besar 
yang ada di pulau tersebut. Kami sempat berhenti sejenak dan 
menambatkan tali kapal pompong ke dahan yang ada.
     Teman-teman Riau Pos yang lain, mulai sibuk mengeluarkan 
jaran pancing untuk memancing selama berhenti sambil menikmati 
pemandangan danau. Namun setelah setengah jam memancing tidak ada 
tanda-tanda ikan yang memakan mata pancing, akhirnya diputuskan 
untuk melanjutkan perjalanan ke arah Pulau Bungsu dan Pulau 
Besar.   
Kandas di Muara Danau Bawah
     Kami langsung menuju ke Pulau Besar dan disebelahnya ada dua 
pulau lagi yakni Pulau Bungsu dan Pulau Tengah. Kapal pompong 
kami melintasi antara Pulau Besar dan Pulau Tengah.
     Sepanjang perjalanan mengelilingi pulau-pulau yang ada di 
Danau Zamrud, banyak cerita yang didengar dari Udin. Mulai dari 
kedalaman danau yang dulunya mencapai 40 meter, sampai cerita 
tentang penunggu Danau Zamrud berupakan Ikan Tapah besar.
     ''Dulu Danau Zamrud ini sangat dalam, dan mencapai 40 meter, 
tapi sekarang dangkal. Bahkan Pulau Besar itupun bergerak searah 
angin yang membawanya. Tapi sekarang tidak lagi dan sudah benar-
benar berhenti menjadi pulau,'' ujar Udin yang mengaku orang 
tuanya sejak kecil sampai wafat menggeluti Danau Zamrud sebagai 
sumber kehidupan.
     Setelah melewati kedua pulau tersebut, kapal pompong terus 
melaju ke arah muara sungai yang menghubungkan Danau Atas dan 
Danau Bawah. Pada saat pulang menuju ke Danau Atas atau Danau 
Kecil, tidak ada kendala berarti yang ditemui. Bahkan kapal 
pompong melaju cukup kencang.
     Saat melintasi pos BKSDA, kami sempat ditanya petugas, namun 
karena kami menyampaikan dari rombongan Riau Pos , akhirnya kami 
dipersilahkan melanjutkan perjalanan menuju rumah warga di Danau 
Atas untuk bermalam.
     Setelah melintasi gang atau sungai penghubungan antara Danau 
Atas dan bawah, tidak ada rintangan bagi kami. Karena sebelumnya 
sudah melewati gang tersebut dan tidak terlintas bakal tersesat 
maupun terkena kayu yang melintang di gang tersebut.
    Pada waktu ingin meninggalkan gang, di muara Danau Atas kapal 
pompong kami terhenti dan setelah dicek, ternyata kapal kandas. 
Bahkan yang lebih mendebarkan lagi, karena hari sudah sore dan 
matahari sudah tenggelam, berbagai prediksi yang terjadi sudah 
tergambar dimasing-masing kami yang ada di dalam kapal pompong.   ð 7   3                    
Š     ''Kapal kita kandas, karena ada lumpur. Dan air hanya se 
tinggi lutut orang dewasa dan endapan sampah yang terhenti di 
muara Danau Atas itu cukup dalam yang mencapai 3 meter,'' ucap 
Udin sambil mendorong kapal motornya dengan menggunakan kayu 
sepanjang 3 meter, namun tidak berhasil.
     Pada saat kapal kandas, mesin pompongnya ikut mati, setelah 
beberapa kali di engkol oleh udin tidak juga hidup. Akhirnya, 
Udin yang sudah terbiasa dengan mesin kapal pompongnya, diapun 
memperbaiki mesin dan akhirnya bisa dihidupnya dengan cara men 
gengkol.
     Setelah mesin menyala, kapal pompong kami belum juga mampu 
bergerak dan gas mesin terus dinaikan, sambil kami menggoyang-
goyang bodi kapal agar bisa bergeser dari terpuruknya di dalam 
lumpur. Setelah digoyang-goyang barulah kapal pompong bergerak 
dan akhirnya was-was itu hilang.
     '' Alhamdulillah untung tidak bermalam di muara Danau Atas 
tadi.'' ujar Udin lagi.***

Comments

Popular posts from this blog

Gulai Ikan Salai dengan Pucuk Ubi

Keranjang Rotan Rohil Laris Manis

Bermain Layang Wau hingga Malam di Bengkalis