Tuah Batang Kampar
Tapah Ditungu, Keramba Jadi Taman Pancing
Aliran Sungai Kampar Kanan bukan lagi sekadar menjadi
jalur transportasi antar desa di Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, namun
menjadi tujuan wisata mancing dan surganya ikan air tawar bagi sebagian besar
masyarakat Pekanbaru. Momen inilah membuat Desa Buluhcina menjadi tempat tujuan
sebagian warga untuk menikmati teduhnya hutan lindung dan Sungai Kampar saat
liburan.
Keindah Tepian Sungai Kampar |
Memancing bukan
lagi sekadar hobbi tapi sudah menjadi
obat bagi sebagian orang. Melihat keperluan inilah, Desa Buluhcina, Kecamatan
Siak Hulu menjadi salah satu tempat
pelepas penat dan merehatkan minda bagi sebagian orang terutama warga yang
berasal dari Kota Pekanbaru.
Berada di desa yang berbatas langsung dengan Kota Pekanbaru ini bukan
sekadar memancing namun menikmati indah dan segarnya hutan lindung yang
merupakan ikon Kabupaten Kampar di level nasional hingga sekarang.
Di hari libur terutama Sabtu-Ahad, Desa Buluhcina menjadi tujuan
sebagian besar keluarga yang ada di Pekanbaru untuk bersantai dan menikmati
udara segar dari tepian hutan lindung dan menikmati deburan ikan dari dalam
keramba milik masyarakat di tepian sungai. ‘’Hari biasa melempar pancing mudah.
Tapi kalau Sabtu-Ahad agak payah, sebab
banyak orang di tebing ini,’’ kata Ijal warga Bencah Limbat kepada Riau Pos di tepi Sungai Kampar Kanan,
Jumat (29/5).
Sekitar pukul 04.00 WIB lebih dari lima orang berdiri di tepian sungai
sambil melemparkan pancingnya ke tengah sungai. Suasana teduh dan masih
terdengarnya dendang burung dari hutan lindung yang berada di seberang sungai
membuat suasana hati teduh. Padahal sore itu matahari sedang teriknya, namun
para pemancing yang mayoritas berasal dari Pekanbaru tak memperdulikan itu.
Apalagi posisi memancing benar-benar nyaman berada tepat di bawah rindangnya
pohon mangga.
Selain itu pemilik keramba apung yang tinggal tak jauh dari tepian
sungai menyiapkan tempat duduk dan tempat peletak joran pancing. Sehingga para
pemancing terasa nyaman dan selesa saat berada di tepi sungai. ‘’Sengajo awak buat tompek mancing. Yang penting para pemancing aman dan nyaman,’’ kata
Samsul pemilik keramba juga kedai di tepian sungai tersebut.
Menurut Ucok pemancing asal Pekanbaru kepada Riau Pos, memencang sambil
melepas penat di Buluhcina menjadi pilihannya. Selain dekat dengan Pekanbaru
terkadang mendapatkan ikan lumayan juga. Terutama mendapatkan ikan baung, juaro
dan juga ikan kapiek. ‘’Sesekali dapat juga ikan barau,’’ kata Ucok warga
Pekanbaru yang tinggal di Jalan Melur, Tampan ini.
‘’Tapi saya hari libur aja ke sini. Terkadang mancing malam, ada juga
dapat ikan,’’ jelasnya sambil terus memperhatikan ujung joran pancing miliknya.
Dikatakannya memancing di Buluhcina taklah seperti di sungai-sungai yang
ada di Kampar Kiri atau di daerah Pelalawan. Namun jika nasib beruntung banyak
juga mendapatkan ikan. ‘’Baru-baru ini ada orang dapat ikan patin besar dan
juga ikan kalabau besar. Jadi untung-untungan juga. Tapi yang hobi memancing
kapiek dipastikan membawa ikan pulang,’’ jelasnya.
Dikatakan Samsul pemilik keramba ikan tapah kepada Riau Pos, kalau hari libur khususnya Sabtu dan Ahad tak sedikit
warga yang memadati taman pancing sederhana yang dibuatnya tersebut. ‘’Kalau
Sabtu dan Ahad banyak warga Pekanbaru memancing di siko. Pada umumnya bawa
keluarga sambil liburan,’’ jelas Samsul yang saat itu duduk di beranda depan
rumah sederhananya di tepian Sungai Kampar Kanan saat itu.
Alhamdulillah, kata Samsul,
sejak dirinya membuat rumah dan membuat tempat memancing yang agak selesa di
bawah rindangnya pohon mangga di tepi sungai tersebut ramai dikunjungi para
pemancing. ‘’Senang juga rasa hati ini, sebab setiap hari ada saja yang
memancing di dekat rumah saya ini. Apalagi kalau hari libur hampir tak ada
tempat untuk melempar pancing sangking ramainnya orang. Sebab tempat memancing
yang saya buat ini agak nyaman dan tepat di bawah pohon yang rindang dan dibuat
tempat duduk, sehingga pemancing tak kepanasan,’’ jelasnya.
Selain memancing tak jauh dari dekat rumahnya tersebut, para pemancing
juga banyak melempar kailnya dari keramba miliknya. ‘’Mereka mancing ikan
kapiek. Umpannya pelet tu,’’ jelas
Samsul.
Agar pemancing nyaman dan bisa beribadah dirinya juga menyiapkan musala
sederhana tepat di atas keramba ikan tapah miliknya. ‘’Agar pemancing betah,
saya menyiapkan musala kecil di atas keramba. Jadi para pemancing ikan bisa
melaksanakan salat di atasnya,’’ jelas Samsul sambil menyerumput kopinya kala
itu.
Pemilik keramba ikan tapah ini rasa bersyukur sebab setiap harinya ada
saja memancing ikan ditempat yang disediakannya tersebut. ‘’Alhamdulillah
setiap hari ada orang memancing di sini. Bukan siang saja tapi sampai malam
hari. Paling tidak terjaga juga keramba dan terus ramai di dekat rumah saya
ini,’’ tegasnya.
Keramba Ikan Tapah jadi Tumpuan
Mayoritas masyarakat Desa Buluhcina, Siak
Hulu mengelola keramba ikan apung di sepanjang Sungai Kampar Kanan. Membuat
keramba kayu ini sudah dilakukan masyarakat sepanjang Sungai Kampar sudah sejak
lama. Makanya Desa Buluhcina juga menjadi salah satu sentra ikan sungai selain
desa-desa yang ada di hulu Sungai Kampar lainnya.
Keramba ikan yang dimiliki masyarakat Buluhcina ini juga menjadi salah
satu pemasok ikan sungai terbesar untuk Pekanbaru, terutama ikan tapah dan ikan
baung. ‘’Rugi rasanya tinggal di tepi sungai tak memiliki keramba pak,’’ kata
Samsul kepada Riau Pos.
Dikatakan dia untuk membuat keramba berukuran besar memerlukan biaya
cukup besar. Namun bagi dia yang telah membuat keramba ukuran sedang dengan isi
1.000 ekor benih ikan tapah cukup lumayan hasilnya. Paling tidak kata Samsul
untuk benih ikan tapah yang didapatkannya dari Tapung tersebut harus
mengeluarkan biaya per ekornya sebesar Rp17 ribu. Sedangkan ikan tapah baru
bisa dipanen paling lama satu tahun dua bulan dan paling lama satu tahun
setengah. ‘’Kalau selama itu, ikan tapahnya sudah berukuran besar. Paling tidak
per ekornya bisa mencapai 2.5-3 Kg,’’ kata Samsul sampi menunjuk keramba ikan
yang terbuat dari kayu di tepian sungai saat itu.
Dikatakan dia, untuk membuat keramba ukuran sedang dan berisikan sekitar
1.000 ekor benih ikan tapah dirinya bisa mengeluarkan biaya sebesar Rp40-50
juta. ‘’Itu sudah termasuk keramba dan
benihnya. Belum pakan ikannya,’’ kata Samsul.
Menurut dia hasil didapatkannya dari keramba sedang miliknya cukup
lumayan dan bisalah mengembalikan modal awal. Apalagi keramba kayu yang
dibuatnya tersebut bisa bertahan empat sampai lima tahun. Karena kayu untuk
membuat keramba tersebut kayu pilihan. ‘’Modal awal agak besar. Tapi jika
sukses panen perdana bisalah mengembalikan modalnya. Makanya kami memilih benih
ikan tapah. Sebab nilai jualnya cukup tinggi,’’ jelasnya.
Permasalahan yang terjadi kata Samsul sering tersandung terhadap pakan
saja. Tapi akhir-akhir ini tak ada persoalan karena sudah banyak peternak ayam
dan sudah melakukan kerja sama dengan pedagang atau peternak ayam. ‘’Jadi pakan
tersedia saja. Hanya saja hitungan modal biaya membelinya dan hasilnya harus
diperhitungkan. Paling tidak dengan begitu tidak rugi saat panen,’’ jelasnya.
Sebab mayoritas masyarakat di tepian Sungai Kampar Kanan tepatnya di
Buluhcina tersebut tetap mengambil 50 persen ikan yang dimasukkan ke dalam
keramba bisa berkembang dan bisa dipanen. ‘’Tapi kalau lebih dari 50 persen
tentu lebih besar untungnya,’’ jelas Samsul.
Dikatakan dia, untuk sekali panen ikan tapah biasanya berat per ekornya
bisa mencapai 2.5-3 Kg. Jadi dikali saja dengan harga ikan tapah sekarang.
Untuk per kilogramnya jika dia menolak kepada pembeli yang berasal dari
Pekanbaru mencapai Rp60-65 ribu per kilogramnya. ‘’Jika di kali tiga kilogram
per kilonya kan lumayan,’’ jelasnya.
Apalag jika per ekor ikan tapah seberat 3 Kg tentu pendapatannya lebih
besar. Menurut Samsul dari 500 ekor ikan tapah sesuai dengan persentase hidup
yang diperkirakan bisa mendapatkan ikan sebesar 1.5 ton. ‘’Jadi lumayan
pendapatannya. Tapi ikan tapah tak seperti ikan air tawar lainnya masa
panennya. Jadi menunggunya agak lama. Tapi kalau di hitung-hitung lumayanlah
penghasilannya.
Menurut dia, untuk dana awal membuat keramba ikan tapah cukup besar. Misalnya,
kata Samsul untuk berukuran 12 meter bisa saja menghabiskan uang mencapai
Rp40-50-juta itu belum termasuk benih. ‘’Jadi kalau ditambah dengan benih
bisalah mencapai 60 juta untuk satu keramba. Tapi kalau berhasil sekali panen
sudah balik modal dan bisa diputarkan untuk membeli benih dah pakan kembali.
Untungnya pada tahun kedua hingga kelima biasanya. Sebab tak adalagi biaya
pembuatan keramba dan hanya biaya perbaikan saja,’’ jelasnya. ***
Comments
Post a Comment